“Masih teralu banyak mahasiswa yang sibuk berbicara soal kesuksesan dan tercapainya pekerjaan yang diharapkan. Pengabdian, seolah hanya tugas bagi para veteran.”
Lenang Manggala
Jujur dan tajam ya quotes diatas. Virus kapitalisme yang mulai merasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat kita memang pada akhirnya secara sukarela ataupun secara terpaksa masuk juga di otak – otak mahasiswa yang kemudian saya pribadi senang menyebutnya egoismsme kalangan intelektual negeri.
Hampir disemua kampus besar di Indonesia yang dulunya merupakan sarang aktivis-aktivis mahasiswa kini menjadi seperti kampus-kampus biasa lainya yang tak jauh dari stigma kuliah untuk nilai dan nilai untuk kerja. Kerja, kerja, kerja seolah nasib kolektif bisa diselamatkan dengan seorang atau sekumpulan orang yang sukses bekerja saja.
source :pinterest.com |
Pendidikan tinggi telah banyak kehilangan esensi awal yang dahulu nilai-nilai akan dimana seharusnya pendidikan itu ditempatkan pernah ditemukan oleh para nenek moyang kita. Adakah seoarang Muhammad Hatta terbesit difikiranya untuk memikirkan dimana ia bekerja dan berapa gajinya nanti pasca ia pulang dari Al Azhar mesir ( Noer 2012, hlm. 9-10). Ataukah pernah kita dengar bahwa niatan seorang soekarno untuk melanjutka pendidikan tingginya di THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB) untuk cari jodoh, gaya-gayaan, dan sekedar mengikuti apa kehendak orang tua?
Jika para bapak pejuang bangsa ini berfikir sebagaimana demikian, tentu bangsa ini tak akan pernah merdeka, karena sejarah besar itu jelas tidak akan pernah terlahir dari cara fikir yang kecil.
Maka menjadi sebuah pertanyaan mendasar, bagaimana generasi muda saat ini memandang pendidikan tinggi, apa niatan utamanya untuk kuliah dan kenapa memutuskan untuk menjadi mahasiswa?
Dalam sebuah seminar, saya pernah mendapatkan penjelasan dari seorang pemateri bahwa beliau pernah melakukan sebuah survey kecil-kecilan kepada 100 rekan mahasiswanya dikampus dengan sebuah pertanyaan, apa alasan kalian kuliah? Dan setelah jawaban dari seluruh rekan-rekannya dikumpulkan diapatkan sebuah data bahwa, 45 % menjawab untuk masa depan dan karir yang lebih baik,25 % untuk menambah wawasan dan keahlian, 20 % untuk mengangkat harkat martabat dan status sosial, dan 10 % sisanya karena terpaksa, menambah teman, gaya hidup dan penasaran.
Dari hasil survey kecil – kecilanya itu setidaknya kita mendapat gambaran kasar beberapa motivasi seorang mahasiswa memilih jalan untuk berada didunia kampus,meskipun kita masih akan mendapati banyak alasan lain dengan perspektif yang bermacam-macam.
Untuk para mahasiswa yang sampai pada hari ini belum menemukan apa jawaban dari pertanyaan “ mau apa kuliah?” ada baiknya untuk sesegera mungkin mencari tahu jawabanya . Karena hal ini akan menjadi sebuah rambu-rambu khusus yang memudahkan mahasiswa tersebut dalam memilih jalan ninjan-nya.
Secara garis besar , penulis mengelompokan motivasi para mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan tingginya kedalam 2 kelompok besar:
1. Mengejar cita-cita
Paling umum, didalam point ini termasuk didalamnya ialah untuk pekerjaan, masa depan, karir dan lain-lainya yang dianggap tidak /sulit tercapai tanpa memiliki gelar sarjana. Karena yang dicita-citakan ternyata menuntut klasifikasi gelar dengan standar tertentu.
source :pixabay.com |
Untuk motivasi ini tentu sebuah alasan dan cita yang mulia, terlebih jika yang dicita-citakanadalah sebuah posisi yang bermanfaat lagi strategis untuk pemecahan permasalahan bangsa.
Cita-cita adalah sebagian kecil dari potongan misi hidup. Dengan cita-cita kita bisa mengukur seberapa mungkinkah kita menselaraskan antara dunia khayal, dunia wacana dengan dunia bertindak kita. Maka orientasi mengejar cita-cita ini kemudian akan menjadi alasan untuk seribu pertanyaan selain pertanyaan kenapa anda kuliah.
Mahasiswa dengan alasan pertama ini penulis kategorikan sebagai mahasiswa dengan pola fikir logis. biasanya memiliki latar belakang keluarga yang lebih menekankan pada keberhasilan materil dan berada pada lingkungan dengan persainganya ketat, baik itu persaingan secara strata sosial sampai pada persaingan ekonomi. Sehingga menjadi wajar, ambisi untuk menggapai cita-cita sebagai anak yang sukses menjadi PNS, Pegawai disebuah perusahaan anggaplah, menjadi pesan-pesan utama sang orang tua kepada si anak ini.
2. Mengejar ilmu
Sering saya mendengar jawaban filosofis seorang teman yang mengatakan bahwa kuliah itu jangan salah niat, kalau niatnya untuk nyari kerja itu terlalu kecil, karena kita belum tentu maksimal di ilmunya. Kuliah itu niatkan cari ilmu, nanti kerja itu ngikut sendiri ketika ilmu yang kita niatkan itu terpenuhi.
Pernyataan sekaligus nasihat seorang sahabt ini benar adanya, karena memang kita itu akan mendapatkan sebatas apa yang kita niatkan sesuei hadits Nabi :
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan”
Penempatan niat yang demikian ini akan melahirkan laku-laku seorang mahasiswa pembelajar, haus akan majelis ilmu dan terbuka terhadap banyak pemikiran.
Kecenderungan seorang aktivis dan organisatoris adalah tipikal seorang yang memiliki semangat belajar tinggi dan memiliki keinginan untuk tau lebih banyak sesuatu yang belum ia ketahui.
Mahasiswa dengan pilihan kedua ini penulis masukan pada kategori mahasiswa idealis. sekalipun dia memahami bahwa relita dunianya saat ini berada diambang persaingan global yang ketat dimana-mana, ia lebih memilih untuk menempatkan nilai 'semangat belajar' pada posisi pertama dan lalu menempatkan tujuan pasca kampus sebagai plan berikutnya.
Terlepas dari apapun alasan dan niatan awal seorang mahasiswa untuk kuliah, setidaknya hal yang patut diapresiasi adalah ketika mahasiswa tersebut mampu mengemukakan alasaanya. Toh ,kedua kelompok alasan yang penulis ungkapkan juga tidak ada yang salah dan sama-sama mulia keduanya.
Pilihan niat apa akhirnya akan menentukan pilihan wacana dan rencana kita dalam meilih jalan. Jalan fikiran dan jalan perencanaan akan menentukan jalan tindakan, olehnyalah menempatkan niatan yang benar dalam memulai suatu jalan perubahan (termasuk jalan kuliah ini) adalah hal utama yang harus diluruskan. Jadi , mau apa kamu kuliah?
0 komentar:
Post a Comment