Denting peraduan antara sebutir hujan dengan se-centimeter persegi asbes kosan ku ini,
Telah meenghantarkanku pada satu memori kehangatan paling indah,
keluarga!
(Bayu Apriliawan.2017)
Tak ada yang lebih romantis dari hujan selain kehangatan keluarga diantara rintinya. |
Malam
ini hujan turun lagi. Hah..entah mengapa aku rindu sekali sapaanya yang sejuk
dan meneduhkan telingaku yang saban waktu menanti kehadiranya. Hujan di malam
hari selalu istimewa karena setiap rintiknya membawa semua kenangan yang
terbang jauh, tiba-tiba turun lagi satu persatu bersama butir per butirnya.
Aku
masih menyeruput secangkir kopi cappucino
yang entah dari mana aku dapat, aku sudah lupa. Rasanya sedikit hampa ,Mungkin
karena terlalu banyak air hingga tak semanis yang kuharapakan. Aku adalah
pencinta kopi dimalam hari, dan pengagum teh dipagi hari, layaknya aku yang
juga penggila hujan di malam hari dan penanti setia mendung disiang hari. Beginilah
hidup ku, satu-satunya standar baku dalam keseharianku adalah selera.
Sudah
menjadi kebiasaan beberapa waktu terakhir, bahwa malam adalah waktu paling ku nanti
untuk memacu jari-jari kasar ini untuk sekedar menari-nari diatas huruf-huruf
acak tak beraturan. Entah mengapa gelap yang tenang mengajariku bahasa bahasa
kejujuran yang hanya bisa tertuang dalam tulisan-tulisan ini. Kadang aku bersyukur
hidup di era aku – kamu, bukan era kita, zaman dimana kita saling beku dan
seolah tak saling perduli lalu aku bisa merindumu kapanpun tanpa ada orang yang
tau, dalam beku, dalam hujan yang sendu. Ah sudahlah, kenapa jadi melow seperti
ini anak muda!
Sahabat,
Kebiasaan kita pastilah berbeda-beda, tapi kecendrungan kita pasti sama, aku
kamu dan kita semua menyukai satu suasana, ketenangan. Fikirku jauh terbang
menerawang menembus kaca jendela kamar kosku sampai pada titik terjauh yang
bisa ku jangkau. Tiada kudapati pemandangan yang istimewa kecuali gelap. Malam ini
aroma dedaunan muda lebih tajam menyeruak merasuki dinding-dindiing indra
penciumanku, ya hujan telah membantu daun menyebarkan pesonanya.
Entah
berapa paragraf lagi yang mesti ku susun untuk menggambarkan latar dimensi
ruang dan waktu detik ini. Aku rasa tak cukup semua huruf tersusun
menggambarkan indahnya suasana malam dengan satu fenomena alam kesukaanku ini,
Hujan!.
Kenapa
aku begitu bahagia ketika hujan tiba, karena hanya hujanlah yang mau menghiburi
aku dengan nada nyanyian tulusnya tanpa ku minta, dan berhenti bersuara disaat
semua semesta telah puas akan hadirnya. Dentingan peraduan antara sebutir hujan
dengan se-centimeter persegi asbes
kosan ku ini, telah meenghantarkanku pada satu memori kehangatan paling indah,
keluarga!
Bapak,
ibu dan adik ku akan senantiasa memanfaatkan meomentum seperti ini untuk
berkumpul dan bercengkrama bersama-sama. Tidak jarang televisi kami matikan
ketika momen hujan dimalam hari datang. Bapak akan bercerita tentang perjuangan
masa mudanya, ibu jadi moderator dan aku beserta adik adalah peserta kritis
yang rajin bertanya. Oh betapa merindunya jasad ini akan peluk kasih sayang ibu
dan bapak, entah berapa kesempatan lagi aku menjadi milik mereka seutuhnya,
sebelum ada wanita lain yang akan mengakuisisi kepemilikan dunia atas jasad ku,
yaitu istriku, maaf iklan lagi.
Sudah
satu jam sejak huruf pertama ku ketik ditulisan ini, hujan masih mengiringi
bait demi bait kalimat absurd yang ku susun. Jika saja tidak menyebabkan
banjir, aku tentu berharap sepanjang malam ini hujan jangan dulu berhenti. Karena
sejujurnya aku takut dengan siapa lagi aku bisa bercerita tanpa harus bersuara
kecuali dengan hujan dan penciptaNya.
Aku
berharap para sahabat bersedia barang seucap saja berujar syukur Alhamdulillah
kepada Tuhan kita bersama-sama. Mudah dan melegakan bukan? Karena logika kita
pasti meng-amini bahwa Allah adalah dzat pemilik alam yang paling romantis, manisfestasi
dari sifat maha penyayangNya. Cukup dengan hujan saja kita bisa merasakan
pelukan tuhan, dengan malam bisa merasakan manisnya rindu dan dengan siang kita
belajar artinya perjuangan.
Ngomong
–ngomong soal perjuangan, detik mana lagi yang kita lalui tanpa ada perjuangan.
Bahkan bertahan hidup satu detik saja itu adalah perjuangan, perjuangan untuk
tetap hidup. Setiap kita adalah para pejuang, pejuang hidup, pejuang kebenaran
dan keadilan, pejuang kemerdekaan bangsa yang hakiki dan tentunya pejuang
cita-cita, right? Apa cita-cita mu
kawan? Masih ingat dan masih semangat untuk mengejarnya bukan? Jika harus
bercerita maka Cita-cita ku sederhana , aku ingin bahagia bersama sebanyak
mungkin orang yang bisa aku ajak bahagia. Layaknya hujan yang memberi
kebahagiaan bersama semua makhluk yang diciptakan Tuhan.
21 Mei 2017
Didalam kamar generasi ke 8
Dihujan yang aku merindu
Direktur Dunia Angin
TTD
Topan
0 komentar:
Post a Comment