Sunday, 21 May 2017

Romantisme Hujan (2)


Denting peraduan antara sebutir hujan dengan se-centimeter persegi asbes kosan ku ini,
Telah meenghantarkanku pada satu memori kehangatan paling indah, 
keluarga!
(Bayu Apriliawan.2017)
Tak ada yang lebih romantis dari hujan selain kehangatan keluarga diantara rintinya.
Malam ini hujan turun lagi. Hah..entah mengapa aku rindu sekali sapaanya yang sejuk dan meneduhkan telingaku yang saban waktu menanti kehadiranya. Hujan di malam hari selalu istimewa karena setiap rintiknya membawa semua kenangan yang terbang jauh, tiba-tiba turun lagi satu persatu bersama butir per butirnya.

Aku masih menyeruput secangkir kopi cappucino  yang entah dari mana aku dapat, aku sudah lupa. Rasanya sedikit hampa ,Mungkin karena terlalu banyak air hingga tak semanis yang kuharapakan. Aku adalah pencinta kopi dimalam hari, dan pengagum teh dipagi hari, layaknya aku yang juga penggila hujan di malam hari dan penanti setia mendung disiang hari. Beginilah hidup ku, satu-satunya standar baku dalam keseharianku adalah selera.

Sudah menjadi kebiasaan beberapa waktu terakhir, bahwa malam adalah waktu paling ku nanti untuk memacu jari-jari kasar ini untuk sekedar menari-nari diatas huruf-huruf acak tak beraturan. Entah mengapa gelap yang tenang mengajariku bahasa bahasa kejujuran yang hanya bisa tertuang dalam tulisan-tulisan ini. Kadang aku bersyukur hidup di era aku – kamu, bukan era kita, zaman dimana kita saling beku dan seolah tak saling perduli lalu aku bisa merindumu kapanpun tanpa ada orang yang tau, dalam beku, dalam hujan yang sendu. Ah sudahlah, kenapa jadi melow seperti ini anak muda!

Sahabat, Kebiasaan kita pastilah berbeda-beda, tapi kecendrungan kita pasti sama, aku kamu dan kita semua menyukai satu suasana, ketenangan. Fikirku jauh terbang menerawang menembus kaca jendela kamar kosku sampai pada titik terjauh yang bisa ku jangkau. Tiada kudapati pemandangan yang istimewa kecuali gelap. Malam ini aroma dedaunan muda lebih tajam menyeruak merasuki dinding-dindiing indra penciumanku, ya hujan telah membantu daun menyebarkan pesonanya.

Entah berapa paragraf lagi yang mesti ku susun untuk menggambarkan latar dimensi ruang dan waktu detik ini. Aku rasa tak cukup semua huruf tersusun menggambarkan indahnya suasana malam dengan satu fenomena alam kesukaanku ini, Hujan!.

Kenapa aku begitu bahagia ketika hujan tiba, karena hanya hujanlah yang mau menghiburi aku dengan nada nyanyian tulusnya tanpa ku minta, dan berhenti bersuara disaat semua semesta telah puas akan hadirnya. Dentingan peraduan antara sebutir hujan dengan se-centimeter persegi asbes kosan ku ini, telah meenghantarkanku pada satu memori kehangatan paling indah, keluarga!

Bapak, ibu dan adik ku akan senantiasa memanfaatkan meomentum seperti ini untuk berkumpul dan bercengkrama bersama-sama. Tidak jarang televisi kami matikan ketika momen hujan dimalam hari datang. Bapak akan bercerita tentang perjuangan masa mudanya, ibu jadi moderator dan aku beserta adik adalah peserta kritis yang rajin bertanya. Oh betapa merindunya jasad ini akan peluk kasih sayang ibu dan bapak, entah berapa kesempatan lagi aku menjadi milik mereka seutuhnya, sebelum ada wanita lain yang akan mengakuisisi kepemilikan dunia atas jasad ku, yaitu istriku, maaf iklan lagi.

Sudah satu jam sejak huruf pertama ku ketik ditulisan ini, hujan masih mengiringi bait demi bait kalimat absurd yang ku susun. Jika saja tidak menyebabkan banjir, aku tentu berharap sepanjang malam ini hujan jangan dulu berhenti. Karena sejujurnya aku takut dengan siapa lagi aku bisa bercerita tanpa harus bersuara kecuali dengan hujan dan penciptaNya.

Aku berharap para sahabat bersedia barang seucap saja berujar syukur Alhamdulillah kepada Tuhan kita bersama-sama. Mudah dan melegakan bukan? Karena logika kita pasti meng-amini bahwa Allah adalah dzat pemilik alam yang paling romantis, manisfestasi dari sifat maha penyayangNya. Cukup dengan hujan saja kita bisa merasakan pelukan tuhan, dengan malam bisa merasakan manisnya rindu dan dengan siang kita belajar artinya perjuangan.

Ngomong –ngomong soal perjuangan, detik mana lagi yang kita lalui tanpa ada perjuangan. Bahkan bertahan hidup satu detik saja itu adalah perjuangan, perjuangan untuk tetap hidup. Setiap kita adalah para pejuang, pejuang hidup, pejuang kebenaran dan keadilan, pejuang kemerdekaan bangsa yang hakiki dan tentunya pejuang cita-cita, right? Apa cita-cita mu kawan? Masih ingat dan masih semangat untuk mengejarnya bukan? Jika harus bercerita maka Cita-cita ku sederhana , aku ingin bahagia bersama sebanyak mungkin orang yang bisa aku ajak bahagia. Layaknya hujan yang memberi kebahagiaan bersama semua makhluk yang diciptakan Tuhan.



21 Mei 2017
Didalam kamar generasi ke 8
Dihujan yang aku merindu

Direktur Dunia Angin
TTD
Topan 
Share:

0 komentar:

Post a Comment