Tuesday, 1 September 2015

HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN ( Tanya Jawab - Dr. Yusuf Qardhawi )

Assalamualaikum warrahmaatullahi wabarakatuh, selamat malam para pembaca yang budiman ane disini akan berbagi Ilmu tentang Hukum mendengarkan nyanyian diambil sumbernya langsung dari buku fatwa kontemporer tentang seputar permasalahan-permasalahan kontemporer dengan nara sumber terpercaya nih broh, Dr. Yusuf Qardhawi, Ulama besar dari Mesir:) mari kita simak selengkapnya ttg hukum mendengarkan nyanyian, bentar ya ane matiin dulu Mp3 nya hehehe

Sebagian orang mengharamkan semua bentuk nyanyian dengan alasan firman Allah:
"Dan diantara nnanusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu hanya memperoleh azab yang menghinakan." (Luqman: 6)
        Selain firman Allah itu, mereka juga beralasan pada penafsiran para sahabat tentang ayat tersebut. Menurut sahabat, yang dimaksud dengan "lahwul hadits" (perkataan yang tidak berguna) dalam ayat ini adalah nyanyian. Mereka juga beralasan pada ayat lain: "Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya ..." (Al Qashash: 55)
            Sedangkan nyanyian, menurut mereka, termasuk "laghwu" (perkataan yang tidak bermanfaat). Pertanyaannya, tepatkah penggunaan kedua ayat tersebut sebagai dalil dalam masalah ini? Dan bagaimana pendapat Ustadz tentang hukum mendengarkan nyanyian? Kami mohon Ustadz berkenan memberikan fatwa kepada saya mengenai masalah yang pelik ini, karena telah terjadi perselisihan yang tajam di antara manusia mengenai masalah ini, sehingga memerlukan hukum yang jelas dan tegas. Terima kasih, semoga  Allah berkenan memberikan pahala yang setimpal kepada Ustadz.

JAWABAN
           
Masalah nyanyian, baik dengan musik maupun tanpa alat musik, merupakan masalah yang diperdebatkan oleh para fuqaha kaum muslimin sejak zaman dulu. Mereka sepakat dalam beberapa hal dan tidak sepakat dalam beberapa hal yang lain. Mereka sepakat mengenai haramnya nyanyian yang mengandung kekejian, kefasikan, dan menyeret seseorang kepada kemaksiatan, karena pada hakikatnya nyanyian itu baik jika memang mengandung ucapan-ucapan yang baik, dan jelek apabilaberisi ucapan yang jelek. Sedangkan setiap perkataan yang menyimpang dari adab Islam adalah haram. Maka bagaimana menurut kesimpulan Anda jika perkataan seperti itu diiringi dengan nada dan irama yang memiliki pengaruh kuat? Mereka juga sepakat tentang diperbolehkannya nyanyian yang baikpada acara-acara gembira, seperti pada resepsi pernikahan, saat menyambut kedatangan seseorang, dan pada hari-hari raya. Mengenai hal ini terdapat banyak hadits yang sahih dan jelas.  
            Namun demikian, mereka berbeda pendapat mengenai nyanyian selain itu (pada kesempatan-kesempatan lain). Diantara mereka ada yang memperbolehkan semua jenis nyanyian, baik dengan menggunakan alat musik maupun tidak, bahkan dianggapnya mustahab. Sebagian lagi tidak memperbolehkan nyanyian yang menggunakan musik tetapi memperbolehkannya bila tidak menggunakan musik. Ada pula yang melarangnya sama sekali, bahkan menganggapnya haram (baik menggunakan musik atau tidak).
           Dari berbagai pendapat tersebut, saya cenderung untuk berpendapat bahwa nyanyian adalah halal, karena asal segala sesuatu adalah halal selama tidak ada nash sahih yang mengharamkannya. Kalaupun ada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, adakalanya dalil itu sharih (jelas) tetapi tidak
sahih, atau sahih tetapi tidak sharih. Antara lain ialah kedua ayat yang dikemukakan dalam pertanyaan Anda. Kita perhatikan ayat pertama: "Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna ..." Ayat ini dijadikan dalil oleh sebagian sahabat dan tabi'in untuk mengharamkan nyanyian.
             Jawaban terbaik terhadap penafsiran mereka ialah sebagaimana yang dikemukakan Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla. Ia berkata: "Ayat tersebut tidak dapat dijadikan alasan dilihat dari beberapa segi, Pertama: tidak ada hujah bagi seseorang selain Rasulullah saw. Kedua: pendapat ini telah ditentang oleh sebagian sahabat dan tabi'in yang lain. Ketiga: nash ayat ini justru
membatalkan argumentasi mereka, karena didalamnya menerangkan kualifikasi tertentu:
"'Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untulc menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalanAllah itu olok-olokan ..." Apabila perilaku seseorang seperti tersebut dalam ayat ini, maka ia dikualifikasikan kafir tanpa diperdebatkan lagi. Jika ada orang yang membeli Al Qur'an (mushaf) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya bahan olok-olokan, maka jelas-jelas dia kafir. Perilaku seperti inilah yang dicela oleh Allah. Tetapi Allah sama sekali tidak pernah mencela orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk hiburan dan menyenangkan hatinya - bukan
untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Demikian juga orang yang sengaja mengabaikan shalat karena sibuk membaca Al Qur'an atau membaca hadits, atau bercakap-cakap, atau menyanyi (mendengarkan nyanyian), atau lainnya, maka orang tersebut termasuk durhaka dan melanggar perintah Allah. Lain halnya jika semua itu tidak menjadikannya mengabaikan kewajiban kepada Allah, yang demikian tidak apa-apa ia lakukan."
Adapun ayat kedua:
"Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya ..."
Penggunaan ayat ini sebagai dalil untuk mengharamkan nyanyian tidaklah tepat, karena makna zhahir "al laghwu" dalam ayat ini ialah perkataan tolol yang berupa caci maki dan cercaan, dan sebagainya, seperti yang kita lihat dalaml anjutan ayat tersebut. Allah swt. berfirman:
"Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata:
"Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." (A1 Qashash: 55)
Ayat ini mirip dengan firman-Nya mengenai sikap ibadurrahman (hamba-hamba yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih):
"... dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik." (Al Furqan: 63)
         Andaikata kita terima kata "laghwu" dalam ayat tersebut meliputi nyanyian, maka ayat itu hanya menyukai kita berpaling dari mendengarkan dan memuji nyanyian, tidak mewajibkan berpaling darinya. Kata "al laghwu" itu seperti kata al bathil, digunakan untuk sesuatu yang tidak ada faedahnya, sedangkan mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah tidaklah haram selama tidak menyia-nyiakan hak atau melalaikan kewajiban.
          Diriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa Rasulullah saw. memperbolehkan mendengarkan sesuatu. Maka ditanyakan kepada beliau: "Apakah yang demikian itu pada hari kiamat akan
didatangkan dalam kategori kebaikan atau keburukan?" Beliau menjawab, "Tidak termasuk kebaikan dan tidak pula termasuk kejelekan, karena ia seperti al laghwu.
I
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
ISBN 979-561-276-X
Share:
Lokasi: Mekkah Arab Saudi

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment