LAPORAN PRAKTIKUM PESTISIDA
TOKSISITAS
Oleh
WAHYU SRININGSIH
05071181419002
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
INDRALAYA
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pestisida merupakan suatu bahan yang banyak dijumpai dan digunakan secara
luas dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai tujuan penggunaan termasuk
perlakuan yang bersifat pencegahan maupun untuk tujuan pengendalian organisme
pengganggu pada hampir semua sektor dalam masyarakat, diantaranya sektor
kesehatan, pertanian, kehutanan, perikanan, perdagangan, perindustrian,
ketenagakerjaan, perhubungan, lingkungan hidup dan di rumah tangga. Tidak hanya
di bidang pertanian, pengunaaan pestisida dalam rumah tangga Indonesia sudah
demikian luas juga. Berbagai merek “obat” serangga dapat kita temui di etalase
supermarket hingga warung kecil, memudahkan kita untuk mengakses racun ini dan
memasukkannya ke dalam rumah kita. Pestisida dalam rumah tangga biasanya
digunakan untuk mengatasi semut, mengatasi kecoa, mengusir lalat, mengatasi
ngengat, mengatasi tikus, mengatasi nyamuk. Walau banyak laporan dan penelitian
tentang dampak negatif pestisida ini (pada manusia dan lingkungan), seolah kita
tidak punya pilihan lain selain menyemprot hama pengganggu (dan pembawa
penyakit) ini dengan “obat” hama. Sekalipun sebagai bahan beracun (biosida)
yang memiliki potensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia, pestisida banyak digunakan karena mempunyai
kelebihan-kelebihan antara lain dapat diaplikasikan dengan mudah pada hampir
semua tempat dan waktu, hasilnya dapat dirasakan dalam waktu yang relatif
singkat, dan dapat diaplikasikan dalam areal yang luas.
Pestisida dapat merusak keseimbangan ekologi, dinamika pestisida
dilingkungan yang membentuk suatu siklus, terutama jenis pestisida yang
persisten. Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan
sekitarnya; air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang
dimiliki akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas
air, kualitas tanah dan udara.Kondisi tanah di Lembang dan Pengalengan Jawa
Barat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Theresia (1993) sudah
tercemar pestisida.
Penggunaan pestisida dan tertinggalnya residu dapat sangat menurunkan
populasi hewan tanah.Dibandingkan dengan besarnya
kandungan residu pestisida dalam tanah, kandungan pestisida dalam air memang
lebih rendah. ( Panut, Djojosurmarto. 2000 )
Tanpa kita sadari terdapat berbagai jenis pestisida yang tersimpan dirumah.
Pestisida ini bukan saja digunakan di dalam rumah tetapi juga digunakan
dihalaman rumah dan kebun untuk melindungi tanaman dari gulma dan hewanperusak
lainnya. Anak-anak merupakan korban utama pada kasus racunanini karena rasa
keingin tahuannya yang tinggi dan tingkah lakunya yaitu senang sekali memasukan
apa saja yang ditemui ke dalam mulutnya.
Memperhatikan hal-hal tersebut diatas maka merupakan suatu keharusan bahwa
pestisida perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya. Untuk
melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya
kekayaan alam hayati maka dalam pengelolaan pestisida antara lain adalah
peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1973. berdasarkan peraturan pemerintah
tersebut, maka setiap pestisida yang akan diedarkan, disimpan dan digunakan
harus terlebih dahulu terdaftar dan memperoleh izin menteri pertanian. Mengacu
pada peraturan pemerintah tersebut, menteri pertanian telah mengeluarkan
beberapa keputusan yang bersifat kebijaksanaan dalam kaitannya dengan
pengelolaan pestisida, antara lain keputusan menteri pertanian nomor 434.1
tahun 2001 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pestisida, dan keputusan
menteri pertanian nomor 517 tahun 2002 tentang pengawasan pestisida. (Setiana, Lucie. 2005)
1.2. Tujuan
Tujuan
dari praktikum toksisitas adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan ikan lele
terhadap bahan kimia pestisida
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Deskripsi ikan lele
Ikan
lele (Clarias sp) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan
lele termasuk ikan jenis catfish atau kata lain ikan yang memiliki kumis. Ciri
dari ikan lele yaitu bentuk tubuh memanjang dan agak bulat, pada sirip dada
terdapat duri yang keras dan runcing/tajam (patil), warna tubuh belang dengan
kepala pipih dan terdapat kumis serta licin karena tidak memiliki sisik.
Kemudin ikan ini memiliki alat pernafasan tambahan berupa dari modifikasi dari busur
insangnya yaitu arborescent. Dibeberapa daerah ikan lele mempunyai banyak
nama. Antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Aceh),
ikan sibakut (Karo),
ikan pintet (Banjarmasin),
ikan keling (Makassar),
ikan lele atau lindi (Semarang).
Habitat
ikan lele adalah sungai dengan arus air yang tenang seperti danau, rawa, telaga
dan waduk. Ikan lele memiliki sifat nokturnal, yaitu aktif dan bergerak mencari
makanan pada malam hari sedangkan pada siang hari hanya berdiam diri dan
berlindung di tempat gelap.
2.2.
Klasifikasi Ikan Lele
Klasifikasi
ikan lele menurut SNI (2000), yaitu:
Filum :
Chordata
Kelas :
Pisces
Subkelas :
Teleostei
Ordo :
Ostariophysi
Subordo :
Siluroidae
Famili :
Clariidae
Genus :
Clarias
Spesies : Clarias sp
2.3. Jenis-Jenis
Ikan Lele di Indonesia
2.3.1.
Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Lele
dumbo adalah ikan lele yang diintroduksikan ke Indonesia dari manca
negara yaitu Taiwan pada tahun 1986. Lele dumbo mempunyai pertumbuhan
yang cepat dan dapat mencapai ukuran besar dalam waktu relatif pendek. Karena
sifat cepat tumbuh dan besar/gemuk badannya itulah, maka diberi
nama lele dumbo.Menurut keterangan peneliti pada Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar (BPPAT) Bogor, sebenarnya lele dumbo yang satu ini adalah
hibrida atau hasil kawin silang antara jenis ikan lele asli Taiwan dan jenis
lele dari Afrika.
2.3.3.
Lele Sangkuriang
Lele
sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui silang
balik (backcross). Perkawinan silang balik yang dilakukan
adalah antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi
keenam (F6). Kemudian menghasilkan jantan dan betina F2-6. Jantan
F2-6 selanjutnya dikawinkan dengan betina generasi kedua (F2)
sehingga menghasilkan lele sangkuriang. Induk betina F2 merupakan koleksi
yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang
berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi dari Afrika. Sedangkan
induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di BBPBAT Sukabumi.
2.3.4. Lele
Lokal (Clarias batrachus)
Lele
lokal merupakan ikan asli perairan Indonesia.
2.3.5.
Lele Phyton
Lele
python merupakan lele hasil perkawinan antara indukan betina lele Thailand
dengan indukan jantan lele dumbo F6. Perkawinan induk tersebut
menghasilkan lele yang mempunyai ciri warna dan bentuk kepala hampir mirip
dengan ular python, yaitu mulut kecil dan kepala pipih memanjang dengan warna
yang cerah. Ciri lainnya adalah lele python mempunyai ekor bulat dan sungut
lebih panjang dibandingkan lele dumbo biasa.
2.4.
Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain
serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama.
Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan
virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis),
siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Pestisida juga
diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau
menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, (e-petani, 2010).
2.5.
Keracunan dan Toksisitas Pestisida
Keracunan pestisida terjadi bila ada
bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida
antara lain:
a) Dosis.
Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida,
karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani
hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau
takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri.
b) Toksisitas
senyawa pestisida. Kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya.
Pestisida yang
mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah
menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan
daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat
diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan
percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati. Toksisitas
pestisida secara inhalasi juga dapat diketahui dari LC 50 yaitu konsentrasi
pestisida di udara yang mengakibatkan 50% hewan percobaan mati. Makin rendah
nilai LD 50/LC 50 maka makin toksis pestisida tersebut.
a. Jangka
waktu atau lamanya terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung terus-menerus
lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-purus pada waktu yang sama. Jadi
pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko pemaparan
baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama
dapat menimbulkan keracunan kronik.
b. Jalan masuk pestisida dalam tubuh. Keracunan
akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan
melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani pengguna pestisida keracunan
yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan
melalui saluran pencernaan dan pernafasan.
2.6. Cara Kerja
Pestisida
a. Pestisida
Golongan Organoklorin
Insektisida
organoklorin bekerja dengan merangsang sistem syaraf dan menyebabkan paratesia,
peka terhadap rangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor dan
kejangkejang. Cara kerja zat ini tidak diketahui secara tepat. Beberapa zat
kimia ini bekerja pada sistem syaraf.
b. Pestisida
Golongan Organofosfat dan Karbamat
Pestisida
golongan organofosfat dan karbamat memiliki aktivitas antikolinesterase seperti
halnya fisostigmin, neostigmin, piridostigmin, distigmin, ester asam fosfat,
ester tiofosfat dan karbamat. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat dan
karbamat sama yaitu menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat
kolinesterase, sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin.
BAB
3
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum
pestisida dengan judul toksisitas di laksanakan pada hari Rabu, 03 Februari
2016 bertempat di ruang seminar jurusan Hama Penyakit Tumbuhan fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya.
3.2.
Alat dan bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan adalah 1) ikan lele hidup 2) Detergen 3) gelas
plastik 4) Timbangan analitik 5) spatula 6) tabung erlemeyer 7) alat tulis
3.3.
Cara kerja
Adapun
cara kerja yang dilakasankan adalah sebagai berikut:
1. Timbang
detergen dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20 gr
2. Siapkan
gelas plastik dan diisi dengan air 100 ml dan 5 ekor ikan lele
3. Amati
dengn tabel sebagai berikut:
perlakuan
|
Interval
waktu (menit)
|
||||
0
|
5
|
10
|
15
|
20
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.4.Parameter
Parameter
pada praktikum ini adalah ikan lele yang kuat
BAB
4
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Adapun
hasil dari pelaksanaan praktikum toksisitas adalah sebagai berikut:
Perlakuan
|
Interval waktu
(menit)
|
||||
0
|
5
|
10
|
15
|
20
|
|
1
|
Hidup
|
Lemah
|
Lemah
|
-
|
-
|
2
|
Hidup
|
Lemah
|
Mati
|
-
|
-
|
3
|
Hidup
|
Mati
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Hidup
|
Mati
|
-
|
-
|
-
|
5
|
Hidup
|
Mati
|
-
|
-
|
-
|
4.2.
Pembahasan
Hasil yang
didapat dari praktikum bahwa pada waktu 0 menit ikan belum menunjukkan respon
terhadap detergen tersebut, tetapi menit ke 5 sebagian ikan sudah menunjukkan
respon pada pada perlakuan detergen dengan konsentrasi 0, 5 ketiga ikan dalam
keadaan lemas. Pada konsentrasi yang tinggi 10, 15, 20gr ketiga ikan tersebut
mati. Dan pada menit selanjutnya yaitu pada menit yang ke 10 ikan pada
konsentrasi detergen 0 gr lemas dan tidak bergerak tetapi masih hidup, pada
konsentrasi 5 gr detergen ikan yang ada di dalam gelas tersebut mati, dan pada
konsentrasi detergen 10, 15, 20 gr ikan sudah dalam keadaan berlendir dan
malayang di dalam wadah tersebut serta air yang ada di dalam gelas tersebut
mengalami perubahan yang tadinya berwarna putih dari detergen berubah menjadi
keruh akibat lendir yang ditimbulkan ikan yang telah mati. Pada menit yang ke
15, ikan pada konsentrasi detergen 0gr sudah tidak bergerak lagi artinya ikan
tersebut sudah mati, serta ikan pada konsentarsi detergen yang lainnya keadaan
ikan sudah terbalik dan melayang serta lendir yang dikeluarkan ikan tersebut
semakin banyak. Dan pada menit yang ke 20 semua ikan sudah melayang dan dalam
keadaan berlendir serta air menjadi keruh. Matinya ikan pada percobaan ini
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu tingkat konsentrasi detergen dan kekebalan
ikan.
Semakin tinggi
konsentrasi detergen maka akan semakin cepat respon ikan terhadap bahan kimia
tersebut hal tersebut dikarenakan ikan merupakan mahluk hidup yang memerlukan
okdigen untuk bernafas serta memerlukan tempat yang bersih dan higinis untuk
melangsungkan hidupnya. Apabila tempat yang digunakan untuk keberlangsungan
hidupnya kotor atau tercemar bahan kimia maka ikan tersebut akan terganggu dan
sulit untuk mendapatkan udara segar disekitarnya serta ikan tersebut merasa
panas terhadap larutan deterjen itu. Bahan kimia yang terkandung di deterjen
memiliki sifat panas dan toksik apabila bersentuhan dengan kulit.
Selain
dari sifat kimia yang terkandung didalam gelas tersebut kekebalan ikan juga
mempengaruhi respon ikan, setiap ikan memiliki kekebalan dan ukuran yang
berbeda-beda jadi waktu untuk merespon bahan kimia juga berbeda-beda.
BAB
5
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan
dari praktikum toksisitas adalah sebagai berikut:
1. Pestisida
yang digantikan detergen merupakan bahan kimia yang bersifat toksisitas
2. Semakin
tinggi konsentrasi pestisida/detergen maka akan semakin toksik pada mahluk
hidup khususnya pada perairan
3. Bahan kimia dapat mencemari air
4. Ukuran
ikan berpengaruh pada tingakat ketahan terhadap detergen
5. Detergen
bersifat panas hingga dapat mematikan ikan
5.2.Saran
Adapun
saran untuk praktikum selanjutnya praktikan harus mempersiapkan ikan yang sama
ukuran dan jenis agar dalam percobaan respon ikan terhadap larutan detergen
tersebut sama.
DAFTAR PUSTAKA
Afies.2013.Ikan lele clarias .http://afiesh.
blogspot. Co .id/ 2013/ 02/ikan-lele-clarias -sp.html.
diakses pada tanggal 17 Februari 2016
Fardiaz, Dedi. 1989. Kromatografi
Gas Dalam Analisis Pangan. Penerbit IPB. Bandung
Panut, Djojosurmarto.
2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Penerbit kanisius.
Yogyakarta.
Raini mariana.2007. Toksikologi pestisida dan penanganan akibat kenacunan pestisida.Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 3 Tahun
2007
Sastraatmadja,
Entang. 1993. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Alumni. Bandung.
Setiana, Lucie. 2005. Teknik
Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Ghalia Indonesia. Jakarta.
0 komentar:
Post a Comment