Monday, 18 December 2017

LAPORAN PRAKTIKUM PESTISIDA - TOKSISITAS

LAPORAN PRAKTIKUM PESTISIDA
TOKSISITAS






Oleh
WAHYU SRININGSIH
05071181419002



PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2016



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida merupakan suatu bahan yang banyak dijumpai dan digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai tujuan penggunaan termasuk perlakuan yang bersifat pencegahan maupun untuk tujuan pengendalian organisme pengganggu pada hampir semua sektor dalam masyarakat, diantaranya sektor kesehatan, pertanian, kehutanan, perikanan, perdagangan, perindustrian, ketenagakerjaan, perhubungan, lingkungan hidup dan di rumah tangga. Tidak hanya di bidang pertanian, pengunaaan pestisida dalam rumah tangga Indonesia sudah demikian luas juga. Berbagai merek “obat” serangga dapat kita temui di etalase supermarket hingga warung kecil, memudahkan kita untuk mengakses racun ini dan memasukkannya ke dalam rumah kita. Pestisida dalam rumah tangga biasanya digunakan untuk mengatasi semut, mengatasi kecoa, mengusir lalat, mengatasi ngengat, mengatasi tikus, mengatasi nyamuk. Walau banyak laporan dan penelitian tentang dampak negatif pestisida ini (pada manusia dan lingkungan), seolah kita tidak punya pilihan lain selain menyemprot hama pengganggu (dan pembawa penyakit) ini dengan “obat” hama. Sekalipun sebagai bahan beracun (biosida) yang memiliki potensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, pestisida banyak digunakan karena mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain dapat diaplikasikan dengan mudah pada hampir semua tempat dan waktu, hasilnya dapat dirasakan dalam waktu yang relatif singkat, dan dapat diaplikasikan dalam areal yang luas.
Pestisida dapat merusak keseimbangan ekologi, dinamika pestisida dilingkungan yang membentuk suatu siklus, terutama jenis pestisida yang persisten. Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara.Kondisi tanah di Lembang dan Pengalengan Jawa Barat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Theresia (1993) sudah tercemar pestisida.
Penggunaan pestisida dan tertinggalnya residu dapat sangat menurunkan populasi hewan tanah.Dibandingkan dengan besarnya kandungan residu pestisida dalam tanah, kandungan pestisida dalam air memang lebih rendah. ( Panut, Djojosurmarto. 2000 )
Tanpa kita sadari terdapat berbagai jenis pestisida yang tersimpan dirumah. Pestisida ini bukan saja digunakan di dalam rumah tetapi juga digunakan dihalaman rumah dan kebun untuk melindungi tanaman dari gulma dan hewanperusak lainnya. Anak-anak merupakan korban utama pada kasus racunanini karena rasa keingin tahuannya yang tinggi dan tingkah lakunya yaitu senang sekali memasukan apa saja yang ditemui ke dalam mulutnya.
Memperhatikan hal-hal tersebut diatas maka merupakan suatu keharusan bahwa pestisida perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya. Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati maka dalam pengelolaan pestisida antara lain adalah peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1973. berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, maka setiap pestisida yang akan diedarkan, disimpan dan digunakan harus terlebih dahulu terdaftar dan memperoleh izin menteri pertanian. Mengacu pada peraturan pemerintah tersebut, menteri pertanian telah mengeluarkan beberapa keputusan yang bersifat kebijaksanaan dalam kaitannya dengan pengelolaan pestisida, antara lain keputusan menteri pertanian nomor 434.1 tahun 2001 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pestisida, dan keputusan menteri pertanian nomor 517 tahun 2002 tentang pengawasan pestisida. (Setiana, Lucie. 2005)

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum toksisitas adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan ikan lele terhadap bahan kimia pestisida


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi ikan lele
Ikan lele (Clarias sp) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan lele termasuk ikan jenis catfish atau kata lain ikan yang memiliki kumis. Ciri dari ikan lele yaitu bentuk tubuh memanjang dan agak bulat, pada sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing/tajam (patil), warna tubuh belang dengan kepala pipih dan terdapat kumis serta licin karena tidak memiliki sisik. Kemudin ikan ini memiliki alat pernafasan tambahan berupa dari modifikasi dari busur insangnya yaitu arborescent. Dibeberapa daerah ikan lele mempunyai banyak nama. Antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Aceh), ikan sibakut (Karo), ikan pintet (Banjarmasin), ikan keling (Makassar), ikan lele atau lindi (Semarang).
Habitat ikan lele adalah sungai dengan arus air yang tenang seperti danau, rawa, telaga dan waduk. Ikan lele memiliki sifat nokturnal, yaitu aktif dan bergerak mencari makanan pada malam hari sedangkan pada siang hari hanya berdiam diri dan berlindung di tempat gelap.

2.2.   Klasifikasi Ikan Lele
Klasifikasi ikan lele menurut SNI (2000), yaitu:
Filum               : Chordata
Kelas               : Pisces
Subkelas          : Teleostei
Ordo                : Ostariophysi
Subordo          : Siluroidae
Famili              : Clariidae
Genus              : Clarias
Spesies            : Clarias sp

 2.3. Jenis-Jenis Ikan Lele di Indonesia
2.3.1.  Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Lele dumbo adalah ikan lele yang diintroduksikan ke Indonesia dari manca negara  yaitu Taiwan pada tahun 1986. Lele dumbo mempunyai pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai ukuran besar dalam waktu relatif pendek. Karena sifat cepat tumbuh dan besar/gemuk badannya itulah, maka diberi nama  lele dumbo.Menurut keterangan peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT) Bogor, sebenarnya lele dumbo yang satu ini adalah hibrida atau hasil kawin silang antara jenis ikan lele asli Taiwan dan jenis lele dari Afrika.
2.3.3. Lele Sangkuriang
Lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui silang balik (backcross). Perkawinan silang balik  yang dilakukan adalah antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Kemudian menghasilkan jantan dan betina F2-6. Jantan F2-6 selanjutnya  dikawinkan dengan betina generasi kedua (F2) sehingga menghasilkan lele sangkuriang. Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi dari Afrika. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di BBPBAT Sukabumi.
2.3.4. Lele Lokal (Clarias batrachus)
Lele lokal merupakan ikan asli perairan Indonesia.
2.3.5.  Lele Phyton
Lele python merupakan lele hasil perkawinan antara indukan betina lele Thailand dengan indukan jantan lele dumbo F6. Perkawinan induk tersebut menghasilkan lele yang mempunyai ciri warna dan bentuk kepala hampir mirip dengan ular python, yaitu mulut kecil dan kepala pipih memanjang dengan warna yang cerah. Ciri lainnya adalah lele python mempunyai ekor bulat dan sungut lebih panjang dibandingkan lele dumbo biasa.
2.4. Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, (e-petani, 2010).
2.5. Keracunan dan Toksisitas Pestisida
Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain:
a)      Dosis. Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri.
b)      Toksisitas senyawa pestisida. Kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya.

Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati. Toksisitas pestisida secara inhalasi juga dapat diketahui dari LC 50 yaitu konsentrasi pestisida di udara yang mengakibatkan 50% hewan percobaan mati. Makin rendah nilai LD 50/LC 50 maka makin toksis pestisida tersebut.
a.       Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-purus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.
b.       Jalan masuk pestisida dalam tubuh. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan.

2.6. Cara Kerja Pestisida
a.       Pestisida Golongan Organoklorin
Insektisida organoklorin bekerja dengan merangsang sistem syaraf dan menyebabkan paratesia, peka terhadap rangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor dan kejangkejang. Cara kerja zat ini tidak diketahui secara tepat. Beberapa zat kimia ini bekerja pada sistem syaraf.
b.      Pestisida Golongan Organofosfat dan Karbamat
Pestisida golongan organofosfat dan karbamat memiliki aktivitas antikolinesterase seperti halnya fisostigmin, neostigmin, piridostigmin, distigmin, ester asam fosfat, ester tiofosfat dan karbamat. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat dan karbamat sama yaitu menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase, sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin.




BAB 3
METODOLOGI
3.1.  Waktu dan Tempat
Praktikum pestisida dengan judul toksisitas di laksanakan pada hari Rabu, 03 Februari 2016 bertempat di ruang seminar jurusan Hama Penyakit Tumbuhan fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.
3.2. Alat dan bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah 1) ikan lele hidup 2) Detergen 3) gelas plastik 4) Timbangan analitik 5) spatula 6) tabung erlemeyer 7) alat tulis
3.3. Cara kerja
Adapun cara kerja yang dilakasankan adalah sebagai berikut:
1.      Timbang detergen dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20 gr
2.      Siapkan gelas plastik dan diisi dengan air 100 ml dan 5 ekor ikan lele
3.      Amati dengn tabel sebagai berikut:
perlakuan
Interval waktu (menit)
0
5
10
15
20



















3.4.Parameter
Parameter pada praktikum ini adalah ikan lele yang kuat



BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil dari pelaksanaan praktikum toksisitas adalah sebagai berikut:
Perlakuan
Interval waktu (menit)
0
5
10
15
20
1
Hidup
Lemah
Lemah
-
-
2
Hidup
Lemah
Mati
-
-
3
Hidup
Mati
-
-
-
4
Hidup
Mati
-
-
-
5
Hidup
Mati
-
-
-

 



4.2. Pembahasan
Hasil yang didapat dari praktikum bahwa pada waktu 0 menit ikan belum menunjukkan respon terhadap detergen tersebut, tetapi menit ke 5 sebagian ikan sudah menunjukkan respon pada pada perlakuan detergen dengan konsentrasi 0, 5 ketiga ikan dalam keadaan lemas. Pada konsentrasi yang tinggi 10, 15, 20gr ketiga ikan tersebut mati. Dan pada menit selanjutnya yaitu pada menit yang ke 10 ikan pada konsentrasi detergen 0 gr lemas dan tidak bergerak tetapi masih hidup, pada konsentrasi 5 gr detergen ikan yang ada di dalam gelas tersebut mati, dan pada konsentrasi detergen 10, 15, 20 gr ikan sudah dalam keadaan berlendir dan malayang di dalam wadah tersebut serta air yang ada di dalam gelas tersebut mengalami perubahan yang tadinya berwarna putih dari detergen berubah menjadi keruh akibat lendir yang ditimbulkan ikan yang telah mati. Pada menit yang ke 15, ikan pada konsentrasi detergen 0gr sudah tidak bergerak lagi artinya ikan tersebut sudah mati, serta ikan pada konsentarsi detergen yang lainnya keadaan ikan sudah terbalik dan melayang serta lendir yang dikeluarkan ikan tersebut semakin banyak. Dan pada menit yang ke 20 semua ikan sudah melayang dan dalam keadaan berlendir serta air menjadi keruh. Matinya ikan pada percobaan ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu tingkat konsentrasi detergen dan kekebalan ikan.
Semakin tinggi konsentrasi detergen maka akan semakin cepat respon ikan terhadap bahan kimia tersebut hal tersebut dikarenakan ikan merupakan mahluk hidup yang memerlukan okdigen untuk bernafas serta memerlukan tempat yang bersih dan higinis untuk melangsungkan hidupnya. Apabila tempat yang digunakan untuk keberlangsungan hidupnya kotor atau tercemar bahan kimia maka ikan tersebut akan terganggu dan sulit untuk mendapatkan udara segar disekitarnya serta ikan tersebut merasa panas terhadap larutan deterjen itu. Bahan kimia yang terkandung di deterjen memiliki sifat panas dan toksik apabila bersentuhan dengan kulit.
Selain dari sifat kimia yang terkandung didalam gelas tersebut kekebalan ikan juga mempengaruhi respon ikan, setiap ikan memiliki kekebalan dan ukuran yang berbeda-beda jadi waktu untuk merespon bahan kimia juga berbeda-beda.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum toksisitas adalah sebagai berikut:
1.      Pestisida yang digantikan detergen merupakan bahan kimia yang bersifat toksisitas
2.      Semakin tinggi konsentrasi pestisida/detergen maka akan semakin toksik pada mahluk hidup khususnya pada perairan
3.       Bahan kimia dapat mencemari air
4.      Ukuran ikan berpengaruh pada tingakat ketahan terhadap detergen
5.      Detergen bersifat panas hingga dapat mematikan ikan

5.2.Saran
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya praktikan harus mempersiapkan ikan yang sama ukuran dan jenis agar dalam percobaan respon ikan terhadap larutan detergen tersebut sama.




DAFTAR PUSTAKA

Afies.2013.Ikan lele clarias .http://afiesh. blogspot. Co .id/ 2013/ 02/ikan-lele-clarias -sp.html. diakses pada tanggal 17 Februari 2016

Fardiaz, Dedi. 1989. Kromatografi Gas Dalam Analisis Pangan. Penerbit IPB.      Bandung

Panut, Djojosurmarto. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Penerbit kanisius. Yogyakarta.

Raini mariana.2007. Toksikologi pestisida dan penanganan akibat kenacunan pestisida.Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 3 Tahun 2007

Sastraatmadja, Entang. 1993. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Alumni. Bandung.

Setiana, Lucie. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Ghalia Indonesia. Jakarta.



Share:

0 komentar:

Post a Comment