Monday, 18 December 2017

Laporan Pestisida - Antraktan

LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM PESTISIDA
ANTRAKTAN









Wahyu Sriningsih
05071181419002



PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2017



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Serangga memiliki cara yang unik untuk berkomunikasi dengan serangga yang lain. Dengan bau atau senyawa kimia serangga saling memberikan informasi, dan mengetahui pasangannya. Zat komunikasi anatar serangga ini adalah feromon dan alelokimia.Feromon adalah zat kimia yang berperan dalam komunikasi antar oraganisme dari spesies yang sama, sedangkan alelokimia adalah zat kimia yang berperan dalam komunikasi antar organisme dari spesies yang berbeda. Alelokimia dibagi menjadi dua yaitu alomon, zat yang menghasilkan keintungan bagi organisme panghasil, dan khairomon, zat yang memberikan keuntungan bagi organisme yang menerima.
Aroma atau bau tertentu juga dapat menarik perhatian serangga. Mereka tertarik pada aroma yang dikeluarkan lawan jenisnya dengan zat tertentu saat akan melakukan kawin. Dengan mengetahui sifat serangga seperti itu maka telah dikembangkan perangkap aroma dengan menggunakan atraktan. Atraktan merupakan bahan pemikat yaitu suatu bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan aktifnya bersifat memikat jasad sasaran yang biasanya khusus untuk serangga tertentu. Penggunaan perangkap aroma merupakan perangkap yang paling banyak digunakan petani terutama untuk pengendalian serangga lalat buah baik pada cabai, mangga dan lain-lain. Contohnya adalah Methyl eugenol dan Minyak Melaleuca Brachteata yang juga dapat digunakan sebagai sex feromon untuk menarik perhatian serangga lalat buah pada cabai.
Berbeda dengan hormon, yang merupakan isyarat internal bagi serangga secara individual, feromon dan alomon merupakan bahan kimia yang disekresi keluar tubuh serangga oleh kelenjar eksokrin sehingga bereaksi di luar tubuh (antar individu). Feromon menjembatani komunikasi individu dalam satu spesies. Kegunaannya beragam mulai dari daya tarik antar kelamin, mencari pasangan, mengisyaratkan bahaya, menandai jejak dan wilayah, serta berbagai interaksi intraspesifik lainnya. Sedangkan allomon merupakan bahan kimia yang bekerja menjembatani komunikasi antar spesies dengan keuntungan bagi penghasil allomonnya. Allomon dipergunakan untuk mengusir predator, membingungkan mangsa, dan memediasi interaksi simbiotik.
     Metil Eugenol merupakan atraktan yang sering digunakan untuk mengendalikan lalat buah  Bactrocera sp. Metil Eugenol sangat dibutuhkan oleh lalat jantan untuk dikonsumsi. Zat ini bersifat volatile atau menguap dan melepaskan aroma wangi dengan radius mencapai 20-100 m, tetapi jika dibantu oleh angin jangkauan bisa mencapai 3 km. Atraktan sintetik sudah banyak beredar dipasaran tetapi harganya cukup  mahal, dapat menimbulkan iritasi pada kulit, dan belum tentu berhasil dalam pengaplikasiannya. Selain dari bahan kimia sintetik, metil eugenol juga dapat dibuat secara langsung dari beberapa tanaman seperti  tanaman cengkeh, kayu putih, daun wangi, dan selasih (Kardinan, 2003).
Atraktan nabati sangat dibutuhkan oleh para petani dan praktisi di bidang hortikultura, khususnya buah-buahan, sehingga teknologi ini sangat dinantikan oleh mereka. Atraktan nabati dapat digunakan di semua lokasi di mana tanaman hortikultura dibudidayakan. Hasil pengujian di beberapa daerah menunjukkan bahwa atraktan nabati ini mampu memerangkap lalat buah per minggunya dalam satu perangkap berkisar dari puluhan, ratusan hingga ribuan, bergantung pada komoditas, cuaca, dan lokasi.
Penggunaan atraktan merupakan cara pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan, karena baik komoditas yang dilindungi maupun lingkungannya tidak terkontaminasi oleh atraktan. Selain itu atraktan ini tidak membunuh serangga bukan sasaran (serangga berguna seperti lebah madu, serangga penyerbuk atau musuh alami hama), karena bersifat spesifik, yaitu hanya memerangkap hama lalat buah, sehingga tidak ada risiko atau dampak negatif dari penggunaannya (Primatani, 2006).

1.2.Tujuan
Tujuan dari praktikum percobaan atraktan kali ini adalah untuk mengetahui keefektifan atraktan (Metil eugenol) dalam menarik serangga khususnya lalat buah di lapangan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lalat Buah (Bactrocera sp.)
Lalat buah (Bactrocera sp.) adalah hama yang banyak menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota ordo Diptera, Famili Tephritidae tersebut kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Sayuran seperti kubis dan seledri pun menjadi target serangan. Bahkan saai ini serangan lalat buah meluas ke tanaman hias adenium dan aglaonema. Lalat buah berukuran 1-6 mm, berkepala besar, berleher sangat kecil. Warnanya sangat bervariasi, kuning cerah, oranye, hitam, cokelat, atau kombinasinya dan bersayap datar. Tepi ujung sayap ada bercak-bercak coklat kekuningan. Abdomennya terdapat pita-pita hitam, sedangkan pada thoraxnya terdapat bercak-bercak kekuningan. Ovipositornya terdiri dari tiga ruas dengan bahan seperti tanduk yang keras. Jumlah telur sekitar 50-100 butir. Setelah 2-5 hari, telur akan menetas dan menjadi larva. Larva tersebut akan membuat terowongan di dalam buah dan memakan dagingnya selama lebih kurang 4-7 hari. Larva yang telah dewasa meninggalkan buah dan jatuh di atas tanah, kemudian membuat terowongan sedalam 2-5 cm dan berubah menjadi pupa. Lama masa pupa 3-5 hari. Lalat dewasa keluar dari dalam pupa, dan kurang dari satu menit langsung bisa terbang. Total daur hidupnya antara 23-34 hari, tergantung cuaca. Dalam waktu satu tahun lalat ini diperkirakan menghasilkan 8-10 generasi.
Lalat buah sering menyerang dan menghancurkan tanaman saat musim penghujan karena kelembapan memicu pupa untuk keluar menjadi lalat dewasa Lalat betina menusuk buah atau sayur mengunakan ovipositornya untuk meletakkan telurnya dalam lapisan epidermis. Setelah telur menetas, larva akan menggerek buah dan menyebabkan buah membusuk di bagian dalam. Bila diamati, pada buah yang terserang akan tampak lubang kecil kehitaman bekas tusukan. Buah menjadi rusak, lembek, busuk dan akhirnya rontok. Lalat buah juga meletakkan telurnya tidak hanya di dalam buah, tetapi juga pada bunga dan batang. Batang yang terserang menjadi benjolan seperti bisul sehingga buah yang dihasilkan kecil-kecil dan menguning (Kurnianto 2013).
           Tingginya harga buah dan sayuran impor memberikan peluang bagi buah-buahan dan sayuran lokal untuk bersaing di pasaran, namun karena kualitas buah dan sayuran yang masih rendah membuat peluang tersebut terhambat. Salah satu penyebab rendahnya kualitas buah dan sayuran lokal adalah adanya serangan hama lalat buah Bactrocera. Lalat buah merupakan salah satu hama utama pada tanaman hortikultura, lebih dari 100 jenis tanaman hortikultura menjadi sasaran serangannya. Sekitar 40% larva lalat buah juga hidup dan berkembang pada tanaman famili asteraceae (Compositae), selebihnya hidup pada tanaman famili lainnya atau menjadi penggorok pada daun, batang dan jaringan akar. Kerugian yang diakibatkannya bisa mencapai 30 – 60 % (Kuswadi 2001).

Upaya untuk mendukung program pengendalian antara lain :
1.      Peraturan dan Kebijakan
Landasan kebijaksanaan pemerintah dalam perlindungan tanaman didasarkan pada pendekatan system PHT yang dibutuhkan dalam undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1995 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/OT.210/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT.
2.      Pembungkusan.
Pemberongsongan dimaksudkan untuk mencegah serangan lalat buah betina dalam meletakkan telurnya pada buah yang masih muda hingga buah menjelang tua/masak. Usaha pembungkusan buah dalam areal kebun yang sangat luas, pohonnya tinggi dan berbuah lebat untuk mencegah agar tidak terserang lalat buah adalah kurang praktis.
3.      Pemerangkapan
Penggunaan perangkap dengan umpan sebenarnya ditujukan untuk memantau populasi lalat buah yang ada di lapangan atau mendeteksi spesies lalat buah. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan atraktan akan berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang banyak. Atraktan yang digunakan berupa bahan kimia sintetis yang dapat mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti aroma buah atau bau wewangian berahi lalat betina. Perangkap yang berisi atraktan yang sudah dicampur dengan insektisida akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menyebankan lalat buah mati karena karena pengaruh insektisida. Atraktan dapat pula diletakkan dalam perangkap yang diberi perekat sehingga lalat buah yang tertarik pada atraktan akan mati karena menempel pada perangkap tersebut.
4.      Sanitasi
Bertujuan untuk memutus atau mengganggu daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara menggumpulkan buah-buah terserang, baik yang gugur maupun yang masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah. Pengendalian lalat buah dengan cara sanitasi, hasilnya akan lebih efektif apabila dilakukan oleh seluruh petani pada suatu hamparan yang cukup luas dan secara bersamaan.
5.       Pemanfaatan Musuh Alami.
Pengendalian secara biologis (pemanfaatan musuh alami atau agens hayati) menggunakan parasitoid maupun predator, untuk mengendalikan atau menekan populasi lalat buah sudah banyak dilakukan, tetapi belum diterapkan di Indonesia. Malaysia telah banyak memanfaatkan parasit dari famili Braconidae yang mempunyai potensi parasitasi sebesar 57%, sedangkan di Italia potensinya 80-90%. Parasitoid yang sudah diidentifikasi di Indonesia adalah Fopius (Biosteres sp) danOpius sp (famili Braconidae), Fopius sp dapat ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga, belimbing dan jambu biji dengan parasitasi 5,17-10,31% sedangkan Opius sp banyak ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga dengan tingkat parasitasi 0-6,8%. Diachasmimorpha kraussii (Hymenoptera : Braconidae) dilaporkan sebagai parasitoid larva lalat buah  Bactrocera tryoni (Froggatt),  B.neohumeralis,  B cacuminata, B. Jarvisi, B. Kraussi, B. Halforgiae dan B. Melas, dan beberapa spesies lalat buah endemik lainnya di Australia.
6.      Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Ragi pada Pertanaman Mangga
Pengendalian dengan campuran air suling selasih dan ragi terhadap lalat buah pada tanaman mangga dilakukan di Desa Jatipamor Majalengka. Mekanisme terperangkapnya B. dorsalis ke dalam perangkap terlihat bahwa B. dorsalis yang masuk ke dalam perangkap akan langsung terbang dan hinggap ke permukaan kapas yang telah ditetesi atraktan. B. dorsalis tersebut selanjutnya akan berjalan-jalan mengelilingi kapas dengan periode waktu yang tidak tertentu. Beberapa saat kemudian B. dorsalis tersebut terbang berputar-putar dan berusaha hinggap di dinding bagian dalam perangkap (Kardinan et al. 1999). Berdasarkan pengamatan di lapangan selama 8 kali pengamatan. Perlakuan kontrol (air suling selasih) hanya dapat menarik B. dorsalis jantan saja, hal ini menunjukan bahwa B. dorsalis jantan sangat tertarik pada metil eugenol yang terkandung dalam air suling selasih. Perlakuan yang menggunakan pencampuran ragi dengan air suling selasih terdapat beberapa perlakuan yang dapat menangkap B. dorsalis betina, hal ini menunjukan bahwa ragi mengandung protein yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan maupun betina sebagai makanannya. Putra (1997) menyatakan bahwa protein dibutuhkan lalat buah untuk kematangan seksual dan produksi telurnya.
7.      Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan BungaSpathiphyllum sp. pada Pertanaman Jambu
Pemakaian air suling bunga Spathiphyllum sp. sebagai bahan campuran untuk air suling selasih yang digunakan untuk atraktan lalat buah menimbulkan efek antagonis terhadap tangkapan lalat buah.

            Metil eugenol merupakan zat yang bersifat volatile atau menguap dan melepaskan aroma wangi. Metil eugenol adalah turunan dari eugenol. Eugenol memiliki nama lain yaitu: 2-metoksi-4-(propenilfenol, 4-allil-2-metoksi-fenol,alliguakol, asam eugenat, asam kariofilat. Rumus molekul metil eugenol adalah C6H12O2 dengan bobot molekul 164,20, atom C 73,14%; H 7,37%; O 19,49% terdapat dalam berbagai bahan alami baik pada ekstrak daun dan bunga selasih (Tan 2006). Sifat fisik dari metil eugenol yaitu cairan yang berwarna kuning muda atau tidak berwarna, akan menjadi gelap jika lama terkena udara (oksidasi). Berbau seperti cengkeh dan rasanya tajam eugenol termasuk senyawa terpen. Terpen merupakan molekul paling lemah dan mudah menguap. Tingkah laku serangga seperti mencari makanan, meletakkan telur, dan berhubungan seksual dikendalikan dan dirangsang oleh bahan kimia yang dikenal sebagai semiocemicals. Salah satu dari semiocemicals yang dapat merangsang alats ensdorik (olfactory) serangga adalah metil eugenol yang merupakan attractan lalat buah. Pengguaan attractantdengan menggunakan bahan metal eugenol merupakan pengendali yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif (Kardinan 2003).
 Metil eugenol merupakanfood lure atau bahan makanan yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan untuk dikonsumsi. Jika mencium aroma metal eugenol, lalat buah berusaha untuk mencari sumber aroma tersebut dan memakannya. Radius attractant dari metal eugenol ini mencapai 20-100 m, tetapi jika dibantu angin, jangkauan dapat mencapai 3 km (Kardinan 2003). Dalam tubuh lalat buah jantan, metil eugenol diproses menjadi zat pemikat yang berguna dalam proses perkawinan. Dalam proses perkawinan tersebut, lalat buah betina memilih lalat buah jantan yang telah mengkonsumsi metil eugenol karena lalat buah jantan tersebut mampu mengeluarkan aroma yang berfungsi sebagai sex pheromone (daya pikat seksual) (Kardinan 2003). Hasil metabolis ini disimpan rectal gland kemudian dilepaskan pada waktu kawin pada sore hari sebagai komponen sex pheromone (Tan 2006). Sex pheromone tidak selalu dihasilkan oleh serangga betina. Pheromone bukan menghasilkan respon terhadap seks saja, tetapi juga menghasilkan senyawa-senyawa lainnya.
           Methyl Eugenol merupakan senyawa kimia organik yang mempunyai aroma khas mirip feromon (bau-bauan yang dikeluarkan oleh lalat betina). Bahan berbentuk cairan bening itu dijadikan umpan untuk menarik kehadiran lalat buah jantan. Caranya, kapas yang sebelumnya sudah ditetesi insektisida ditetesi Methyl Eugenol, kemudian ditaruh dalam botol aqua. Perangkap dari botol itu lalu digantungkan pada cabang pohon mangga. Lalat buah jantan yang mencium aromaMethyl Eugenol akan datang memasuki botol perangkap, karena mengira ada lalat buah betina di dalamnya. Lalat itu akan mengerumuni kapas sumber bau. Dan karena kapas itu juga beracun (karena ditetesi insektisida) semakin lama lalat menghisap feromon akan semakin banyak juga racun yang masuk ke dalam tubuhnya, hingga akhirnya mati (Kuderi 2013).

2.2 Tanaman Sawo

Klasifikasi Buah Sawo ( Acrhras zapota. L) 

Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

Ordo : Ebenales

Famili : Sapotaceae

Genus : Achras atau Manilkara

Spesies : Acrhras zapota. L sinonim dengan Manilkara achras

            Indonesia kaya akan beragam jenis buah-buahan, baik jenis buah asli Indonesia ataupun buah yang berasal dari luar yang dikembangkan di Indonesia. Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah berupa yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Mexico dan Hindia Barat. Namun di Indonesia, tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 m dpl, seperti di Jawa dan Madura. Tetapi ada daerah-daerah yang cocok sehingga tanaman sawo dapat berkembang dan berproduksi dengan baik, yaitu dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 700 m dpl. Citra rasa manis dan masirnya sawo menjadikan buah ini banyak disukai orang. Dibalik rasa manis dan masir yang dimiliki buah sawo, buah sawo ini terkandung zat gizi serta manfaat yang penting bagi kesehatan tubuh manusia. Tanaman sawo dapat dicirikan tinggi pohon mencapai 15 – 20 meter, merimbun dan tahan kekeringan. Kayu pohonnya sangat bagus untuk dibuat ukiran dan harganya mahal. Memiliki buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan.


BAB 3
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum pestisida yang berjudul antraktan ini dilaksanakan pada hari senin 15 Februari 2016 bertempat di ruang seminar jurusan Hama Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

3.2. Alat dan bahan
Adapun alat dan bahan Yng digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1) aqua botol 1,5 L 2) metil eugenol 3) Kapas 4) Jarum suntik 5) Cutter 6) Tali rafia 7) Alat tulis

3.3 Cara kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Siapkan alat dan bahan yang digunakan
2.      Potong aqua botol 1,5 L menjadi 2 bagian, pemotongan dilakukan dekat dengan pembatas bagian atas
3.      Satukan bagian potongan tadi secar terbalik
4.      Siapkan kapas dan taruh metil eugenol dengan menggunkaan jarum suntik s
5.      Tutup bagian sambungan dengan menggunakan solasi
6.      Gantung alat tersebut di pohon sawo, peletakkan alat disesuaikan dengan pohon, jangan terlalu tinggi dan jangan juga terlalu rendah
7.      Amati setiap hari selama satu minggu
8.      Catat hasil tangkapan lalat buah disetiap harinya serta kumpulkan diwadah tersendiri

3.4. Parameter
Adapun parameter yang diamati pada praktikum ini adalah lalat buah

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil yang  didapatkan pada apraktikum ini adalah sebagai berikut:
No
konsentarsi
Pengamatan hari ke (Lalat buah)
Rata-rata
1
2
3
4
5
1
0,5ml (sawo)
37
55
63
71
103
65,8 ekor
2
1 ml (belimbing)
35
42
47
53
59
47,2 ekor
3
1,5 ml






4
0,5 ml (jambu biji)
40
36
55
31
20
36,4 ekor
5
1 ml (kelengkeng)
40
100
150
180
195
133 ekor
6
1,5 ml (jambu air)
30
39
48
60
80
51,4 ekor





4.2. Pembahasan
            Lalat buah yang paling banyak terperangka pada praktikum kali ini  adalah pada pohon kelengkeng yaitu dengan rata-rata lalat buah yang tertangkap 133 ekor, dan yang paling sedikit pada pohon ... dengan rata-rata lalat buah yang terperangkap ... ekor.
             Kehadiran lalat buah pada buah pada suatu habitat dipengaruhi oleh adanya suatu variasi bau makanan, warna, rasa dan ukuran buah yang disukai oleh lalat  tersebut. Akan tetapi kehadiran dan serangan lalat buah pada buah-buahan dapat di pengaruhi oleh adanya struktur kulit buah yang keras, liat dan tebal yang menyulitkan serangan lalat buah untuk dapat menusukkan telurnya ke dalam daging buah, seperti dinyatakan oleh Putra (1997) bahwa spesies lalat buah menyerang tanaman inangnya yang mempunyai tekstur permukaan buah yang tidak keras atau lunak.   
Tanaman disekitar perangkap sebagian besar bertekstur lunak seperti sawo, jambu air, belimbing, .... dan sehingga memungkinkan datangnya lalat buah yang banyakberbeda halnya dengan kelengkeng yang berkulit keras. Tetapi pada praktikum kali ini perangkap di pohon kelengkeng paling banyak ditemukan lalat buah hal tersebut dikarenakan pohon kelengkeng berdekatan dengan pohon belimbing dan pohon sawo dan juga konsentrasi metil eugenol yang tinggi yaitu dengan konsentrasi 1 ml juga sangat mempengaruhi lalat buah untuk terperangkap. Pada  perangkap dipohon ... lalat buah yang terperangkap sedikit hal tersebut dikarenakan ... yang ada disekitar belum ada yang masak dan masih keras serta konsentrasi metil eugenol tidak terlalu banyak.
            lalat buah  yang ditemukan dalam praktikum dan diidentifikasi adalah berjenis kelamin jantan. Ciri-ciri yang membedakan antara lalat buah jantan dan  betina adalah pada ujung abdomen lalat buah jantan tidak terdapat ovipositor, sedangkan lalat buah betina memiliki ovipositor. Ovipositor ini digunakan sebagai alat peletakan telur pada lalat betina.Kuswandi (2001) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jenis lalat buat buah yang tertangkap dengan menggunakan perangkap beratraktan metil euganol adalah lalat buah  jantan karena pada dasarnya Methyl Eugenol merupakan senyawa kimia organik yang mempunyai aroma khas mirip feromon (bau-bauan yang dikeluarkan oleh lalat betina).


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum ini adalah sebagia berikut:
1.      Lalat buah merupakan salah satu serangga yang sangat merugikan petani
2.      Metil eugenol merupakan zat yang menyerupai bau lalat buah betina
3.      Tanaman kelengkeng banyak terserang lalat buah
4.      Semakin banyak metil eugenol yang diaplikasikan maka semakin banyak lalat buah yang terperangkap
5.      Pengendalian lalat buah dengan menggunakan perangkap hayati

5.2 Saran
Adapun sran yang disampaikan untuk praktikan bahwa praktikan harus tepat meletakkan alat perangkap tersebut agar lalat buah yang kita harapkan bisa tertangkap serta praktikan harus benar-bena teliti dalam menghitung lalat buah tersebuat agar bisa membandingkan dari hari pertama sampai hari yang terakhir.



DAFTAR PUSTAKA
Artayasa, et al . 2000. Spesies dan Inang Lalat Buah Pada Buah Yang Diperdagangkan di Pasar Baratais Sweta. Laporan Penelitian. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
Bangun F A. 2012. Jenis atraktan petrogenol dan metilat serta perbedaan bentuk perangkap dalam mengendalikan lalat buah ( Bactrocera dorsalis Hend.) pada tanaman jeruk di lapangan.Repository. Universitas Sumatra Utara.
Destina Y. 2013. Metil eugenol sebagai perangkap lalat buah [internet]. [diunduh 2014 Mei 07]. Tersedia pada http:// balittra.litbang. deptan.go.id/index .php?option=com_ content&view=article&id=1197&Itemid=10.
Foottit Rg, Adler PH. 2009. Insect Biodiversity: Science and Society. United States: Blackwell Publishing.
Kardinan. 2003. Pengendalian Hama Lalat Buah. Bogor (ID): Agromedia Pustaka.
Kardinan A M. Iskandar, S. Rusli, dan Makmun. 1999. Potensi daun selasih (Ocimum sanctum) sebagai atraktan nabati untuk pengendali hama lalat buah Bactrocera dorsalis [Makalah] Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor, 9-10 November 1999.
Kuderi. 2013. Mengurangi populasi lalat buah dengan methyl eugenol[Internet]. [diunduh 2014 Mei 6]. Tersedia pada    http://nahjoy. com/2013/12/21/mengurangi -populasi-lalat-buah-dengan-methyl-eugenol/
Kurnianti N. 2013. Lalat buah (Bactrocera sp.) [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 6]. Tersedia pada http://www.tanijogonegoro.com/2013 /05/lalat-buah.html.

Kuswandi A N. 2001. Pengendalian terpadu hama lalat buah di sentra produksi mangga Kabupaten Takalar dengan teknik serangga mandul (TSM)[Makalah] disampaikan pada Apresiasi Penerapan Teknologi Pengendalian Lalat Buah. Cisarua, 22 mei 2013.
Share:

0 komentar:

Post a Comment