LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM PESTISIDA
ANTRAKTAN
Wahyu
Sriningsih
05071181419002
PROGAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
INDRALAYA
2017
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Serangga
memiliki cara yang unik untuk berkomunikasi dengan serangga yang lain. Dengan
bau atau senyawa kimia serangga saling memberikan informasi, dan mengetahui
pasangannya. Zat komunikasi anatar serangga ini adalah feromon dan
alelokimia.Feromon adalah zat kimia yang berperan dalam komunikasi antar
oraganisme dari spesies yang sama, sedangkan alelokimia adalah zat kimia yang
berperan dalam komunikasi antar organisme dari spesies yang berbeda. Alelokimia
dibagi menjadi dua yaitu alomon, zat yang menghasilkan keintungan bagi
organisme panghasil, dan khairomon, zat yang memberikan keuntungan bagi
organisme yang menerima.
Aroma atau bau
tertentu juga dapat menarik perhatian serangga. Mereka tertarik pada aroma yang
dikeluarkan lawan jenisnya dengan zat tertentu saat akan melakukan kawin.
Dengan mengetahui sifat serangga seperti itu maka telah dikembangkan perangkap
aroma dengan menggunakan atraktan. Atraktan merupakan bahan pemikat yaitu suatu
bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan aktifnya bersifat memikat
jasad sasaran yang biasanya khusus untuk serangga tertentu. Penggunaan
perangkap aroma merupakan perangkap yang paling banyak digunakan petani
terutama untuk pengendalian serangga lalat buah baik pada cabai, mangga dan
lain-lain. Contohnya adalah Methyl eugenol dan Minyak Melaleuca Brachteata yang
juga dapat digunakan sebagai sex feromon untuk menarik perhatian serangga lalat
buah pada cabai.
Berbeda dengan hormon, yang merupakan isyarat internal bagi serangga secara individual, feromon dan alomon merupakan bahan kimia yang disekresi keluar tubuh serangga oleh kelenjar eksokrin sehingga bereaksi di luar tubuh (antar individu). Feromon menjembatani komunikasi individu dalam satu spesies. Kegunaannya beragam mulai dari daya tarik antar kelamin, mencari pasangan, mengisyaratkan bahaya, menandai jejak dan wilayah, serta berbagai interaksi intraspesifik lainnya. Sedangkan allomon merupakan bahan kimia yang bekerja menjembatani komunikasi antar spesies dengan keuntungan bagi penghasil allomonnya. Allomon dipergunakan untuk mengusir predator, membingungkan mangsa, dan memediasi interaksi simbiotik.
Berbeda dengan hormon, yang merupakan isyarat internal bagi serangga secara individual, feromon dan alomon merupakan bahan kimia yang disekresi keluar tubuh serangga oleh kelenjar eksokrin sehingga bereaksi di luar tubuh (antar individu). Feromon menjembatani komunikasi individu dalam satu spesies. Kegunaannya beragam mulai dari daya tarik antar kelamin, mencari pasangan, mengisyaratkan bahaya, menandai jejak dan wilayah, serta berbagai interaksi intraspesifik lainnya. Sedangkan allomon merupakan bahan kimia yang bekerja menjembatani komunikasi antar spesies dengan keuntungan bagi penghasil allomonnya. Allomon dipergunakan untuk mengusir predator, membingungkan mangsa, dan memediasi interaksi simbiotik.
Metil Eugenol merupakan atraktan yang
sering digunakan untuk mengendalikan lalat buah Bactrocera sp. Metil
Eugenol sangat dibutuhkan oleh lalat jantan untuk dikonsumsi. Zat ini bersifat
volatile atau menguap dan melepaskan aroma wangi dengan radius mencapai 20-100
m, tetapi jika dibantu oleh angin jangkauan bisa mencapai 3 km. Atraktan
sintetik sudah banyak beredar dipasaran tetapi harganya cukup mahal,
dapat menimbulkan iritasi pada kulit, dan belum tentu berhasil dalam
pengaplikasiannya. Selain dari bahan kimia sintetik, metil eugenol juga dapat
dibuat secara langsung dari beberapa tanaman seperti tanaman cengkeh,
kayu putih, daun wangi, dan selasih (Kardinan, 2003).
Atraktan nabati
sangat dibutuhkan oleh para petani dan praktisi di bidang hortikultura,
khususnya buah-buahan, sehingga teknologi ini sangat dinantikan oleh mereka.
Atraktan nabati dapat digunakan di semua lokasi di mana tanaman hortikultura
dibudidayakan. Hasil pengujian di beberapa daerah menunjukkan bahwa atraktan
nabati ini mampu memerangkap lalat buah per minggunya dalam satu perangkap
berkisar dari puluhan, ratusan hingga ribuan, bergantung pada komoditas, cuaca,
dan lokasi.
Penggunaan
atraktan merupakan cara pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan,
karena baik komoditas yang dilindungi maupun lingkungannya tidak terkontaminasi
oleh atraktan. Selain itu atraktan ini tidak membunuh serangga bukan sasaran
(serangga berguna seperti lebah madu, serangga penyerbuk atau musuh alami
hama), karena bersifat spesifik, yaitu hanya memerangkap hama lalat buah,
sehingga tidak ada risiko atau dampak negatif dari penggunaannya (Primatani,
2006).
1.2.Tujuan
Tujuan
dari praktikum percobaan atraktan kali ini adalah untuk mengetahui keefektifan
atraktan (Metil eugenol) dalam menarik serangga khususnya lalat buah di
lapangan.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Lalat Buah (Bactrocera sp.)
Lalat buah (Bactrocera
sp.) adalah hama yang banyak menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota
ordo Diptera, Famili Tephritidae tersebut kerap menggagalkan panen yang dinanti
petani buah dan sayur. Sayuran seperti kubis dan seledri pun menjadi target
serangan. Bahkan saai ini serangan lalat buah meluas ke tanaman hias adenium
dan aglaonema. Lalat buah berukuran 1-6 mm, berkepala besar, berleher sangat
kecil. Warnanya sangat bervariasi, kuning cerah, oranye, hitam, cokelat, atau
kombinasinya dan bersayap datar. Tepi ujung sayap ada bercak-bercak coklat
kekuningan. Abdomennya terdapat pita-pita hitam, sedangkan pada thoraxnya
terdapat bercak-bercak kekuningan. Ovipositornya terdiri dari tiga ruas dengan
bahan seperti tanduk yang keras. Jumlah telur sekitar 50-100 butir. Setelah 2-5
hari, telur akan menetas dan menjadi larva. Larva tersebut akan membuat
terowongan di dalam buah dan memakan dagingnya selama lebih kurang 4-7 hari.
Larva yang telah dewasa meninggalkan buah dan jatuh di atas tanah, kemudian
membuat terowongan sedalam 2-5 cm dan berubah menjadi pupa. Lama masa pupa 3-5
hari. Lalat dewasa keluar dari dalam pupa, dan kurang dari satu menit langsung
bisa terbang. Total daur hidupnya antara 23-34 hari, tergantung cuaca. Dalam
waktu satu tahun lalat ini diperkirakan menghasilkan 8-10 generasi.
Lalat buah
sering menyerang dan menghancurkan tanaman saat musim penghujan karena
kelembapan memicu pupa untuk keluar menjadi lalat dewasa Lalat betina menusuk
buah atau sayur mengunakan ovipositornya untuk meletakkan telurnya dalam
lapisan epidermis. Setelah telur menetas, larva akan menggerek buah dan
menyebabkan buah membusuk di bagian dalam. Bila diamati, pada buah yang
terserang akan tampak lubang kecil kehitaman bekas tusukan. Buah menjadi rusak,
lembek, busuk dan akhirnya rontok. Lalat buah juga meletakkan telurnya tidak
hanya di dalam buah, tetapi juga pada bunga dan batang. Batang yang terserang
menjadi benjolan seperti bisul sehingga buah yang dihasilkan kecil-kecil dan
menguning (Kurnianto 2013).
Tingginya
harga buah dan sayuran impor memberikan peluang bagi buah-buahan dan sayuran
lokal untuk bersaing di pasaran, namun karena kualitas buah dan sayuran yang
masih rendah membuat peluang tersebut terhambat. Salah satu penyebab rendahnya
kualitas buah dan sayuran lokal adalah adanya serangan hama lalat buah Bactrocera.
Lalat buah merupakan salah satu hama utama pada tanaman hortikultura, lebih
dari 100 jenis tanaman hortikultura menjadi sasaran serangannya. Sekitar 40%
larva lalat buah juga hidup dan berkembang pada tanaman famili asteraceae
(Compositae), selebihnya hidup pada tanaman famili lainnya atau menjadi
penggorok pada daun, batang dan jaringan akar. Kerugian yang diakibatkannya
bisa mencapai 30 – 60 % (Kuswadi 2001).
Upaya untuk mendukung program
pengendalian antara lain :
1. Peraturan
dan Kebijakan
Landasan kebijaksanaan pemerintah dalam perlindungan
tanaman didasarkan pada pendekatan system PHT yang dibutuhkan dalam
undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan
Pemerintah Nomor 6 tahun 1995 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/OT.210/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian
OPT.
2. Pembungkusan.
Pemberongsongan dimaksudkan untuk mencegah serangan
lalat buah betina dalam meletakkan telurnya pada buah yang masih muda hingga
buah menjelang tua/masak. Usaha pembungkusan buah dalam areal kebun yang sangat
luas, pohonnya tinggi dan berbuah lebat untuk mencegah agar tidak terserang
lalat buah adalah kurang praktis.
3. Pemerangkapan
Penggunaan perangkap dengan umpan sebenarnya ditujukan
untuk memantau populasi lalat buah yang ada di lapangan atau mendeteksi spesies
lalat buah. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan atraktan akan
berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang
banyak. Atraktan yang digunakan berupa bahan kimia sintetis yang dapat
mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti aroma buah atau bau
wewangian berahi lalat betina. Perangkap yang berisi atraktan yang sudah dicampur
dengan insektisida akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap
karena aroma atraktan dan akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam
perangkap karena aroma atraktan dan akan menyebankan lalat buah mati karena
karena pengaruh insektisida. Atraktan dapat pula diletakkan dalam perangkap
yang diberi perekat sehingga lalat buah yang tertarik pada atraktan akan mati
karena menempel pada perangkap tersebut.
4. Sanitasi
Bertujuan untuk memutus atau mengganggu daur hidup
lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah
dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara menggumpulkan buah-buah
terserang, baik yang gugur maupun yang masih berada dipohon, kemudian
dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah. Pengendalian lalat
buah dengan cara sanitasi, hasilnya akan lebih efektif apabila dilakukan oleh
seluruh petani pada suatu hamparan yang cukup luas dan secara bersamaan.
5. Pemanfaatan Musuh Alami.
Pengendalian secara biologis (pemanfaatan musuh alami
atau agens hayati) menggunakan parasitoid maupun predator, untuk mengendalikan
atau menekan populasi lalat buah sudah banyak dilakukan, tetapi belum
diterapkan di Indonesia. Malaysia telah banyak memanfaatkan parasit dari famili
Braconidae yang mempunyai potensi parasitasi sebesar 57%, sedangkan di Italia
potensinya 80-90%. Parasitoid yang sudah diidentifikasi di Indonesia
adalah Fopius (Biosteres sp) danOpius sp
(famili Braconidae), Fopius sp dapat ditemukan pada lalat buah
yang menyerang mangga, belimbing dan jambu biji dengan parasitasi 5,17-10,31%
sedangkan Opius sp banyak ditemukan pada lalat buah yang
menyerang mangga dengan tingkat parasitasi 0-6,8%. Diachasmimorpha
kraussii (Hymenoptera : Braconidae) dilaporkan sebagai parasitoid
larva lalat buah Bactrocera tryoni (Froggatt), B.neohumeralis,
B cacuminata, B. Jarvisi, B.
Kraussi, B. Halforgiae dan B. Melas, dan beberapa spesies lalat buah
endemik lainnya di Australia.
6. Pengendalian
Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Ragi pada Pertanaman Mangga
Pengendalian dengan campuran air suling selasih dan
ragi terhadap lalat buah pada tanaman mangga dilakukan di Desa Jatipamor
Majalengka. Mekanisme terperangkapnya B. dorsalis ke dalam
perangkap terlihat bahwa B. dorsalis yang masuk ke dalam
perangkap akan langsung terbang dan hinggap ke permukaan kapas yang telah
ditetesi atraktan. B. dorsalis tersebut selanjutnya akan
berjalan-jalan mengelilingi kapas dengan periode waktu yang tidak tertentu.
Beberapa saat kemudian B. dorsalis tersebut terbang berputar-putar
dan berusaha hinggap di dinding bagian dalam perangkap (Kardinan et al. 1999).
Berdasarkan pengamatan di lapangan selama 8 kali pengamatan. Perlakuan kontrol
(air suling selasih) hanya dapat menarik B. dorsalis jantan
saja, hal ini menunjukan bahwa B. dorsalis jantan sangat
tertarik pada metil eugenol yang terkandung dalam air suling selasih. Perlakuan
yang menggunakan pencampuran ragi dengan air suling selasih terdapat beberapa
perlakuan yang dapat menangkap B. dorsalis betina, hal ini
menunjukan bahwa ragi mengandung protein yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan
maupun betina sebagai makanannya. Putra (1997) menyatakan bahwa protein
dibutuhkan lalat buah untuk kematangan seksual dan produksi telurnya.
7. Pengendalian
Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan BungaSpathiphyllum sp. pada
Pertanaman Jambu
Pemakaian air suling bunga Spathiphyllum sp.
sebagai bahan campuran untuk air suling selasih yang digunakan untuk atraktan
lalat buah menimbulkan efek antagonis terhadap tangkapan lalat buah.
Metil
eugenol merupakan zat yang bersifat volatile atau menguap dan
melepaskan aroma wangi. Metil eugenol adalah turunan dari eugenol. Eugenol
memiliki nama lain yaitu: 2-metoksi-4-(propenil) fenol,
4-allil-2-metoksi-fenol,alliguakol, asam eugenat,
asam kariofilat. Rumus molekul metil eugenol adalah C6H12O2 dengan bobot
molekul 164,20, atom C 73,14%; H 7,37%; O 19,49% terdapat dalam berbagai bahan
alami baik pada ekstrak daun dan bunga selasih (Tan 2006). Sifat fisik dari
metil eugenol yaitu cairan yang berwarna kuning muda atau tidak berwarna, akan
menjadi gelap jika lama terkena udara (oksidasi). Berbau seperti cengkeh dan
rasanya tajam eugenol termasuk senyawa terpen. Terpen merupakan molekul paling
lemah dan mudah menguap. Tingkah laku serangga seperti mencari makanan,
meletakkan telur, dan berhubungan seksual dikendalikan dan dirangsang oleh
bahan kimia yang dikenal sebagai semiocemicals. Salah satu
dari semiocemicals yang dapat merangsang alats ensdorik (olfactory)
serangga adalah metil eugenol yang merupakan attractan lalat
buah. Pengguaan attractantdengan menggunakan bahan metal eugenol
merupakan pengendali yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif (Kardinan
2003).
Metil eugenol merupakanfood lure atau
bahan makanan yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan untuk dikonsumsi. Jika
mencium aroma metal eugenol, lalat buah berusaha untuk mencari sumber aroma
tersebut dan memakannya. Radius attractant dari metal eugenol
ini mencapai 20-100 m, tetapi jika dibantu angin, jangkauan dapat mencapai 3 km
(Kardinan 2003). Dalam tubuh lalat buah jantan, metil eugenol diproses menjadi
zat pemikat yang berguna dalam proses perkawinan. Dalam proses perkawinan
tersebut, lalat buah betina memilih lalat buah jantan yang telah mengkonsumsi
metil eugenol karena lalat buah jantan tersebut mampu mengeluarkan aroma yang
berfungsi sebagai sex pheromone (daya pikat seksual) (Kardinan
2003). Hasil metabolis ini disimpan rectal gland kemudian
dilepaskan pada waktu kawin pada sore hari sebagai komponen sex
pheromone (Tan 2006). Sex pheromone tidak selalu
dihasilkan oleh serangga betina. Pheromone bukan menghasilkan
respon terhadap seks saja, tetapi juga menghasilkan senyawa-senyawa lainnya.
Methyl
Eugenol merupakan senyawa kimia organik yang mempunyai
aroma khas mirip feromon (bau-bauan yang dikeluarkan oleh lalat betina). Bahan
berbentuk cairan bening itu dijadikan umpan untuk menarik kehadiran lalat buah
jantan. Caranya, kapas yang sebelumnya sudah ditetesi insektisida
ditetesi Methyl Eugenol, kemudian ditaruh dalam botol aqua.
Perangkap dari botol itu lalu digantungkan pada cabang pohon mangga. Lalat buah
jantan yang mencium aromaMethyl Eugenol akan datang memasuki botol
perangkap, karena mengira ada lalat buah betina di dalamnya. Lalat itu akan
mengerumuni kapas sumber bau. Dan karena kapas itu juga beracun (karena
ditetesi insektisida) semakin lama lalat menghisap feromon akan
semakin banyak juga racun yang masuk ke dalam tubuhnya, hingga akhirnya mati
(Kuderi 2013).
2.2 Tanaman
Sawo
Klasifikasi Buah Sawo ( Acrhras zapota. L)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo : Ebenales
Famili : Sapotaceae
Genus : Achras atau Manilkara
Spesies : Acrhras zapota. L sinonim dengan Manilkara achras
Indonesia kaya akan beragam jenis buah-buahan, baik jenis buah asli Indonesia ataupun buah yang berasal dari luar yang dikembangkan di Indonesia. Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah berupa yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Mexico dan Hindia Barat. Namun di Indonesia, tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 m dpl, seperti di Jawa dan Madura. Tetapi ada daerah-daerah yang cocok sehingga tanaman sawo dapat berkembang dan berproduksi dengan baik, yaitu dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 700 m dpl. Citra rasa manis dan masirnya sawo menjadikan buah ini banyak disukai orang. Dibalik rasa manis dan masir yang dimiliki buah sawo, buah sawo ini terkandung zat gizi serta manfaat yang penting bagi kesehatan tubuh manusia. Tanaman sawo dapat dicirikan tinggi pohon mencapai 15 – 20 meter, merimbun dan tahan kekeringan. Kayu pohonnya sangat bagus untuk dibuat ukiran dan harganya mahal. Memiliki buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan.
BAB 3
METODOLOGI
3.1. Waktu
dan Tempat
Praktikum
pestisida yang berjudul antraktan ini dilaksanakan pada hari senin 15 Februari
2016 bertempat di ruang seminar jurusan Hama Penyakit Tanaman, Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya
3.2. Alat
dan bahan
Adapun alat
dan bahan Yng digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1) aqua
botol 1,5 L 2) metil eugenol 3) Kapas 4) Jarum suntik 5) Cutter 6) Tali rafia
7) Alat tulis
3.3 Cara
kerja
Adapun cara
kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat
dan bahan yang digunakan
2. Potong aqua
botol 1,5 L menjadi 2 bagian, pemotongan dilakukan dekat dengan pembatas bagian
atas
3. Satukan
bagian potongan tadi secar terbalik
4. Siapkan
kapas dan taruh metil eugenol dengan menggunkaan jarum suntik s
5.
Tutup bagian sambungan dengan
menggunakan solasi
6.
Gantung alat tersebut di pohon sawo,
peletakkan alat disesuaikan dengan pohon, jangan terlalu tinggi dan jangan juga
terlalu rendah
7.
Amati setiap hari selama satu minggu
8.
Catat hasil tangkapan lalat buah
disetiap harinya serta kumpulkan diwadah tersendiri
3.4. Parameter
Adapun parameter yang diamati pada
praktikum ini adalah lalat buah
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil
yang didapatkan pada apraktikum ini
adalah sebagai berikut:
No
|
konsentarsi
|
Pengamatan
hari ke (Lalat buah)
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1
|
0,5ml
(sawo)
|
37
|
55
|
63
|
71
|
103
|
65,8 ekor
|
2
|
1 ml
(belimbing)
|
35
|
42
|
47
|
53
|
59
|
47,2 ekor
|
3
|
1,5 ml
|
|
|
|
|
|
|
4
|
0,5 ml
(jambu biji)
|
40
|
36
|
55
|
31
|
20
|
36,4 ekor
|
5
|
1 ml
(kelengkeng)
|
40
|
100
|
150
|
180
|
195
|
133 ekor
|
6
|
1,5 ml
(jambu air)
|
30
|
39
|
48
|
60
|
80
|
51,4 ekor
|
4.2. Pembahasan
Lalat
buah yang paling banyak terperangka pada praktikum kali ini adalah pada pohon kelengkeng yaitu dengan rata-rata lalat buah yang
tertangkap 133 ekor, dan yang paling sedikit pada pohon ... dengan rata-rata
lalat buah yang terperangkap ... ekor.
Kehadiran
lalat buah pada buah pada suatu habitat dipengaruhi oleh adanya
suatu variasi bau makanan, warna, rasa dan ukuran buah yang disukai oleh
lalat tersebut. Akan tetapi kehadiran dan serangan lalat buah pada
buah-buahan dapat di pengaruhi oleh adanya struktur kulit buah yang keras, liat
dan tebal yang menyulitkan serangan lalat buah untuk dapat menusukkan telurnya
ke dalam daging buah, seperti dinyatakan oleh Putra (1997) bahwa spesies lalat
buah menyerang tanaman inangnya yang mempunyai tekstur permukaan buah yang tidak
keras atau lunak.
Tanaman
disekitar perangkap sebagian besar bertekstur lunak seperti sawo, jambu air,
belimbing, .... dan sehingga memungkinkan datangnya lalat buah yang banyak, berbeda
halnya dengan kelengkeng yang berkulit keras. Tetapi pada praktikum kali ini perangkap
di pohon kelengkeng paling banyak ditemukan lalat buah hal tersebut dikarenakan
pohon kelengkeng berdekatan dengan pohon belimbing dan pohon sawo dan juga
konsentrasi metil eugenol yang tinggi yaitu dengan konsentrasi 1 ml juga sangat
mempengaruhi lalat buah untuk terperangkap. Pada perangkap dipohon ... lalat buah yang
terperangkap sedikit hal tersebut dikarenakan ... yang ada disekitar belum ada
yang masak dan masih keras serta konsentrasi metil eugenol tidak terlalu
banyak.
lalat buah yang
ditemukan dalam praktikum dan diidentifikasi adalah berjenis kelamin jantan.
Ciri-ciri yang membedakan antara lalat buah jantan dan betina adalah pada
ujung abdomen lalat buah jantan tidak terdapat ovipositor, sedangkan lalat buah
betina memiliki ovipositor. Ovipositor ini digunakan sebagai alat peletakan
telur pada lalat betina.Kuswandi (2001) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa jenis lalat buat buah yang tertangkap dengan menggunakan perangkap
beratraktan metil euganol adalah lalat buah jantan karena pada
dasarnya Methyl Eugenol merupakan senyawa kimia organik yang
mempunyai aroma khas mirip feromon (bau-bauan yang dikeluarkan oleh lalat
betina).
BAB 5
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang didapatkan pada praktikum ini adalah sebagia berikut:
1. Lalat buah
merupakan salah satu serangga yang sangat merugikan petani
2. Metil
eugenol merupakan zat yang menyerupai bau lalat buah betina
3. Tanaman
kelengkeng banyak terserang lalat buah
4. Semakin
banyak metil eugenol yang diaplikasikan maka semakin banyak lalat buah yang
terperangkap
5. Pengendalian
lalat buah dengan menggunakan perangkap hayati
5.2 Saran
Adapun sran
yang disampaikan untuk praktikan bahwa praktikan harus tepat meletakkan alat
perangkap tersebut agar lalat buah yang kita harapkan bisa tertangkap serta
praktikan harus benar-bena teliti dalam menghitung lalat buah tersebuat agar
bisa membandingkan dari hari pertama sampai hari yang terakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Artayasa, et al .
2000. Spesies dan Inang Lalat Buah Pada Buah Yang Diperdagangkan di
Pasar Baratais Sweta. Laporan Penelitian. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Mataram.
Bangun F A. 2012. Jenis
atraktan petrogenol dan metilat serta perbedaan bentuk perangkap dalam
mengendalikan lalat buah ( Bactrocera dorsalis Hend.) pada
tanaman jeruk di lapangan.Repository. Universitas Sumatra Utara.
Destina Y. 2013. Metil eugenol
sebagai perangkap lalat buah [internet]. [diunduh 2014 Mei 07]. Tersedia
pada http:// balittra.litbang. deptan.go.id/index .php?option=com_
content&view=article&id=1197&Itemid=10.
Foottit Rg, Adler PH. 2009. Insect
Biodiversity: Science and Society. United States: Blackwell Publishing.
Kardinan. 2003. Pengendalian
Hama Lalat Buah. Bogor (ID): Agromedia Pustaka.
Kardinan A M. Iskandar, S. Rusli,
dan Makmun. 1999. Potensi daun selasih (Ocimum sanctum) sebagai atraktan
nabati untuk pengendali hama lalat buah Bactrocera dorsalis [Makalah] Forum
Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor, 9-10 November 1999.
Kuderi. 2013. Mengurangi populasi lalat buah
dengan methyl eugenol[Internet]. [diunduh 2014 Mei 6]. Tersedia
pada http://nahjoy. com/2013/12/21/mengurangi -populasi-lalat-buah-dengan-methyl-eugenol/
Kurnianti N. 2013. Lalat buah (Bactrocera sp.)
[Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 6]. Tersedia pada http://www.tanijogonegoro.com/2013 /05/lalat-buah.html.
Kuswandi A N.
2001. Pengendalian terpadu hama lalat buah di sentra produksi mangga
Kabupaten Takalar dengan teknik serangga mandul (TSM)[Makalah] disampaikan pada
Apresiasi Penerapan Teknologi Pengendalian Lalat Buah. Cisarua, 22 mei 2013.
0 komentar:
Post a Comment