Tuesday, 13 September 2022

Wednesday, 15 September 2021

Eunoia Izz Aruna

Pada dasarnya setiap manusia adalah unik, dengan segala unsur terbatas dan berbeda yang hanya dimiliki seseorang, menjadikanya unik dan limited.

Uniqueness atau keunikan seseorang tergambar pertama kali pada namanya. Dengan rasa cinta, bangga dan penuh harap yang membuncah abi persembahkan nama ini padamu anak kesayanganku.

Terlepas dari ke-aesthetic-anya atau keunikanya, itu relative, semua orang memiliki citarasa yang berbeda dalam menilai keindahan, maka dalam namamu ini yang paling utama adalah doa kami; abi dan ummi untukmu nak. semoga sepuluh, sebelas, atau tujuh belas tahun lagi ketika kau membaca tulisan ini, engkau telah tumbuh menjadi seorang gadis dengan pemikiran yang indah, yang memberikanmu kekuatan, memberikanmu kemuliaan dimata-Nya, dengan parasmu yang kemerah-merahan bagai ufuk fajar, semoga - Aamiin.

Eunoia (यूनोइया) - [Sanskerta]: Pemikiran yang indah, pikiran yang baik

Izz (عز) - [Arab] :  Kemuliaan, kekuatan

Aruna - (अरुण)  [Sanskerta] : Bersinar kemerah-merahan

Aruna, adalah panggilanmu sejak engkau masih diperut umi-mu.  Abi, umi dan nenek serta Ounty  mu selalu memanggilmu begitu ketika engkau masih dalam kandungan. Sehingga saat engkau lahir tak ada pilihan lain selain memberikan nama yang ada kata aruna-nya. Harus ada Aruna-nya! begitu.

Eunoia adalah sebuah kata yang berhasil membuat hati abi mu berdecak kagum karena susunan huruf demi hurufnya sangat memukau. Terlebih didunia ini sangat sangat terbatas nama dengan paduan kata Eunoia. Tidak pasaran seperti nama nama lain. Terlebih artinya adalah Pemikiran yang indah, karena prilaku , cara bicara dan atitude seorang itu tercermin dari bagaimana cara dia berfikir. Kami berharap engkau memilikinya nak.

Izz, adalah kata dari bahasa arab, yang simple, pendek dan bermakna sangat indah. Kemuliaan ; itu adalah harap dan doa kami untukmu semoga kelak engkau hidup dalam dekapan kemuliaan nak, Insha Allah. Sungguh, kata izz ini adalah kata terakhir yang kami temukan nak, karena untuk mendapat paduan nama yang baik, kata kedua dalam namamu haruslah satu frasa. Jika dua frasa atau lebih maka akan terkesan seperti nama 3 orang yang berbeda (Misal ; Eunoia Intan Aruna = terdengar seperti nama 3 anak), karena intan adalah dua frasa  yaitu IN-TAN. 

Yang menarik dari proses panjang pencarian namamu ini, sebenarnya sudah ada nama yang sempat kami pilihkan, tapi karena setelah kami search digoogle sudah ada satu anak dengan nama itu, maka kami mengurungkanya nak. Karena kami ingin Aruna itu The Spesial one, The only one and limited. Maka kami dapatkan nama yang indah ini untukmu dari diskusi yang sangat panjang. 

Eunoia Izz Aruna, kami bahagia sekali engkau hadir bersama kami dan Allah percayakan kepada kami, semoga Allah selalu menjagamu dalam kesehatan, sampai abi dan umi akan memberikan nama untuk anak-anakmu kelak nak, Insha Allah.

    

    Abimu,

    Bayu Apriliawan 

 

Share:

Sunday, 23 August 2020

Fenomena Bu Tejo dan Realitas Netizen yang Maha Benar

Viralnya film dan atau potongan-potongan video Bu Tejo adalah sebuah sinyal persetujuan dari para viewer sendiri bahwa karakter Bu Tejo adalah karakter masyarakat kita, Bu Tejo adalah Kita! Begitu kira-kira kalau dibawakan dalam bentuk orasi. Hidup Bu Tejo!

Bagaimana pendapatmu tentang menyikapi setiap komentar orang lain terhadap hidup kita? Apakah itu sangat membantu untuk perbaikan dan evaluasi kehidupanmu atau justru sebaliknya menambah runyam dan membebani langkah maju yang lagi semangat-semangatnya?

Terlebih era media sosial dewasa ini menunjukan perkembangan pola komunikasi yang kurang baik antara satu orang dan orang lainya. Semua orang dapat dengan tiba-tiba muncul dikehidupan orang lain tanpa kenal, tanpa dekat, dan tanpa tau secara mendalam. Ujug - ujug  muncul aja dikolom komentar, heboh, menyudutkan, bullying,  menyalahkan dan menghakimi. Singkatnya menjadi yang merasa paling tau padahal tidak tau apa-apa.

Masih hangat diperedaran pemberitaan media massa mengenai kasus Adhisty Zara dengan video kontroversialnya yang beredar, ada andil yang begitu besar dari para netizen yang membuat beberapa produk kosmetic memutus kontrak si Doi karena hebohnya kasus ini loh.

Belum lagi tentang peran netizen yang hampir buat seorang Kekeyi bunuh diri karena berkali-kali menjadi korban bullying di media sosial maupun di kehidupan nyatanya. Buat yang ketinggalan beritanya nih ada linknya gaes  Link Berita Kekeyi

Disini posisi gue bukan sebagai pihak yang mendukung atau membenarkan segala tindakan dari artis-artis yang dibully diatas ya gaes. Posisi gue cuma sebagai pihak yang gak habis fikir aja bahwa begitu banyak berkembang populasi orang-orang yang begitu perduli dengan hidup orang lain.Tapi perdulinya bukan dengan memberikan bantuan sembako dan lain sebagainya.Melainkan untuk melakukan serangan verbal sebanyak mungkin pada sasaran.

Kombinasi antara kepo dan nyinyir seperti menjadi sebuah ‘watak’   khas netizen Indonesia. Ini sangat berbahaya loh gaes, pada berita link diatas, kekeyi hampir bunuh diri loh karena ulah netizen yang sok maha tau segalanya.

Yang menyedihkan adalah kecenderungan prilaku nyinyir dan kepo itu sudah mulai merebak dalam sendi-sendi kehidupan nyata. Meskipun sejarah pergunjingan telah ada sejak zaman sebelum masehi namun tingkatan dosisnya belum separah sekarang. Agaknya viralnya film Tilik / Bu Tejo (https://www.youtube.com/watch?v=GAyvgz8_zV8) bisa jadi gambaran kondisi terkini yang membenarkan sebuah ungkapan bahwa lisan lebih tajam dari pada pedang.

Kebiasaan nyinyir yang biasanya ada pada kaum ibu-ibu ternyata dapat digolongkan sebagai gangguan kejiwaan. Nah loh! Sumbernya dari health liputan6.com, bahwa  nyinyir bisa jadi merupakan salah satu sifat dari orang yang mengalami gangguan kejiwaan seperti gangguan kepribadian (personality disorder) atau bipolar (Link sumber berita)

Jadi Trending di Twitter, Terungkap Sosok Pemeran Bu Tejo di Film ...
Sosok Bu Tejo (Source : Tribunnews.com)

Viralnya film dan atau potongan-potongan video Bu Tejo adalah sebuah sinyal persetujuan dari para viewer sendiri bahwa karakter Bu Tejo adalah karakter masyarakat kita, Bu Tejo adalah Kita! Begitu kira-kira kalau dibawakan dalam bentuk orasi. Hidup Bu Tejo!

Kemudian , bagaimana seharusnya respon kita terhadap fenomena tersebut? Dalam sebuah perubahan setidaknya ada dua usaha yang bisa kita lakukan. Pertama adalah berusaha untuk tidak menjadi bagian dari golongan yang nyinyir tersebut. Atau agar mudah mengingatnya , jangan menjadi golongan bu Tejo.

Kedua , menyiapkan antibody jika posisi kita adalah sebagai korban ghibah atau korban bullying seperti kekeyi dalam lampiran kisah diatas.

Landasan teorinya adalah bahwa setiap perkataan orang lain terhadap diri kita apabila itu tidak mengandung pesan yang membangun makan tinggalkanlah. Singkatnya masa bodoh amatlah!

Mark Manson dalam bukunya yang berjudul The Subtle Art Of Not Giving F*ck yang sudah diterjemahkan dalam bahasan Indonesia dengan judul : Sebuah seni untuk bersikap Bodo amat, banyak menjelaskan tentang bagaimana sebaiknya kita merespon sesuatu yang negatif dengan sikap bodo amat.

“ Inilah mengapa, bersikap masa bodoh, adalah kuncinya. Inilah alasan mengapa itu menyelamatkan dunia. Dan kuncinya adalah jika kita bisa menerima bahwa dunia ini benar-benar keparat dan itu tidak apa-apa, karena memang seperti itu, dan akan seperti itu adanya. Dengan tidak ambil pusing ketika Anda merasa buruk, berarti Anda memutus Lingkarang Setan; Anda berkata pada diri sendiri, Saya merasa sangat buruk, tapi terus kenapa! Apa pedulimu? ” –halaman 9”

Ada sebuah cerita menarik yang mungkin anda pernah mebacanya, tapi mari kit abaca sekali lagi untuk mengambil sebuah pelajaran :

Pasa suatu masa, di sebuah negeri dikisahkan, ada dua orang anak beranak yang ingin pergi ke suatu pasar untuk menjual seekor keledai. keadaan Bapak, Anak, dan keledai itu serba tanggung. Bapak itu berumur agak lanjut, tetapi masih cukup kuat untuk berjalan. Si Anak sendiri juga tanggung, ia adalah remaja yang belum dapat di sebut dewasa, tetapi juga tidak dapat lagi dikatakan anak-anak. Sementara si keledai, adalah keledai yang sehat kuat tetapi badannya beukuran agak kecil.

Pagi-pagi, berangkatlah mereka menuju pasar yang letaknya agak jauh dan harus ditempuh dalam perjalanan setengah hari. Bapak dan Anak, dengan membawa bekal makanan yang cukup untuk diperjalanan segera naik ke punggung keledai. Mereka menaiki keledai itu selama beberapa jam, hingga akhirnya tiba di sebuah kampung dengan kerumunan orang-orang. Demi melihat seekor keledai kecil dinaiki oleh Bapak dan Anak itu, berbisik-bisiklah orang-orang itu. Kemudian salah satu dari mereka berbicara.

“Hai, betapa malangnya nasib keledai kecil itu. Ia harus menanggung beban dua orang anak-beranak seperti kalian. Tidakkah kalian berpikir bahwa keledai itu bisa saja menjadi sangat menderita selama dalam perjalanan kalian?”

Setelah mendengar kata-kata orang kampung itu, akhirnya Si Bapak turun dari punggung keledai. Mereka kemudian meneruskan perjalanan menuju pasar dengan Si Bapak berjalan di samping keledai yang ditunggangi Si Anak. Mereka kembali berjalan menyusuri jalan-jalan yang sepi hingga kemudian mereka tiba lagi di sebuah kampung yang berbeda.

Di kampung ini, mereka juga berpapasan dengan sekumpulan orang-orang yang berbisik-bisik. Si Bapak dan anaknya sadar, bahwa orang-orang kampung itu sedang berbisik-bisik membicarakan mereka. Lalu karena penasaran, bertanyalah Si Anak tentang apa sebenarnya yang membuat mereka berbisik-bisik. Lalu salah seorang dari kerumunan itu menjawab.

“Hai Anak Muda, lihatlah Bapakmu yang berjalan di sisi keledai itu. Tidaklah pantas kamu duduk di atas punggung keledai dengan santainya, sementara Bapakmu berjalan kaki di sampingmu. Di mana otakmu sehingga engkau sedemikian tega terhadap Bapakmu? Apakah kamu ingin menjadi anak yang tidak mempunyai rasa hormat dan kasih sayang kepada orang tua?”

Si Anak berpikir, lalu ia menyadari bahwa Bapaknya mungkin lebih pantas untuk duduk di atas keledai. Dialah yang seharusnya berjalan kaki.  Si Anak kemudian turun dari punggung keledai, dan ia meminta Si Bapak untuk naik. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan menuju pasar. Si Anak kini berjalan bersisian dengan keledai.

Beberapa saat kemudian, tibalah mereka di sebuah kampung yang lainnya. Di sini mereka juga bertemu dengan sekelompok orang. Orang-orang itu saling berbisik-bisik sambil memandangi kepada Bapak, Anak, dan keledai itu. Karena rasa penasaran akan apa yang dibisik-bisikkan oleh orang-orang itu, Si Bapak kemudian bertanya.

“Wahai Saudara-Saudaraku, apakah gerangan yang kalian bisik-bisikkan? Adakah sesuatu yang salah dengan kami?”

Salah seorang dari penduduk kampung itu berkata.

“Di mana rasa sayangmu terhadap anak itu? Anda bertubuh kuat, mengapa anak anda disuruh berjalan? Sungguh kamu ayah yang keterlaluan.” Katanya dengan lantang, sementara orang-orang lainnya mengiyakan.

“Duhai Saudara-Saudaraku, tahukah kalian bahwa kami telah melewati beberapa kampung sebelumnya. Dan, tidak ada satu carapun yang kami lakukan dianggap tepat. Kami berterima kasih atas perhatian kalian kedapa kami.”

Setelah memohon diri untuk melanjutkan perjalanan, Si Anak segera naik ke punggung keledai bersama Si Bapak. Keduanya menyusuri jalan menuju pasar yang masih separuh jalan. Ketika keledai kelelahan, mereka berhenti di sebuah pinggir danau dengan pemandangan yang indah. Mereka membuka bekal makanan yang telah disiapkan dari rumah, sementara keledai kecil itu merumput dengan senangnya dan minum dari air danau dengan puasnya.

Message-nya adalah jangan telan semua kata-kata orang gaes, bener kata Mark Manson, kita harus kuasai itu seni untuk bersikap bodo amat. Harus begitu. Karena toh netizen tidak membiayai hidup kita kan. Sikap bodo amat disini bukan berarti anti kritik ya gaes, tapi lebih ke gimana kita menghidupkan filter yang baik dalam merespon setiap masukan. Kayaknya segini dulu deh ya nanti dilanjut lagi gaes, tulisan ini muncul karena adanya keresahan tentang pola kepoisme dan nyinyiersme dewasa ini yang sangat meresahkan.


23 Agustus 2020

@ Tiger Island

Share:

Sunday, 26 July 2020

Mengeja Persahabatan di Era Kepentingan

Source : funnyclub.net/having-a-best-friend/
Source : funnyclub.net/having-a-best-friend

Pertengahan bulan Juni lalu, saya bertemu teman saya sewaktu kuliah S1 dulu di Palembang. Pertemuan kami ini sudah lama sebenarnya direncanakan karena akan membahas beberapa urusan bisnis.  Sayangnya karena wabah Corona ini kepulangan saya dari Kalimantan harus mengalami beberapa kali penundaan,

Singkat cerita, kami bertemu disebuah peristirahatan tidak  jauh dari pusat perbelanjaan yang ada dikota Palembang . tidak tanggung-tanggung kami memesan tempat ini untuk berdiskusi penuh selama dua hari dua malam. Sebab sepenuhnya kami  berdua memahami waktu ini akan begitu singkat dan akan semakin singkat karena dihari yang akan datang semua akan larut dalam kesibukan masing-masing.

Singkat cerita, pukul 19.00 Wib, diskusi kami buka setelah menyantap dua bungkus nasi pecel lele dengan tamabahan nasi ekstra tentunya. Teman saya membuka diskusi tentang perkembangan investasi kolam lele yang dua bulan lalu saya ikut menanam modal disana.

Diskusi terus berlanjut ke tema-tema ringan seputar kabar masing-masing dan rencana hidup kedepan. Pukul 21.00 Wib,  saya mulai mengeluarkan buku dan pena dari tas ransel yang saya bawa, ini menandakan diskusi akan beralih ketopik serius yang akan menguap begitu saja kalau tidak dicatat hasil pembahasanya.

Pukul 23.45 Wib, nampaknya konsentrasi membahas tema berat sudah tidak relevan lagi dilakukan. 4 lembar hasil bahasan malam ini menjadi sebuah dokumen berharga yang tentu kami hasilkan dari perdebatan sengit . Sebenarnya foreplay  pembahasan  ini sudah dilakukan beberapa bulan lalu via telpon ketika saya masih berada di Kalimantan, mala mini hanya membahas turunannya saja. Tapi tetap menguras waktu, tenaga dan emosi tentunya. Untung kami sudah lama kenal, jadi hal – hal semcam ini sudah tidak lagi masuk keranah perasaan.

Hari belanjut sampai 48 jam kemudian. Dua hari -  dua malam berekpektasi untuk membahas secara serius semuanya sampai tuntas, ternyata realitanya justru jalan-jalan pakai motor butut, wisata kuliner, nge-mall, sampai waktu habis dan saya harus check-out.

Dipercakapan terakhir sebelum kami berpisah, kami baru sadar kalau waktu dua hari memang waktu yang sangat singkat, terasa lebih singkat karena kami bertemu bukan untuk urusan bisnis murni.

Teman – teman mungkin biasa mendengar dan melihat bahwa rapat-rapat penting membahas sebuah proyek atau bisnis biasanya tidak lebih dari 3 jam. Rapat organisasi, rapat perusahaan dan rapat-rapat di aspek professional lainya akan memakan waktu yang singkat, padat dan focus pada kepentingan yang sudah tertarget sedari awal.

Sebuah era baru dalam memaknai pertemuan dan pembicaraan. Kita memasuki era dimana sudah jarang bisa bertemu dengan teman-teman untuk sekdar berbicara omong kosong dan menertawakan hidup bersama. Ini eranya kalau ketemu harus ada kepentingan, harus ada ­output , harus produktif, time is money.

Enggak sepenuhnya salah juga menurut saya, karena usia-usia pasca pendidikan menengah atas dan tinggi  memang lebih faedah kalau diisi dengan agenda-agenda yang menghasilkan. Tapi ya sumpek juga dunia ini ya kalau semuanya harus ada kepentingan, hingga muncul  anekdot yang menyindir masyarakat tentang prilaku sosial yang dibumbui kepentingan misalnya, Jarang chat, sekali chat mau minjem duit, jarang nongol sekalinya nongol ada maunya,  dan satir-satir lain yang mengkritik pola pergaulan masyarakat kebanyakan dewasa ini.

Saya sepakat bahwa sedikit banyak ini adalah efek dari pandemi. Orang-orang mengikuti anjuran Social distancing  sehingga sosialnya memang benar-benar berjarak. Dari berbagai sumber sepakat bahwa pandemi ini membawa dampak disektor ekonomi. Sehingga banyak orang mengalami kesulitan perekonomian. Disisi lain pemerintah melakukan pembatasan sosial yang secara langsung terus memupuk keterpurukan ekonomi itu sendiri. Masyarakat punya mindset  tidak keluar rumah kalau tidak penting-penting amat. Sehingga ketika diera ini cuan adalah unsur yang dianggap paling penting, maka masyarakat hanya akan berinteraksi , keluar rumah, ketemuan dengan teman dan interaksi sosial lainya ketika ada ‘hasilnya’   ketika ada cuan-nya.

Menurut saya ini adalah hal yang keliru, bukan motif kepentingan yang mendatangkan rezeki tapi silaturahmi yang mendatangkan rezeki.

Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan ditangguhkan kematiannya, hendaklah ia menyambung silaturahim[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2067].

Jadi sebaiknya kita tetap menjadi professional yang memiliki banyak jaringan pertemanan. Dan model hubungan seperti ini tidak akan tercapai jika seseorang tidak mampu memisahkan kapan saatnya berbisnis dan kapan saatnya berteman. Karena mencampur-adukan keduanya akan merusak bisnis menjadi tidak professional dan akan merusak pertemanan menjadi serba materialistik.


Pulau Rimau, 2020

Share:

Sunday, 15 September 2019

Jodoh, Sudah ditentukan atau Kita yang menentukan?




Adalah perkara paling rumit bagi sebagian besar orang pada rentang usia 20-30 tahunan. Selalu menjadi pembahasan yang sensitif dan tak jarang meninggalkan perdebatan atau sekedar renungan.

Ini adalah misteri diantara 2 misteri paling rahasia yang jadi hak prerogatif Allah. Ya, kematian dan jodoh adalah rahasiaNya.

Banyak persepsi yang muncul jika sudah membahas soal jodoh. Beberapa orang menganggap bahwa jodoh adalah takdir, dimana Allah telah menetapkan. Sedangkan kubu lainnya beranggapan bahwa jodoh adalah pilihan, dimana manusia mampu menentukan pilihan jodohnya sendiri.

Lalu bagaimana Al Qur'an dan As Sunah memandang permasalahan ini?

”Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya…” [Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim]

Hadist di atas memberitahukan kita bahwa jalan hidup kita telah ditulis jauh sebelum kita dilahirkan, tapi kita lah yang berusaha menentukan siapa jodoh kita sesungguhnya. Wallahu alam bishawab.

Pernyataan bahwa jodoh kita merupakan bentuk cerminan dari usaha kita diperkuat lagi nih dengan ayat berikut :


اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ اْلخَبِيْثُــوْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ.
“ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (QS. An Nur:26)

Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa sesungguhnya kita dapat memilih jodoh kita sendiri dengan mengubah diri kita sendiri. Yang baik untuk yang baik, dan yang tidak baik untuk yang tidak baik pula. Bukankah menjadi baik atau tidak baik adalah pilihan masing masing personal? Lalu sudah barang tentu jodoh juga tentang bagaimana setiap person mempersiapkan dirinya.


Share:

Saturday, 23 March 2019

Rantau (9) - Tes Kerja di Alfamir


Aku berlalu dari hadapanya membawa semua kelelahan fisik dan batin ini. Aku masih belum bisa memprediksi apa yang akan terjadi jika saja malam ini nasib kami belum ada kejelasan. Masak iya kami akan jadi gelandangan baru di kota Palembang ini, hii bergidik aku membayangkanya. (Potongan dari serial Rantau (8), selengkapnya di :
_________________________________________________________________________________
(Telpon berdering)..

“Halo, iya pakde..

“ Iya Pakde..

“ Baik pakde..

“ Waalaikumsallam.

Kebersihan jiwa dan raga membawa ketenangan, ketenangan menghantarkan kita pada sebuah solusi. Ditengah kegalauan yang kronis Allah mengirimkan pakdeku untuk memberikan solusi. Kabar bahwa kami berdua belum jua mendapatkan tempat bernaung yang layak ditambahcerita lowongan kerja bulshit ini telah sampai ditataran keluarga besarku.

“siapa yang nelpon lan?”Indro mengintrogasiku segera setelah telpon kututup.

“ Pakdeku ndro, dia menawarkan tempat tinggal sementara dirumahnya di KM 12 sementara kita 
mencari pekerjaan atau sampai kita menyerah dan pulang ke kampong” jawabku rinci

“ oke baiklah, secepatnya lah kita caw, aku udah lelah banget ini lan “

“ Ya udah, kita jalan sedikit ke pertigaan itu, kita ikut mobil hijau putih ya, itu arah KM 12 ndro”

“ oke “, singkat padat dan bersahaja jawa kawanku satu ini.

***

Setelah 30 menit perjalanan dari Masjid Agung Palembang, sampailah kami disebuah perumahan Asri Jaya. Pakde memang punya satu unit disini, biasa ia tempati hanya jika sedang dinas di Palembang dan sekitarnya, selebihnya kosong dan tak berpenghuni.

“ Tunggu sini dulu ya Ndro, aku ambill kuncinya dulu di pak Dorman tetangga sebelah kepercayaan Pakde “

GPL  ya Lan, tinggal setengah ini nyawaku “

“ Oke – oke dul , hahhaha “ bergegaslah segeraku selesaikan perkara kunci ini.

***

Sore pukul lima, aku masih termangu dalam alam fikiranku yang belum jua terurai benang -benangnya.  Setidaknya sahabatku masih menemaniku berpusing ria meskipun kutahu dia teramat lelah dan mengantuk.

“ Apa yang bisa kita buat ya Ndro?” aku memecah keheningan.

“ Kita pulang saja lan “ ia tampak putus asa.

“ Malu lah ndro, ini sungai sudah terlanjur kita ceburi, kepalang basah kita harus bertahan disini apapun kerjaannya “ aku mencoba mengingatkanya.

“ Terus gimana? Kita mau kerja apa lagi, kenalan kita gak punya disini lan “

“ Aku barusan dapat kabar dari Mas Ari, Alfamir ada rekrut karyawan minggu – minggu ini, besok kita daftar dan ikut tes ya “

“ Serius lan?” ada harapan dari panacaran matanya di Indro.

“ Iya Ndro, kamu bawa kemeja panjang putih sama celana hitam kan?”

“ Gak lan, kita kan berangkat kesini mau jaga toko sepatu awalnya, mana bawa aku baju-baju gitu “

“ ya udah , minimal bawa kemejalah, aku juga gak bwa baju putih panjang kok. Seadanya saja kita kalau rejeki gak kemanakan?”

“ Ashiaap “ J Indro nampak optimis kali ini.

***

Pagi yang beku menemani langkah penuh semangat dua pria kampung ini. Jalanan yang dipikirnya mudah ditaklukan dengan berjalan kaki ternyata melebihi rute 5 kali keliling lapangan bola. Untung saja ini anak desa, sudah bisa berjalan kaki sejauh dan selelah ini.

***

“ Gimana tes tertulis tadi Ndro ?” tanyaku pada indro setelah kami sama sama keluar dari ruangan tes tertulis

“ lumayanlah, tapi aku yakin lulus “ jawabnya penuh keyakinan.

** 2 jam kemudian **

Nama nama yang lulus tes tertulis sudah ditempel oleh panitia Alfamir dipapan pengumuman sepertinya panitia mengatur agar semua rangkaian tes rampung hari ini juga, karena bagi yang lulus dipersilahkan langsung memasuki ruangan interview. Kabar baiknya aku dan Indro berhasil menembus babak selanjutnya.

Bersambung…


Share:

2019 diKalimantan (1)


Sudah lama sekali jari – jemariku ini tak memberikan sentuhan hangatnya pada sebaris huruf-huruf acak  nan terhapal. Sembari memejam aku mengumpulkan segala energi dan semua cerita yang terlewati untuk kutulis kembali dalam lembaran-lembaran digital ini. Mari.
_____________________________________________________________________________
Malam itu, kebisingan kota wakanda belum juga reda hingga pukul dua. Aku bersama  kegamanganku masih saja setia membersamai setiap nyanyian angin malam yang terhambur diantara deru kendaraan roda roda jalanan.

Hasil medical check-up  ku positif. Email dari fisika farma mengabarkan bahwa aku sejenak kedepan harus meninggalkan kota ini. Jalan ninjaku sudah kupilih. Mungkin bukan satu-satunya jalan yang tuhan sediakan ,tapi ini jalan yang kujumpai paling awal yang tuhan tunjukan.

Tak ada yang tau dan sedikit yang tak terkejut terheran-heran bahwa aku akan kunci Kalimantan sebagai jalur suteraku berburu sebongkah berlian. Jarak dan keterasingan adalah momok yang selalu jadi bahan pertimbangan siapapun yang akan berlabuh dipulau terbesar di Indonesiaku ini.

Pada cita-cita, maaf  jika harus ku petikan kau barang beberapa tahun saja. Ada tanggung jawab dan sumpah yang harus ku lunasi sebelum aku kembali dan mengejarmu lagi. Aku belum selesai kawan. Tapi setidaknya hari ini, aku sampaikan bahwa menulis adalah jiwa yang akan kubawa dipulau manapun aku berada selain pulau kematian.

Gulita pukul tiga, berkemaslah baru kumulai. Mungkin ini jam yang pas untuk membungkus semua baju dan kenangan. Jalanan sudah mulai sepi, aku lebih fokus dan teliti mengingati semua keperluan yang harus kubawa lari. Lari dari ketidakmampuanku berkreasi ditempat yang sudah sesak dengan semua kejayaan masalalu yang harus segera dibungkus rapi dan jangan dibanggakan lagi.

Sampai pagi, persiapan ini kusudahi. Aku siap pergi esok hari.


Share: