Saturday, 23 March 2019

2019 diKalimantan (1)


Sudah lama sekali jari – jemariku ini tak memberikan sentuhan hangatnya pada sebaris huruf-huruf acak  nan terhapal. Sembari memejam aku mengumpulkan segala energi dan semua cerita yang terlewati untuk kutulis kembali dalam lembaran-lembaran digital ini. Mari.
_____________________________________________________________________________
Malam itu, kebisingan kota wakanda belum juga reda hingga pukul dua. Aku bersama  kegamanganku masih saja setia membersamai setiap nyanyian angin malam yang terhambur diantara deru kendaraan roda roda jalanan.

Hasil medical check-up  ku positif. Email dari fisika farma mengabarkan bahwa aku sejenak kedepan harus meninggalkan kota ini. Jalan ninjaku sudah kupilih. Mungkin bukan satu-satunya jalan yang tuhan sediakan ,tapi ini jalan yang kujumpai paling awal yang tuhan tunjukan.

Tak ada yang tau dan sedikit yang tak terkejut terheran-heran bahwa aku akan kunci Kalimantan sebagai jalur suteraku berburu sebongkah berlian. Jarak dan keterasingan adalah momok yang selalu jadi bahan pertimbangan siapapun yang akan berlabuh dipulau terbesar di Indonesiaku ini.

Pada cita-cita, maaf  jika harus ku petikan kau barang beberapa tahun saja. Ada tanggung jawab dan sumpah yang harus ku lunasi sebelum aku kembali dan mengejarmu lagi. Aku belum selesai kawan. Tapi setidaknya hari ini, aku sampaikan bahwa menulis adalah jiwa yang akan kubawa dipulau manapun aku berada selain pulau kematian.

Gulita pukul tiga, berkemaslah baru kumulai. Mungkin ini jam yang pas untuk membungkus semua baju dan kenangan. Jalanan sudah mulai sepi, aku lebih fokus dan teliti mengingati semua keperluan yang harus kubawa lari. Lari dari ketidakmampuanku berkreasi ditempat yang sudah sesak dengan semua kejayaan masalalu yang harus segera dibungkus rapi dan jangan dibanggakan lagi.

Sampai pagi, persiapan ini kusudahi. Aku siap pergi esok hari.


Share:

0 komentar:

Post a Comment