Sudah lama sekali jari – jemariku
ini tak memberikan sentuhan hangatnya pada sebaris huruf-huruf acak nan terhapal. Sembari memejam aku
mengumpulkan segala energi dan semua cerita yang terlewati untuk kutulis
kembali dalam lembaran-lembaran digital ini. Mari.
_____________________________________________________________________________
Malam itu, kebisingan kota
wakanda belum juga reda hingga pukul dua. Aku bersama kegamanganku masih saja setia membersamai
setiap nyanyian angin malam yang terhambur diantara deru kendaraan roda roda
jalanan.
Hasil medical check-up ku positif.
Email dari fisika farma mengabarkan bahwa aku sejenak kedepan harus
meninggalkan kota ini. Jalan ninjaku sudah kupilih. Mungkin bukan satu-satunya
jalan yang tuhan sediakan ,tapi ini jalan yang kujumpai paling awal yang tuhan
tunjukan.
Tak ada yang tau dan sedikit yang
tak terkejut terheran-heran bahwa aku akan kunci Kalimantan sebagai jalur
suteraku berburu sebongkah berlian. Jarak dan keterasingan adalah momok yang
selalu jadi bahan pertimbangan siapapun yang akan berlabuh dipulau terbesar di
Indonesiaku ini.
Pada
cita-cita, maaf jika harus ku petikan
kau barang beberapa tahun saja. Ada tanggung jawab dan sumpah yang harus ku
lunasi sebelum aku kembali dan mengejarmu lagi. Aku belum selesai kawan. Tapi
setidaknya hari ini, aku sampaikan bahwa menulis adalah jiwa yang akan kubawa
dipulau manapun aku berada selain pulau kematian.
Gulita pukul tiga, berkemaslah
baru kumulai. Mungkin ini jam yang pas untuk membungkus semua baju dan
kenangan. Jalanan sudah mulai sepi, aku lebih fokus dan teliti mengingati semua
keperluan yang harus kubawa lari. Lari dari ketidakmampuanku berkreasi ditempat
yang sudah sesak dengan semua kejayaan masalalu yang harus segera dibungkus
rapi dan jangan dibanggakan lagi.
Sampai pagi, persiapan ini
kusudahi. Aku siap pergi esok hari.
0 komentar:
Post a Comment