Sunday 3 June 2018

Rantau : Tawaran Menarik (3)


Hasil gambar untuk ngobrol animasi
Tawaran menarik hadir bagi orang-orang terjepit,
tapi bagi orang yang optimis dia memilih mengukir masa depannya sendiri (Bayu A)

Aku sudah 5 menit menunggu dibelakang rumah, bapakku yang asem itu belum datang juga. Sudah kusiapkan dua batu bata untuk tempat duduknya , aku cukup duduk diatas sandal jepitku saja. Untuk orang yang sedang emosi, rasanya tempat duduk nggak jadi masalah lagi.


“ Ehm..ehm”, sesosok pria dengan menenteng sebatang rokok berjalan mendekatiku.
Aku mulai gemetaran, tapi kutahan. Dalam perang malam ini aku harus menang sekalipun lawaanya adalah bapakku sendiri.

“ Mau ngomong apa nang, kok harus diluar segala?” tanyanya sembari duduk dihadapanku.

“ em,,e anu,,pak “ payah nih, startku gak bagus bagus banget. Aku coba tarik nafas perlahan.

“ Ngobrol didalam lebih enak, gak ada nyamuk” timpalnya segera.

“ Tapi pembicaraan ini rahasia pak, ibu sama adek gak boleh tau” aku mulai to the point.

“ Ya udah ngomonglah “ dia mulai serius pada tahap ini.

Lalu dimulailah introgasi panjang itu. Untungnya aku mampu menjalankan peran sebagai pihal yang terus mengintrogasinya. Aku bermain offensive dan sesekali bapakku terlihat telak tak mampu menjawab.

“ Iya nang, bapak mengaku semua yang orang bilang itu benar, tapi bapak janji bapak akan berhenti secepatnya.

“ Hari ini aku kecewa banget sama bapak. Aku percaya sama bapak lebih dari semua orang yang berkata buruk tentang bapak. Hari ini aku kecewa pak, bapak bohongi keluarga ini, ibuk, adek aku dan semuanya habis karena ini” pembicaraan ini sudah masuk ke fase yang lebih emosional.

“ Tahun ini aku gak bisa kuliah , kufikit ada dinamika ekonomi serius diusaha keluarga kita. Ternyata semua karena barang haram ini aku gak bisa kuliah, semua habis dan bapak tega menyetarakan kesengsaraan kami bertiga untuk kesenangan sesaat bapak?

“ Bapak mintak maaf nang, bapak mintak maaf. Bapak janji bapak akan berhenti”  ucapnya tanpa berani menatap mataku.

Pembicaraan malam itu selesai pada pukul sebelas malam. Tepat 3 jam lamanya kami ngobrol dari hati kehati untuk pertamakalinya sejak aku ahir kebumi ini. Aku hampir gak percaya aku bisa seberani ini, mungkin ini yang disebut the power of  kepepet.

Hasil dari pembicaraan semalam, ada 3 point yang kami sepakati. Pertama aku akan pergi dari rumah dan mencari kerja kekota. Kedua aku mintak bapak untuk segera mengurus pindah rumah kembali ke desa dimana keluarga besar kami berada, dan terakhir aku minta padanya paling lambat satu tahun dia harus sudah berhenti total menjadi pemakai.

~°~

“ Mak, hati – hati ya dirumah, aku berangkat mohon doanya ya mak” Pamitku dengan penuh sendu.

“ Iya, segera kabari mamak kalau sudah sampai disana” pesan mamaku sederhana.

“ Baik ma, Assalamualaikum “ kataku sembari memluknya penuh haru.

Semeter, dua meter, seratus meter.. sepeda motor ini semakin menjauhi rumahku. Kecepatan kendaraan tua milik temanku Indro ini memang tak secepat sepeda motor pada umumnya. Sudah barang tentu performa semacam ini membuatku lebih lama menghayati peran perpisahan ini.

Sekali dua kali kami berhenti. Perjalanan yang cukup jauh kali ini memaksa kami harus mampu mengatur ritme ketahanan tubuh bersama. Ya tujuan kami kali ini adalah desa nun jauh tempat keluarga jauh dari pihak ibu berada. Aku akan mencari kerja, kerjaan apapun itu asal halal.

“ Eh ini jalannya bukan ya bro” tanya Indro memecah lamunanku.

“ Lah kan kamu yang nyupir Ndro, aku mana tau “ seloroh ku.

“ Jadi gimana nih, kanan apa kiri” tanyanya memaksaku untuk berfikir keras.

“ Kanan ajalah, gak ada orang lewat juga nih mau nanya” saran ku padanya.

Alhasil, kami nyasar ketempat yang semakin jauh dari jalan utama. Perjalanan memutar dan berliku membuat kami menempuh perjalanan 3 jam lebih lama dibanding rute normal.
~°~
Singkat cerita, sesampainya didesa tujuan kami.

“ Gimana bapakmu le?” tanya pakdeku.

“ Yah, saya sudah tahu semuanya pakde, saya sudah terserah dia mau gimana. Saya sudah kecewa” Jawabku suatu malam diberanda rumah pakde. Orang tua keduaku di perantauan ini.

“ Yah gimana gimana dia orang tuamu juga le, kamu harus ajak dan nasehati dia baik-baik” nasihatnya padaku malam itu. Ku jawab mengangguk sekenannya saja.

“ jadi kamu mau gimana? Kerja apa lanjut sekolah (kuliah) lagi?”

“Kalau kuliah saya belum dulu pakde tahun ini, mungkin tahun depan . saya mau nabung dulu pakde” jawabku dengan tekat membaja.


“ kalau kamu mau kuliah UT (Universitas Terbuka) di kecamatan, nanti pakde yang bantu biayain. Kamu tinggal disini saja, sabtu minggu kuliahnya” pakde mencoba memberiku tawaran yang cukup menggiurkan ketika itu.


Bersambung..............

Bagaimana Jawaban tokoh "aku (alan)" terhadap tawaran pakdenya itu? saksikan di serial cerita berikutnya ^_^
Share:

0 komentar:

Post a Comment