Wednesday 27 December 2017

Tentukan warnamau Sendiri


Oleh : Bayu Apriliawan

“ Bertulanglah sejauh mata memandang,
Mengayuhlah sejauh lautan terbentang, Bergurulah sejauh alam terkembang “
( Ahma fuadi , Penulis Novel Negeri Lima Menara )



Hidup aadalah petualangan baik keseluruhan maupun sebagianya. Orang bijak selalu menyampaikan bahwa dunia ini hanya sebuah persinggahan dari runtutan perjalanan panjang yang harus dilalui.


Sehingga menjadi baik apabila potongan puzzle-puzzle kehidupan yang pernah terjadi pada diri kita pun kita analogikan sebagai sebuah perjalanan, sebuah petualangan. Petualangan Sembilan bulan diruang kasih ibu, petualangan masa balita paling indah bersama madrasah pertama dalam hidup, sampai lembaran kisah-kisah berseragam sekolah yang telah banyak menjadikan kita sebagai individu seperti saat ini.

Manusia dilahirkan dengan jiwa dan watak yang hampir sama, yaitu suci dan bersih.
Pendidikan dan lingkungan yang membuat manusia berbeda
Helvatus

Pendidikan dan lingkungan merupaka dua hal yang dianggap menjadi faktor utama pembentuk karakter seseorang. Pendidikan yang sudah didapatkan sejak balita dilingkungan keluarga kemudian menjadi fondasi awal tentang penentuan jangka panjang karakter seperti apa yang akan dibentuk pada si anak yang ada dikeluarga tersebut.

Menyongsong semua aspek pendidikan itu, lingkungan selalu membersamai sebagai variable terdekat yang mau tidak mau kita akan mengenal sebuah istilah yang disebut dengan pendidikan lingkungan.

Grand design seorang individu seyogyanya tidak bisa terlepas dari yang namanya pengaruh kuat lingkungan. Kisah seorang anak yang dibuang dihutan lalu ketika dewasa ia memiliki seluruh kemampuan alam seperti teman-teman hewannya dihutan tersebut. Kemampuan komunikasi, makan, berburu, memanjat pohon dan lain sebagainya. Kita mengenal kisah bocah itu dengan sebutan tarzan.

Dari semua penjabaran tersebut, dapatlah kita tarik sebuah benang merah pembentuk karakter seseorang adalah tentang semua perjalanan yang pernah ia lalui, pendidikan, lingkungan, media, teman, dan semua itu kita ringkas kedalam sebuah kata, perjalanan hidup-masa lalu.

Kampus dan Petualangnnya

Kampus merupakan sebuah medan perjalanan sekaligus wahana belajar bagi seorang mahasiswa. Aspek aspek tertentu yang dimiliki dunia kampus membuatnya menjadi sebuah medan yang berbeda dengan tiga tingkat pendidikan sebelumnya yaitu Sekolah Dasar, menengah pertama dan menengah atas.

Rentan waktu yang lebih lama dan tidak terprediksi, kebebasan yang lebih bebas dari masa-masa sebelumnya serta tanggung jawab yang tentu juga lebih besar jika dibandingkan dengan masa sebelumnya.

Pendek kata, kampus menjanjikan semua tantangan yang tidak didapatkan oleh seorang siswa berseragam putih-abu abu, putih-biru apalagi putih merah. Semua tantangan itu pada akhirnya menuntut penyelesaian dengan seni individu masing-masing. Dalam bab ini, seorang dengan karakter atau proses yang lemah akan tumbang menjadi mahasiswa sampa yang kehlangan arah.

Mungkin agak berlebihan jika mengatakn bahwa kampus bagaikan belantara yang gelap bagi seorang lulusan SMA tanpa fondasi karakter dan pengetahuan yang memadai. Tapi mungkin banyaknya kasus kenakalan remaja, narkoba , bahkan LGBT yang menjangkit mahasiswa layak menjadi sebuah warning bagi kita yang akan mengirim saudara , adik atau anak kita ke dunia kampus, dunia yang dianggap menjanjikan masa depan yang lebih baik.

Nelayan hebat tidak takut ombak

Namun demikian, seorang anak muda yang optimis akan mengabaikan seribu alasan yang membuatnya lemah. Tipikal pemuda seperti ini akan terus melaju, dengan langkah tak terbendung karena dorongan energy positifnya lebih tinggi dari rasa was-was dan rasa takutnya.
Sesungguhnya engkau tidak dilahirkan untuk diam dalam keraguan
Hari ini, lebih bergeraklah.
Mario Teguh

Kodratnya seorang pemuda itu memang bergerak dan cenderung progresif. Maka sudah selayaknya buka semua lapisan selimut itu. Berjalanlah pilih sendiri warnamu dan bagaimana cara terbaik agar warna itu bisa mewarnai sisi – sisi bagian hidup yang kamu inginkan.

Warna Yang Tersedia

Sebagai seorang mahasiswa kelebihan kita adalah kebebasan. Kebebasan yang tentu saja memiliki rambu-rambu. Sialnya sebagai mahasiswa rambu-rambu itu kita sendiri yang membuatnya. Terbiasa berada disisi pengawasan orang tua dengan segala rambu-rambu yang mereka tetapkan, lalu kita harus berada disebuah lingkungan dengan pengawasan yang tak terlihat, pengawasan tuhan.

Siapa yang berani menjamin bahwa semua nilai dan etika yang kita pertahankan dirumah mampu 100% kita pertahankan tanpa degradasi ketika berada diperantauan. Sehingga norma ideal yang ada sebenarnya tidak membatasi warna apa yang akan kita pilih, singkatnya pilih semua warna yang kamu ingin kecuali satu warna. Anggaplah warna yang dikecualikan itu warna hitam.

Mungkin ketika kita sudah memahami tentang kebebasan menentukan warna kita didunia kampus ini, tak aka nada seorangpun yang berani membantah tentangn pilihan tersebut. Anggaplah anda memilih warna putih saja, menjadi mahasiswa denga seratus persen konsentrasi pada akademik dengan alasan yang jelas, dengan targetan yang konkrit dan tentunya dengan pertimbangan bahwa itu pilihan warna terbaik yang bisa kamu pilih. Maka sudah tentu itu adalah warnamu, yakinkan dan jalani.

Yang jadi masalahadalah ketika kita menjadi biru tanpa tahu kenapa harus biru, atau memilih hitam sedangkan kita sendiri tidak tahu apa manfaat dan faedah dari hitam itu sendiri.

Seorang mahasiswa yang memilih untuk memaksimalkan masa kuliahnya dengan berorganisasi di lembaga pers mahasiswa misalnya, dia harus memiliki pola pikir  jangka panjang kenapa ia pilih warna pers menjadi warna hidupnya selama 4 tahun berkuliah. Ketika ia tahu dan ia bisa menjabarkanya dengan rasional,minimal kepada hati kecilnya sendiri maka yakinkan dan jalani.
Share:

0 komentar:

Post a Comment