LAPORAN
PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
“PRODUKSI
PERTUMBUHAN Azolla sp TERHADAP TIGAJENIS
MEDIA (TANAH ULTISOL, TANAH GAMBUTDAN VERMIKOMPOS) DAN PENGOMPOSAN Azolla sp”
WAHYU SRININGSIH
05071181419002
PROGRAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
2016
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Bioteknologi merupakan salah satu teknologi yang berperan dalam pembangunan
pertanian (Dewan Riset Nasional, 2006). Bioteknologi yang juga merupakan salah
satu program Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian diharapkan berperan
dalam mewujudkan tujuan peningkatan dan stabilitas produksi, peningkatan mutu
dan nilai tambah produk pertanian (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
2005). Bioteknologi adalah segala bent uk penerapan teknologi yang menggunakan
sistem biologi, organisme hidup atau turunannya untuk membuat atau memodifikasi
produk at au proses. Dalam bidang pertanian, bioteknologi memberikan alternatif
pilihan untuk (1) memanfaatkan, melestarikan dan memperkaya keanekaragaman
hayati; (2) mempercepat perakitan tanaman, hewan, atau mikroba unggul melalui
teknologi rekayasa genetik, pemanfaatmarka molekuler dan kultur in vitro; dan
(3) memanfaatkan mikroba : (a) dalam pengolahan hasil panen, (b)sebagai bahan
utama dalam pengomposan (pengmposan tergolong kedalam
bioteknologi konvensional)
Ultisol
merupakan tanah mineral masam yang potensial untuk pengem-bangan tanaman
pertanian, dengan luas mencapai 45,8 juta hektar atau sekitar 25% dari total
luas daratan Indonesia. Di Sumatera Selatan sebaran luasnya mencapai 1,27 juta
hektar (Subagyo et al., 2004). Salah satu kendala utama dalam
pemanfaatan Ultisol untuk pertanian adalah rendahnya keterse-diaan dan
efisiensi P akibat tingginya jerapan P (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Tingginya jerapan P pada Ultisol antara lain disebabkan karena rendahnya muatan
negatif pada permu-kaan koloid tanah (MarcanoMartinez dan McBride, 1989; Tan,
2008).
Sifat fisik tanah
gambut merupakan faktor yang sangat menentukan tingkat produktivitas tanaman
yang diusahakan pada lahan gambut, karena menentukan kondisi aerasi, drainase,
daya menahan beban, serta tingkat atau potensi degradasi lahan gambut. Dalam
pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian, karakteristik atau sifat fisik gambut
yang penting untuk dipelajari adalah kematangan gambut, kadar air, berat isi (bulk
density), daya menahan beban (bearing capacity), penurunan permukaan
tanah (subsidence), sifat kering tak balik (irreversible drying)
(Agus dan Subiksa, 2008).
Vermikompos merupakan pupuk organik yang diproduksi dengan bantuan sistem
pencernaan dan mikro-organisme dalam usus cacing tanah. Vermikompos diketahui
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman dan perkembangan simbiosis
mikoriza.
Tanaman Azolla atau paku air merupakan tanaman yang biasa hidup di atas
permukaan air. Azolla dapat ditemukan pada semua persawahan di Indonesia. Kompos
Azolla spmemiliki
kandungan N sebesar 0,28 %, P2O5 sebesar 19,96 %, K2O sebesar 10,30 %, juga
mengandung unsur hara lainnya seperti Fe, Mn, Cu, dan Zn serta memiliki rasio
C-N sebesar 12 (Suryatmana dkk., 2007). Oleh karena itu, Azolla spdapat digunakan sebagai sumber
nitrogen dan juga sebagai sumber unsur hara lainnya sehingga dapat memenuhi
kebutuhan hara tanaman padi. Kelebihan Azolla dibanding bahan organikantara
lain: ( 1) Mudah tumbuh sehingga dapat diproduksi dalam waktu cepat sehingga
bersifat reproducible;(2) Mudah terkomposkan; ( 3) Kkandungan nutrisi
lebih tinggi dibandingkan kompos lain; (4) Biaya produksi rendah. berdasarkan penjelasan diatas maka penulis
melakukan praktikum ini untuk
mengetahui produksi pertumbuhan Azolla sp
terhadap tiga jenis tanah (ultisol,gambut, dan vermikompos) dan mengetahui cara
pengomposan Azolla sp
1.2. Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan
dari praktikum ini adalah
untuk mengetahui produksi pertumbuhan Azolla
spterhadap tiga jenis tanah (ultisol,gambut, dan vermikompos) dan
mengetahui cara pengomposan Azolla sp
1.3. Manfaat
Praktikum
Adapun
manfaat dari praktikum ini adalahuntuk
memberi masukan dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan
lingkungan, khususnys mengenai produksi pertumbuhan Azolla sp terhadap tiga jenis media (tanah ultisol gambut dan
vermikompos) dan pengomposan Azolla sp
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Bioteknologi
Bioteknologi
merupakan salah satu teknologi yang berperan dalam pembangunan pertanian (Dewan
Riset Nasional, 2006). Bioteknologi yang juga merupakan salah satu program
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian diharapkan berperan dalam
mewujudkan tujuan peningkatan dan stabilitas produksi, peningkatan mutu dan
nilai tambah produk pertanian (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
2005).
Bioteknologi adalah
segala bentuk penerapan teknologi yang menggunakan sistem biologi, organisme
hidup atau turunannya untuk membuat atau memodifikasi produk atau proses. Dalam
bidang pertanian, bioteknologi memberikan alternatif pilihan untuk (1)
memanfaatkan, melestarikan dan memperkaya keanekaragaman hayati; (2)
mempercepat perakitan tanaman, hewan, atau mikroba unggul melalui teknologi
rekayasa genetik, pemanfaatan marka molekuler dan kultur in vitro; dan
(3) memanfaatkan mikroba : (a) dalam pengolahan hasil panen, (b)sebagai bahan
utama dalam formulasi pestisida hayati, pupuk hayati, biodekomposer dan
probiotik yang ramah lingkungan, (c) sebagai penghasil senyawa bioaktif, serta
(d) sumber gen-gen penting untuk keperluan rekayasa genetika. Contoh dari
penggunaan bioteknologi dalam bidang pertanian yang berkembang pesat adalah
penggunaan tanaman transgenik yang secara global menunjukkan peningkatan luas
areal penanaman setiap tahunnya. Pada tahun 2005 areal pertanaman transgenik
terluas adalah 49.8 juta hektar di Amerika, 17.1 juta hektar di Argentina, 9,4
juta hektar di Brazil, 5.8 juta hektar di Kanada, 3.3 juta hektar di Cina, 1/8
juta hektar di Paraguay, 1/3 juta hektar di India, 0.5 juta hektar di Afrika
Selatan, 0,3 hektar di Uruguay 0.3 juta hektar di Australia, 0,1 juta hektar di
Meksiko, 0.1 juta hektar di Romania, 0.1 juta hektar di Filipina, 0.1 juta
hektar di Spanyol, < 0,05 juta hektar di Portugal, Perancis, Jerman,
Republik Czech, Iran, Colombia, dan Honduras (ISAAA, 2005)
2.2.
Kompos dan Pengomposan
Kompos merupakan hasil perombakan bahan
organik oleh mikroba dengan hasil akhir adalah kompos (Anonim, 2013)Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan,
jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur,
carang-carang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh
mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
memperbaikisifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial
bagi tanaman. Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk
kecil yang berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel
merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah, karena
perannya yang sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi
tanah, namun bila sisa hasil tanaman tidak dikelola dengan baik maka akan
berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti mengakibatkan rendahnya
keberhasilan pertumbuhan benih karena imobilisasi hara, allelopati, atau
sebagai tempat berkembangbiaknya patogen tanaman. Bahan-bahan ini menjadi lapuk
dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembap, seperti halnya daundaun
menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan menyatu dengan tanah. Selama proses
perubahan dan peruraian bahan organik, unsur hara akan bebas menjadi bentuk
yang larut dan dapat diserap tanaman. Sebelum mengalami proses perubahan, sisa
hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur hara masih
dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman.
Di lingkungan alam
terbuka, proses pengomposan bisa terjadi dengan sendirinya. Lewat proses alami,
rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan
membusuk karena adanya kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses
tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan menambahkan
mikroorganisme pengurai sehingga dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang
berkualitas baik.
Pengomposan
merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah padat organik yang banyak
tersedia disekitar kita (Anonim, 2013)Pengomposan merupakan praktek tertua
untuk menyiapkan pupuk organik yang selanjutnya dikembangkan menjadi kunci
teknologi untuk mendaur ulang limbah permukiman dan perkotaan. Bahan organik
tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan
kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N
merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen (N). Rasio C/N tanah
berkisar antara 10-12. Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau
sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanaman. Namun
pada umumnya bahan organik segar mempunyai rasio C/N tinggi (jerami 50-70;
dedaunan tanaman 50-60; kayu-kayuan >400; dan lain-lain). Prinsip
pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan
C/N tanah (<20 atau="" bahan="" bahansemakin="" bervariasi="" bulan="" c="" dari="" dasar.="" dibutuhkan="" hinggabeberapa="" lama.="" maka="" o:p="" organik="" pengomposan="" perombakan="" proses="" rasio="" satu="" semakin="" tahun="" tergantung="" tinggi="" waktu="" yang="">20>
Proses perombakan bahan
organik terjadi secara biofisiko-kimia,melibatkan aktivitas biologi mikroba dan
mesofauna. Secara alami prosesperuraian tersebut bisa dalam keadaan aerob
(dengan O2) maupun anaerob(tanpa O2). Proses penguraian aerob dan anaerob
secara garis besarsebagai berikut:
Mikroba aerob
Bahan organik + O2 ---------------------> H2O + CO2 +
hara + humus + enersi
N, P, K
Mikroba anaerob
Bahan organik -----------------------------> CH4 +
hara + humus
N, P, K
Proses perombakan
tersebut, baik secara aerob maupun anaerobakan menghasilkan hara dan humus,
proses bisa berlangsung jika tersedia N, P, dan K. Penguraian bisa berlangsung
cepat apabila perbandinganantara kadar C (C-organik):N:P:K dalam bahan yang
terurai setara30:1:0,1:0,5. Hal ini disebabkan N, P, dan K dibutuhkan untuk
aktivitasmetabolisme sel mikroba dekomposer Oleh karena itupenggunaan bahan
organik segar (belum mengalami proses dekomposisi). Di lingkungan alam terbuka,
kompos bisa terjadi dengan sendirinya. Proses pembusukan terjadi secara alami
namun tidak dalam waktu yang singkat, melainkan secara bertahap. Lewat proses
alami, rumput, daundaunan, dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan
membusuk karena kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Lamanya proses
pembusukan tersebut lebih kurang sekitar 5 minggu hingga 2 bulan. Namun jika
kita ingin waktu yang lebih singkat, 2 minggu, proses tersebut dapat dipercepat
dengan menggunakan bioaktivator perombakmbahan organik, seperti Trichoderma sp.
2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Agar pembuatan kompos berhasil, beberapa faktor yang mempengaruhi
antara lain:
·
Ukuran
bahan mentah.
Sampai pada batas tertentu, semakin kecil ukuran potongan bahan mentahnya,
semakin cepat pula waktu pembusukannya. Penghalusan bahan akan meningkatkan
luas permukaan spesifik bahan kompos sehingga memudahkan mikroba dekomposer
untuk menyerang dan menghancurkan bahan-bahan tersebut. Meskipun demikian,
kalau penghalusan bahan terlalu kecil, timbunan akan menjadi mampat sehingga
udara sedikit. Ukuran bahan sekitar 5-10 cm sesuai untuk pengomposan ditinjau
dari aspek sirkulasi udara yang mungkin terjadi. Untuk mempercepat proses
pelapukan, dilakukan pemotongan/mencacah daun-daunan, ranting-ranting dan
material organis lainnya secara manual dengan tangan atau mesin. Untuk
pembuatan kompos skala industri,tersedia mesin penggilingan bertenaga listrik
yang dirancang khusus untuk memotong atau mencacah bahan organis limbah
pertanian menjadi potongan-potongan yang cukup kecil hingga bisa melapuk dengan
cepat.
·
Suhu
dan ketinggian timbunan kompos.
Timbunan bahan yang mengalami dekomposisi akan meningkat suhunya hingga
65-70oC akibatterjadinya aktivitas biologi oleh mikroba perombak bahan organik
(Gaur,1980). Penjagaan panas sangat penting dalam pembuatan kompos agar proses
dekomposisi berjalan merata dan sempurna. Hal yang menentukantingginya suhu
adalah nisbah volume timbunan terhadap permukaan. Makintinggi volume timbunan
dibanding permukaan, makin besar isolasi panas danmakin mudah timbunan menjadi
panas. Timbunan yang terlalu dangkal akankehilangan panas dengan cepat, karena
bahan tidak cukup untuk menahanpanas dan menghindari pelepasannya. Dalam
keadaan suhu kurang optimum,bakteri-bakteri yang menyukai panas (yang bekerja
di dalam timbunan itu)tidak akan berkembang secara wajar. Akibatnya pembuatan
kompos akanberlangsung lebih lama. Sebaliknya timbunan yang terlampau tinggi
dapatmengakibatkan bahan memadat karena berat bahan kompos itu sendiri.
Haltersebut akan mengakibatkan suhu terlalu tinggi dan udara di dasar
timbunanberkurang. Panas yang terlalu banyak juga akan mengakibat-kan
terbunuhnyamikroba yang diinginkan. Sedang kekurangan udara
mengakibatkantumbuhnya bakteri anaerobik yang baunya tidak enak. Tinggi
timbunan yangmemenuhi syarat adalah sekitar 1,25-2 m. Pada waktu proses
pembusukanberlangsung, pada timbunan material yang tingginya 1,5 m akan
menurunsampai kira-kira setinggi 1 atau 1,25 m.Setyorini et al.28
·
Nisbah
C/N.
Mikroba perombak bahan organik memerlukan karbondan
nitrogen dari bahan asal. Karbon dibutuhkan oleh mikroba sebagaisumber energi
untuk pertumbuhannya dan nitrogen diperlukan untukmembentuk protein. Bahan
dasar kompos yang mempunyai rasio C/N 20:1hingga 35:1 sesuai untuk dikomposkan.
Menurut Mathur (2000) mikroorganisme memerlukan 30 bagian C terhadap satu
bagian N, sehinggarasio C/N 30 merupakan nilai yang diperlukan untuk proses
pengomposanyang efisien. Terlalu besar rasio C/N (>40) atau terlalu kecil
(<20 adalah="" akanmengganggu="" aktif="" atau="" bahan-bahan="" bahan="" bahanbahanberair="" berartibahwa="" berkadar="" berkayu="" biji-bijianyang="" bila="" biologis="" bisa="" c="" dan="" dapat="" dari="" daun="" dekomposisi.="" dengan="" denganberbagai="" dicampur="" diganti="" hal="" harus="" hijauan="" ini="" jamur.="" kadar="" karenamikroba="" kegiatan="" keras="" kompos="" kulit="" lunak.="" membusuk="" mengandung="" menjalar="" menyebabkan="" nitrogen="" o:p="" organik.="" pada="" pangkasan-pangkasanpohon="" pangkasan="" pembuatan="" perlahan-lahan="" proses="" pupuk="" rendah="" sampah-sampah="" semua="" seperti="" suhu="" tanaman="" tidakada="" timbunan="" tinggi="" utama="" yang="">20>
·
Kelembapan.
Timbunan kompos
harus selalu lembap, dengankandungan lengas 50-60%, agar mikroba tetap
beraktivitas. Kelebihan airakan mengakibatkan volume udara jadi berkurang,
sebaliknya bila terlalukering proses dekomposisi akan berhenti. Semakin basah
timbunantersebut, harus makin sering diaduk atau dibalik untuk menjaga
danmencegah pembiakan bakteri anaerobik. Pada kondisi anaerob, penguraianbahan
akan menimbulkan bau busuk. Sampah-sampah yang berasal darihijauan, biasanya
tidak membutuhkan air sama sekali pada waktu awal,tetapi untuk bahan dari
cabang atau ranting kering dan rumput-rumputanmemerlukan penambahan air yang
cukup.
·
Sirkulasi
udara (aerasi).
Aktivitas
mikroba aerob memerlukanoksigen selama proses prombakan berlangsung (terutama
bakteri danfungi). Ukuran partikel dan struktur bahan dasar kompos
mempengaruhisistem aerasi. Makin kasar struktur maka makin besar volume pori
udaradalam campuran bahan yang didekomposisi. Pembalikan timbunan bahankompos
selama proses dekomposisi berlangsung sangat dibutuhkan danberguna mengatur
pasokan oksigen bagi aktivitas mikroba.
·
Nilai
pH.
Bahan organik dengan nilai pH 3-11 dapat dikomposkan.pH optimum berkisar
antara 5,5-8,0. Bakteri lebih menyukai pH netral,sedangkan fungi aktif pada pH
agak masam. Pada pH yang tinggi, terjadikehilangan nitrogen akibat
volatilisasi, oleh karena itu dibutuhkan kehatihatiansaat menambahkan kapur
pada saat pengomposan. Pada awalproses pengomposan, pada umumnya pH agak masam
karena aktivitasPupuk Organik dan Pupuk Hayati29bakteri yang
menghasilkan asam. Namun selanjutnya pH akan bergerakmenuju netral. Variasi pH
yang ekstrem selama proses pengomposanmenunjukkan adanya masalah dalam proses
dekomposisi.
2.3.
Azolla sp
Azolla adalah
nama tumbuhan paku–pakuan akuatik yang mengapung di permukaan air. Selain itu, azolla sangat
berpotensi menjadi kompos karena memiliki kandungan nitrogen yang tinggi, yaitu
3–5%. Hubungan saling menguntungkan ini, Anabaena bertugas memfiksasi
dan mengasimilasi gas nitrogen dari atmosfer. Nitrogen ini selanjutnya
digunakan oleh azolla untuk membentuk protein, sedangkan tugas azolla
menyediakan karbon serta lingkungan yang nyaman bagi pertumbuhan dan
perkembangan alga. Hubungan simbiotik yang unik inilah yang membuat azolla menjadi
tumbuhan yang berguna dengan kualitas nutrisi yang baik Pemanfaatan tanaman azolla
sebagai kompos merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesuburan
tanah, dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan permeabilitas tanah dan dapat mengurangi ketergantungan dalam pemakaian pupuk
anorganik yang bersifat negatif terhadap lingkungan(Djojosuwito,
2000)
Azolla adalah
sejenis pakis (fern) air tawar yang hidup di kolam, danau, rawa dan sungai
kecil baik di kondisi tropis maupun sub tropis.Azolla mengandung 2-5 % N, 3-6 %
K (bahan kering). yang merupakan suatu keunggulan dan menjadi andalan dalam
penelitian ini untuk menjadikannyasebagai sumber
nitrogen biologis yang berasal dari jasad hayati alami yangbersifat dapat
diperbaharui (renewable). Azolla kering mengandung unsurNitrogen (N) 3 -
5 persen, Phosphor (P) 0,5 - 0,9 persen dan Kalium (K) 2 -4,5 persen. Sedangkan
hara mikronya berupa Calsium (Ca) 0,4 - 1 persen,Magnesium (Mg) 0,5 - 0,6
persen, Ferum (Fe) 0,06 -0,26 persen dan Mangan(Mn) 0,11 - 0,16 persen (Fifi Puspita dkk,2000)
2.3.1. Taksonomi
Berikut ini adalah
taksonomi dari azolla sp yaitu :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi : Pteridophyta (paku-pakuan)
Kelas : Pteridopsida
Ordo : Salviniales
Spesies :
Azolla sp
2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Azolla
Pertumbuhan Azolla
sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor iklim dari lingkungan tumbuhnya,
terutama ketersedian air, sinar matahari, temperatur, kelembaban udara,
keharaan tanah, kegaraman dan pH media tumbuh Temperatur optimum untuk
pertumbuhan Azolla berkisar 25 – 30 o C, dengan intensitas sinar 25 -50 % sinar
matahari penuh (20.000 - 40.000 lux), kelembaban optimum 85 – 90 % keharaan
cukup, kecuali N, kadar garam tidak lebih dari 0,3 % atau optimal pada
konsentrasi garam mineral 90 – 150 mg/l pada medium biakan dan pH 4,5 – 7 Salah
satu faktor yang penting bagi pertumbuhan Azolla adalah tinggi genangan air.
Walaupun mampu tumbuh pada tanah berlumpur (air macak-macak) atau pada gambut
yang basah, namun perbanyakannya terhambat karena akarnya menghujam dengan kuat
ke dalam tanah sehingga menyebabkan terhambat pembelahan (fraksionasinya).
Sebaliknya, pada genangan yang tinggi/dalam, sering Azolla tercerai-beraikan
oleh angin atau gerakan air karena ia terapung denganbebas. (Hidayat,2011)
Pertumbuhan
Azolla tidak dapat memenuhi seluruh luasan lahan bila genangan airnya dalam dan
kecepatan angin serta gerakan air cukup besar. Selain pertumbuhannya, pada
kondisi demikian penambatan N2 juga tidak maksimal. Azolla lebih baik tumbuh
mengapung secara bebas di permukaan air daripada di tanah berlumpur atau gambut
basah. Kedalaman air yang optimum untuk pertumbuhan Azolla adalah 5-10 cm
Walaupun lebih suka hidup mengapung di air, Azolla dapat tumbuh baik pada
permukaan tanah yang lembab atau berlumpur. Bila tumbuh dengan akar menyentuh
permukaan tanah atau masuk ke dalam tanah maka akar lebih aktif dibanding kalau
akar menggantung di air. Keragaan akar juga lebih kokoh, tebal dan panjang, dan
lebih menyerupai akar sungguhan (tanaman). Ketinggian air 5 cm dari permukaan
tanah merupakan kondisi yang paling disukai Azolla , namun ketahanannya terhadap cekaman
lingkungan dan logam berat lebih baik bila Azolla tumbuh melekat di tanah
dengan akar masuk ke dalam tanah. Azolla tidak tahan terhadap kekeringan.
Lengas nisbi udara optimum adalah 85-90%, sedang pada kelembaban di bawah 60 %
Azolla menjadi kering dan peka terhadap kondisi yang kurang menguntungkan
Azolla tumbuh baik pada pH sekitar 5,5. Reaksi media Azolla juga berkaitan
dengan ketersediaan unsur-unsur hara bagi Azolla. Azolla memerlukan hara mikro
dan makro untuk perkembangannya. Konsentrasi ambang unsur-unsur hara P, K, Mg,
Ca masingmasing 0,03; 0,04; 0,04; dan 0,5 mmol/lt .Beberapa elemen seperti Mo dan Co
diperlukan untuk aktivitas nitrogenase (Hanafiah, 2009)
Berikut ini adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan azolla adalah sebagai berikut :
1.
Derajat Keasaman Air dan Tanah
Azolla dapat hidup
dilahan yang mempunyai derajat keasama tanah 3,5-10 bila faktor-faktor lainnya
telah memenuhi syarat pertumbuhannya. Tanah dengan pH terlalu rendah dapat
menumbulkan keracunan alumunium (Al) dan besi (Fe) serta difesiensi fosfor.
Agar pertumbuhan azolla menjadi baik, pH tanah optimum berkisar 4,5-7 dan pH
air optimum berkisar 5-6. Derajat keasaman air yang demikian dapat menghasilkan
azolla segar dengan laju pertumbuhan tertinggi.
2.
Unsur
Hara
Unsur hara yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan azolla, terutama unsur
fosfor (P). Tanah yang baik bagi pertumbuhan azolla biasanya mempunyai
kandungan fosfat tinggi, tetapi kapasitas absorbsi fosfat rendah. Kekurangan
fosfat pada tumbuhan azolla ditandai oleh penampilan pertumbuhan yang kecil,
warna agak merah sampai merah tua, vigor rendah, dan total nitrogen (N) dalam
azolla rendah. Kekurangan fosfat yang sangat parah akan menyebabkan daun azolla
mengerut, berwarna merah kehitam-hitaman, dan pertumbuhan akar menjadi
keriting.
3.
Air
Ketersediaan air harus terjamin dan mencukupi selama pertumbuhan azolla.ini
disebabkan azolla merupakan tumbuhan air yang tumbuh dan berkembang diatas
permukaan air. Air yang cukup selama pertumbuhannya dapat meningkatkan laju
pertumbuhan relatif, total biomas, dan kandungan nitrogen. Disamping itu,
azolla menghendaki kualitas air yang baik dan bebas dari pencemaran.
4.
Tanah
Tekstur tanah sebaiknya tidak porous (sarang) agar kehilangan air yang
cukup banyak akibat infiltrasi maupun perkolasi dapat dihindari. Pada daerah
dengan pengairan terbatas, struktur tanah liat lebih baik bagi pertumbuhan
azolla di bandingkan tanah berpasir karena porositas tanah liat lebih kecil.
5.
Temperatur
Temperatur merupakan
salah satu faktor lingkungan penting bagi pertumbuhan azolla. Temperatur
optimum berkisar 20-35o C. Perbandingan unsur-unsur yang terkandung
dalam pupuk kandang dari berbagai jenis hewan bergantung dari perbandingan
makanan dan jenis yang diberikan.
Selanjutnya usia
(keadaan dan individu hewan), hamparan yang dipakai serta perlakuan dan
penyimpanan pupuk sebelum diberikan pada tanah juga sangat mempengaruhi
perbandingan kandungan unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang. Rumput
kering atau jerami mengandung hanya sedikit Nitrogen dan Phosfat, sedang Kalium
berada dalam bentuk persenyawaan mudah larut. Perbandingan unsur-unsur yang
terkadung dalam pupuk kandang dari berbagai jenis hewan bergantung dari
perbandingan makanan dan jenis yang diberikan. Rumput kering atau jerami
mengandung hanya sedikit Nitrogen dan Phosfat namun banyak mengandung Kalium.
Pupuk kandang padat yang berasal dari kotoran ternak ayam biasanya terdiri dari
1 persen N, 0,80 persen P2O5, dan 0,40 persen K2O,
untuk kotoran ternak sapi mengandung 0,40 persen N, 0,20 persen P2O5,dan
0,10 persen K2O, dan kotoran ternak kambing terdiri dari 0,75 persen
N, 0,50 persen P2O5,dan 0,45 persen K2O.
Kandungan hara dalam pupuk anorganik terdiri atas unsur hara makro utama yaitu
nitrogen, fosfor, kalium; hara makro sekunder yaitu: sulfur, calsium,
magnesium; dan hara mikro yaitu: tembaga, seng, mangan, molibden, boron, dan
kobal. Pupuk anorganik dikelompokkan sebagai pupuk hara makro dan pupuk hara
mikro baik dalam bentuk padat maupun cair. Berdasarkan jumlah kandungan haranya
pupuk anorganik dapat dibedakan sebagai pupuk tunggal dan pupuk majemuk. (Anonim,2013)
2.3.3.
Pengembangbiakan Azolla sp
Terdapat 2 cara
pengembangiakan atau budidaya azolla yaitu secara vegetative dan secara
generative , berikut ini adalah langkah-langkah budidaya pada setiap metode
yaitu :
1) Cara budidaya Azolla sp secara vegetatif (bibit anakan) adalah sebagai
berikut:
a) Siapkan
bibit Azolla sp
b)
Siapkan kolam, petakan sawah atau bak
plastik, bisa juga dengan menyiapkan kolam terpal atau bak semen, isi dengan
tanah dengan ketinggian sekitar 3-5 cm kemudian genangi air setinggi 5-7 cm
c)
Tambahkan pupuk SP 36 dengan takaran 6,5
gr/m2
d)
Tebarkan bibit Azolla sp dengan jumlah penebaran 50-70 gr/m2
e)
Tunggu selama dua minggu atau lebih
dengan menjaga ketinggian air jangan sampai kering. Jika Azolla sp sudah
tumbuh menutupi permukaan air, selanjutnya siap dipanen.
2) Cara budidaya Azolla sp secara generatif (spora) adalah sebagai berikut:
a) Siapkan
spora Azolla sp
b)
Siapkan kolam, petakan sawah atau bak
plastik, bisa juga dengan menyiapkan kolam terpal atau bak semen, isi dengan
tanah dengan ketinggian sekitar 2 cm kemudian genangi air setinggi 5 cm
c)
Tambahkan pupuk SP 36 dengan takaran 6,5
gr/m2
d)
Taburkan spora Azolla sp pada permukaan air dengan takaran
10 gr/m2
e)
Usahakan wadah agar terkena cahaya
matahari
f)
Selanjutnya Spora Azolla sp akan berkecambah pada hari ke 10
dan setelah 1 bulan akan menutup permukaan area, Pada saat tersebut azolla
masih kecil
g)
Pindahkan Azolla sp pada bak yang lebih luas. Biarkan
selama 2 minggu, maka akan diperoleh bibit azolla muda
h)
Selanjutnya dapat diperbanyak seperti
halnya memperbanyak dengan menggunakan bibit tanaman muda pada cara vegetatif.
Berikut ini hal-hal yang harus
diperhatikan dalam budidaya Azolla :
a) Azolla
sp
membutuhkan cahaya matahari penuh, jadi sebaiknya tempat budidaya tidak berada
di tempat yang teduh.
b) Ketinggian
air jangan terlalu tinggi, buatlah dangkal saja karena unsur hara terpenting
bagi Azolla sp
adalah unsur P (hara utama tanaman yang penting untuk perkembangan akar,
anakan, berbunga awal, dan pematangan) dan itu tidak bisa diperoleh di air tapi
terdapat di tanah, bila terpaksa tinggi, caranya seperti disebut diatas, pakai
pupuk p (sp-36).
c) Jangan
menggunakan Pupuk Urea (apabila kolam sudah terisi Azolla Microphylla, sebaba
Azolla akan MATI !!! Pupuk urea hanya boleh di gunakan saat tahap awal
pemupukan kolam/saat kolam belum diisi. Setelah pemupukan dengan urea, kolam
dibiarkan dulu selama sekitar 2 minggu atau sampai kolam tidak berbau amonia,
baru bisa diisi azolla.
d) Apabila
menggunakan pupuk kandang pada media, perhatikan bau air. apabila air menjadi
bau, berarti pupuk belum terfermentasi sempurna, jangan dipakai !! sebab Azolla
bisa MATI.
e) Tempat
terbaik untuk budidaya Azolla adalah kolam tanah, bila tidak memakai kolam
tanah, tambahkan media tanah dalam tempat itu (karena azolla suka media yg
berlumpur), campurkan kompos/ pupuk kandang. Ketebalan media (-+) 5cm.
f) Perlakuan
awal saat bibit Azolla tiba dari pengiriman ekspedisi adalah letakkan Azolla
sp
ditempat teduh (dalam bak/wadah berair + pupuk kandang) selama 2 hari atau
lebih, sampai Azolla sp
terlihat
segar, baru dipindah ke tempat yang terkena matahari langsung.(Hidayat,2011)
2.3.4.
Kompos Azolla sp
Selain berperan sebagai
penambat nitrogen (N), kompos
Azolla juga mengandung unsur hara lain yang cukup tinggi dan lengkap, dengan
C/N rasio rata-rata 15-18%. Berikut ini beberapa kandungan unsur hara yang
terdapat dalam kompos Azolla. Nitrogen (N) 0.50-0.90%, Phosphor (P) 4.00-5.00%,
Kalium (K) 2.00-4.50%, Kalsium (Ca) 0.40-1.00%. Magnesium (Mg) 0.50-0.60%,
Mangan (Mn) 0.11-0.16%, Ferum (Fe)
0.16-0.50%, dan C/N rasio 15-18%. Tingginya kandungan unsur
hara dalam kompos Azolla tersebut menjadikan tanaman paku air ini layak
dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan bisa diandalkan untuk menopang konsep
pertanian organik. Pemberian azolla pada budidaya tanaman padi sawah sebelum
penanaman dapat meningkatkan hasil produksi padi 35-58%. Menurut beberapa hasil
penelitian, penanaman atau penumbuhan Azolla selama satu periode dapat
menghasilkan penambatan nitrogen (N) sebesar 90-120 kg per hektar. Angka ini
menunjukkan hasil yang sangat tinggi yang diasumsikan dapat menekan atau
menghemat pemberian pupuk urea
sebanyak 260 kg per hektar.
Pemanfaatan Azolla
tidak hanya digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian.
Azolla juga mengandung beberapa nutrisi penting yang sangat baik digunakan
untuk pakan ternak atau ikan. Namun pemanfaatan Azolla di sektor peternakan dan
perikanan ini belum banyak dilakukan. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh
ketersediaan biomass yang belum begitu banyak. Memang, usaha menumbuhkan atau
membudidayakan Azolla masih belum banyak dilakukan baik oleh petani, peternak,
maupun pembudidaya ikan. Hal ini disebabkan nilai ekonomis Azolla belum begitu
tinggi. Namun seiring berjalannya waktu, apabila pemanfaatan Azolla baik di
sektor pertanian, peternakan, maupun perikanan sudah tinggi, kemungkinan
tanaman paku air ini juga akan memiliki nilai jual yang signifikan, sehingga
menciptakan sebuah peluang usaha baru, yaitu perbanyakan atau pembudidayaan
Azolla.(Hidayat, 2011)
Pemanfaatan Azolla
sebagai pakan ternak, unggas, maupun ikan membutuhkan penanganan yang berbeda
dengan pemanfaatan sebagai pupuk organik. Untuk dimanfaatkan sebagai pakan
ternak, unggas, atau ikan, terlebih dahulu tanaman paku air ini harus
dikeringkan, kemudian dibuat tepung. Pemberian dalam bentuk tepung sebagai
campuran pakan lebih disukai oleh ternak, unggas, maupun ikan. Di bawah ini
kandungan nutrisi berat kering Azolla yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan
ternak maupun ikan.
(Hidayat,2011)
2.4.
Tanah Ultisol
Ultisol
merupakan tanah mineral masam yang potensial untuk pengem-bangan tanaman
pertanian, dengan luas mencapai 45,8 juta hektar atau sekitar 25% dari total
luas daratan Indonesia. Di Sumatera Selatan sebaran luasnya mencapai 1,27 juta
hektar (Subagyo et al., 2004). Salah satu kendala utama dalam
pemanfaatan Ultisol untuk pertanian adalah rendahnya keterse-diaan dan
efisiensi P akibat tingginya jerapan P (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Tingginya jerapan P pada Ultisol antara lain disebabkan karena rendahnya muatan
negatif pada permu-kaan koloid tanah .Ultisol umumnya mempunyai kandungan bahan
organik yang rendah dan fraksi liatnya didominasi oleh liat aktivitas rendah (low
activity clay) seperti kaolinit, haloisit, serta oksida-hidrus Al dan Fe.
Oleh karena itu, Ultisol umumnya mempunyai muatan negatif yang rendah dan titik
muatan nol (TMN) yang tinggi atau mendekati nilai pH aktualnya.(MarcanoMartinez
dan McBride, 1989; Tan, 2008).
Tanah yang didominasi
oleh liat aktifitas rendah umumnya mempunyai muatan terubahkan (variable
charge), dimana koloid tanah dapat bermuatan positif, nol, atau negatif
tergantung pada perubahan pH tanah. Peningkatan pH akan menyebabkan terjadinya
peningkatan muatan negatif atau TMN tanah akan menurun. Dengan demikian,
jerapan P tanah akan turun dan ketersediaan P akan meningkat (Uehara dan
Gilman, 1981; Shamshuddin dan Anda, 2008).
Bahan-bahan yang potensial untuk
digunakan dalam upaya untuk menurunkan jerapan P melalui peningkatan muatan
negatif tanah, diantaranya adalah abu terbang batubara dan bahan organik. Abu
batubara merupakan produk samping pembakaran batubara yang jumlahnya melimpah
dan akan semakin meningkat dengan meningkatnya konsumsi batubara sebagai sumber
energi. Laju daur-ulang global produk samping pembakaran batubara, termasuk abu
terbang batubara sekitar 50% dan sisanya ditimbun pada lahan urug (landfill)
yang justru berpotensi untuk mencemari lingkungan di sekitarnya (Heidrich et
al., 2013). Abu terbang batubara diketahui dapat meningkatkan pH pada tanah
masam karena kaya akan Ca dan Mg silikat, aluminosilikat dan oksida Ca dan Mg,
(Brouwers dan Van Eijk, 2003; Yunusa et al., 2006; Murugan dan
Vijayarangam, 2013). Reaksi hidrolisis senyawa oksida dan aluminosilikat pada
abu terbang batubara yang menghasilkan muatan negatif (Brouwers dan Van Eijk,
2003), diduga akan dapat mempengaruhi status jerapan dan ketersediaan P tanah
melalui perubahan nilai pH dan TMN tanah.
2.5.
Tanah Gambut
Menurut Noor (2001), Gambut terbentuk dari seresah
organik yang terdekomposisi secara anaerob, karena laju penambahan bahan organik (humifiksasi) lebih
tinggi dari pada laju dekomposisinya. Akumulasi gambut umumnya akan membentuk
lahan gambut pada lingkungan jenuh atau tergenang air, sehingga menyebabkan
aktivitas mikroorganisme terhambat. Di dataran rendah dan daerah pantai
mula-mula terbentuk gambut topogen karena kondisi anaerobik yang dipertahankan
oleh tinggi permukaan air sungai, tetapi kemudian penumpukan seresah tanaman
yang semakin bertambah akan membentuk gambut ombrogen.
Tanah gambut terbentuk pada tempat yang kondisi
tergenang, seperti pada cekungan-cekungan daerah lembah, rawa bekas danau, atau
daerah depresi/basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan
akumulasi bahan
organik yang telah beradaptasi dengan lingkungan tergenang. Penumpukan bahan
organik secara terus-menerus menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat
dome). Dataran dan kubah gambut terbentang pada cekungan luas di antara
sungai-sungai besar, dari dataran pantai ke arah hilir sungai hingga mencapai
jarak 10 – 30 km (Tim Sintesis Kebijakan, 2008). Sifat fisik tanah gambut merupakan faktor
yang sangat menentukan tingkat produktivitas tanaman yang diusahakan pada lahan
gambut, karena menentukan kondisi aerasi, drainase, daya menahan beban, serta
tingkat atau potensi degradasi lahan gambut. Dalam pemanfaatan lahan gambut
untuk pertanian, karakteristik atau sifat fisik gambut yang penting untuk
dipelajari adalah kematangan gambut, kadar air, berat isi (bulk density),
daya menahan beban (bearing capacity), penurunan permukaan tanah (subsidence),
sifat kering tak balik (irreversible drying) (Agus dan Subiksa, 2008).
Kematangan gambut diartikan sebagai
tingkat pelapukan bahan organik yang menjadi komponen utama dari tanah gambut.
Kematangan gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena
sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah gambut,
dan ketersediaan hara. Ketersediaan hara pada lahan gambut yang lebih matang
relatif lebih tinggi dibandingkan lahan gambut mentah. Struktur gambut yang
relatif lebih matang juga lebih baik, sehingga lebih menguntungkan bagi
pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, tingkat kematangan gambut merupakan
karakteristik fisik tanah gambut yang menjadi faktor penentu kesesuaian gambut
untuk pengembangan pertanian. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut
dibedakan menjadi saprik (matang), hemik (setengah matang), dan fibrik
(mentah).
Gambut yang terdapat di permukaan
(lapisan atas) umumnya relatif lebih matang, akibat laju dekomposisi yang lebih
cepat. Namun demikian seringkali juga ditemui gambut matang pada lapisan gambut
yang lebih dalam. Hal ini mengindikasikan bahwa gambut terbentuk dalam beberapa
tahapan waktu, artinya gambut yang ada pada lapisan dalam pernah berada di
posisi permukaan.
Lahan gambut mempunyai kemampuan
menyerap dan menyimpan air jauh lebih tinggi dibanding tanah mineral. Komposisi
bahan organik yang dominan menyebabkan gambut mampu menyerap air dalam jumlah
yang relatif tinggi. Elon et al. (2011)menyatakan air yang terkandung
dalam tanah gambut bisa mencapai 300-3.000% bobot keringnya, jauh lebih tinggi
dibanding dengan tanah mineral yang kemampuan menyerap airnya hanya berkisar
20-35% bobot keringnya. Mutalib et al. (1991) melaporkan kadar air
gambut pada kisaran yang lebih rendah yaitu 100-1.300%, yang artinya gambut
mampu menyerap air 1 sampai 13 kali bobotnya.
BD tanah gambut yang
sangat rendah yaitu <0 aliran="" bawah="" bd="" cm-3="" dan="" di="" ditemukan="" fibrik="" g="" gambut="" jalur="" lapisan="" lebih="" mempunyai="" mentah="" pada="" pantai="" relatif="" sedangkan="" sungai="" terletak="" tinggi="" yakni="" yang="">0,2 g
cm-3 (Tie and Lin, 1991) karena adanya pengaruh bahan mineral, namun masih jauh
dibanding BD tanah mineral yang berkisar 0,7-1,4 g cm-3. 0>
Gambut
Subsiden (subsidence) atau penurunan permukaan lahan merupakan kondisi
fisik yang sering dialami lahan gambut yang telah didrainase. Proses drainase
menyebabkan air yang berada di antara massa gambut mengalir keluar (utamanya
bagian air yang bisa mengalir dengan kekuatan gravitasi), akibat proses ini
gambut mengempis atau mengalami penyusutan. Subsiden juga bisa terjadi akibat
massa gambut mengalami pengerutan akibat berkurangnya air yang terkandung dalam
bahan gambut.
Kemasaman tanah gambut
tropika umumnya tinggi (pH 3-5), disebabkan oleh buruknya kondisi pengatusan
dan hidrolisis asam-asam organik, yang didominasi oleh asam fulvat dan humat
(Widjaja-Adhi, 1988; Rachim, 1995). Asam organik memberikan kontribusi nyata
terhadap rendahnya pH tanah gambut (Charman, 2002).
2.6.
Vermikompos
Vermikompos adalah
kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan
oleh cacing tanah. Vemikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting)
dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh karna itu
vermikompos merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki
keunggulan tersendiri dibandingkan dengan kompos lain yang kita kenal selama
ini.
Keunggulan vermikompos
·
Vermikompos
mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, p, K,Ca, Mg,
S. Fe, Mn, AI. Na, Cu. Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan yang digunakan.
·
Vermikompos
merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan adanya nutrisitersebut
mikroba pengurai bahan organik akan terus berkembang dan menguraikan bahanorganik
dengan lebih cepat. Oleh karena itu selain dapat meningkatkan kesuburan
tanah,vermikompos juga dapat membantu proses penghancuran limbah organik
·
Vermikompos
berperan memperbaiki kemampuan menahan air, membantu menyediakannutrisi bagi
tanaman, memperbaiki struktur tanah dan menetralkan pH tanah.
·
Vermikompos
mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60%. Hal ini karenastruktur
vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang mampu menyerap dan menyimpanair,
sehingga mampu mempertahankan kelembaban.
·
Tanaman
hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Cacing tanah berperan
mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi bentuk terlarut. yaitu dengan bantuan
enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya. Nutrisi tersebut terdapat
di dalam vermikompos, sehingga dapat diserap oleh akar tanaman untuk dibawa ke
seluruh bagiantanaman.
Vermikompos banyak
mengandung humus yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah. Humus
merupakan suatu campuran yang kompleks, terdiri atas bahan-bahan yang berwarna
gelap yang tidak larut dengan air (asam humik, asam fulfik dan humin) dan zat
organik yang larut (asam-asam dan gula). Kesuburan tanah ditemukan oleh kadar
humus pada lapisan olah tanah. Makin tinggi kadar humus (humic acid) makin
subur tanah tersebut. Kesuburan seperti ini dapat diwujudkan dengan menggunakan
pupuk organik berupa vermikompos, karena vermikompos mengandung humor sebesar
13,88%. Vermikompos mengandung hormon tumbuh tanaman. Hormon tersebut tidak
hanya memacu perakaran pada cangkokan. tetapi juga memacu pertumbuhan akar
tanaman di dalam tanah, memacu pertunasan ranting-ranting baru pada batang dan
cabang pohon, serta memacu pertumbuhan daun.
Kandungan N
vermikompos berasal dari perombakan bahan organik yang kaya N dan ekskresi
mikroba yang bercampur dengan tanah dalam sistem pencernaan cacing tanah.
Peningkatan kandungan N dalam bentuk vermikompos selain disebabkan adanya
proses
Vermikompos mempunyai struktur remah, sehingga dapat
mempertahankan kestabilan dan aerasi tanah. Vermikompos mengandung enzim
protease,amilase, lipase dan selulase yang berfungsi dalam perombakan bahan
organik. Vermikompos juga dapat mencegah kehilangan tanah akibat aliran
permukaan. Pada saat tanah masuk ke dalam saluran pencernaan cacing. maka
cacing akan mensekresikan suatu senyawa yaitu Ca-humat. Dengan adanya senyawa
tersebut partikel-partikel tanah diikat menjadi suatu kesatuan (agregat) yang
akan dieksresikan dalam bentuk casting. Agregatagregat itulah yang mempunyai
kemampuan untuk mengikat air dan unsur hara tanah. mineralisasi bahan organik
dari cacing tanah yang telah mati, juga oleh urin yang dihasilkan dan ekskresi
mukus dari tubuhnya yang kaya N. (Instalasi Penelitian dan Pengajian Teknologi
Pertanian (IPPTP) 2001)
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1.
Waktu dan Tempat
Adapun waktu
pelaksanaan praktikum bioteknologi pertanian ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 15 Maret 2016 sampai selesai.
Adapun
tempat pelaksanaan praktikum bioteknologi pertanian ini dilakukan samping rumah kaca Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya.
3.2.
Alat dan Bahan
Adapun
alat yang digunakan pada praktikum bioteknologi pertanian antara lain sebagai
berikut: 1) Alat tulis, 2) Papan,
3) Palu, 4) Paku, 5) Tampah, 6) Terpal, 7) Timbangan, 8) waring
Adapun
bahan yang digunakan pada praktikum bioteknologi pertanian antara lain sebagai
berikut: 1) Air secukupnya, 2)
Bibit Azolla sp, 3) Tanah Gambut
3.3.
Cara Kerja
Adapun cara
kerja dari praktikum ini antara lain sebagai berikut:
1. Budidaya Azolla sp
a.
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan
b.
Potong
papan ukuran 2m, 1,5m dan kayu 20 cm
c.
Kemudian
buat kolam kecil dari terpal
d.
Isi
kolam tersebut dengan air setinggi 10 cm dan tanah gambut sebanyak 2 karung
e.
Masukkan
bibit Azolla sp seberat 0,5 gr dan
pupuk dengan pupuk kcl kira-kira 2 sendok makan
f.
Tunggu
selama 1 minggu sampai Azolla sp
tumbuh memenuhi kolam
g.
Setelah
Azolla sp sudah memenuhi kolam
kemudian Azolla spdipanen dan
disisahkan beberapa tumbuhan Azolla sp
di kolam untuk pertumbuhan yang
selanjutnya.
h.
Setelah
panen pupuk kembali dengan pupuk KCL
i.
Azolla
sp yang sudah di panen lalu di timbang dan
dijemur di rumah kaca menggunakan tampah.
j.
Di
lakukan pemanenan lagi setelah 1 minggu kemudian panen dilakukan secara per
minggu sampai mendapatkan azolla kering yang cukup untuk dilakukan pengomposan.
2. Pengomposan Azolla sp
Adapun cara pengomposan Azolla sp adalah sebagai berikut:
a.
Tumpuk Azolla
setebal 10cm ke dalam komposter
b.
Taburkan
bekatul secara merata
c.
Semprot dengan
larutan EM dan gula merah
d.
Lalu tumpuk
lagi Azolla 10cm dan ulangi lagi tahap 2 dan 3
e.
Tutup rapat
komposter, diamkan selama seminggu
f.
Sebelum
digunakan, kompos azolla sebaiknya diangin-anginkan dulu sampai kering, baru
bisa dicampurkan ke media tanam
BAB
4
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Hasil
pengamatan tanah Ultisol
Minggu ke
|
Kelompok 1
|
Kelompok 2
|
Kelompok 3
|
||||||
Berat basah
|
Berat kering
|
KA%
|
Berat basah
|
Berat kering
|
KA%
|
Berat basah
|
Berat kering
|
KA%
|
|
1
|
1850 gr
|
200 gr
|
825
|
1700 gr
|
150gr
|
1033
|
1300 gr
|
100 gr
|
1200
|
2
|
1000 gr
|
100 gr
|
900
|
1100 gr
|
150 gr
|
633
|
1700 gr
|
150 gr
|
1033
|
3
|
1100 gr
|
100 gr
|
1000
|
1200 gr
|
100gr
|
1100
|
1200 gr
|
150 gr
|
700
|
4
|
800 gr
|
50 gr
|
1500
|
800 gr
|
100 gr
|
700
|
1500 gr
|
150 gr
|
900
|
Rata
|
1187,5
|
112,5
|
1056,2
|
1200
|
125
|
3466
|
1425
|
137,5
|
958,2
|
Hasil
pengamatan tanah Gambut
Minggu ke
|
Kelompok 1
|
Kelompok 2
|
Kelompok 3
|
||||||
Berat basah
|
Barat
kering
|
KA%
|
Berat basah
|
Basah Kering
|
KA%
|
Berat basah
|
Berat kering
|
KA%
|
|
1
|
1500 gr
|
150 gr
|
900
|
1300 gr
|
50 gr
|
2500
|
1600 gr
|
100 gr
|
1500
|
2
|
1000 gr
|
100 gr
|
900
|
1200 gr
|
60 gr
|
1900
|
1100 gr
|
100 gr
|
1000
|
3
|
400 gr
|
50 gr
|
700
|
450 gr
|
40 gr
|
1025
|
250 gr
|
10 gr
|
2400
|
4
|
450 gr
|
50 gr
|
700
|
700 gr
|
40 gr
|
1650
|
640 gr
|
10 gr
|
6300
|
Rata
|
837,5
|
87,5
|
800
|
912,5
|
47,5
|
1768,7
|
897,5
|
55
|
2800
|
Hasil
Pengamatan Tanah Vermikompos
Minggu ke
|
Kelompok 1
|
Kelompok 2
|
Kelompok 3
|
||||||
Berat basah
|
Berat kering
|
KA%
|
Berat basah
|
Berat kering
|
KA%
|
Berat basah
|
Berat kering
|
KA%
|
|
1
|
3800 gr
|
190 gr
|
1900
|
5570 gr
|
350 gr
|
1491
|
5750 gr
|
220 gr
|
2513
|
2
|
4250 gr
|
210 gr
|
425
|
3100 gr
|
550 gr
|
463
|
2550 gr
|
120 gr
|
2090
|
3
|
1700 gr
|
200 gr
|
750
|
2250 gr
|
400 gr
|
462
|
1800 gr
|
100 gr
|
1700
|
4
|
1900 gr
|
300 gr
|
190
|
2200 gr
|
400 gr
|
450
|
2300 gr
|
100 gr
|
2200
|
Rata
|
2912,5
|
225
|
816,25
|
3280
|
425
|
716,5
|
3100
|
135
|
2125,75
|
4.2.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan selama
empat minggu atau satu bulandimulai dari tanggal 24
februari 2016 dan dilaksanakan setiap pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai di
samping rumah kaca jurusan ilmu tanah fakultas pertanian , universitas
sriwijaya didapat hasil dari setiap perlakuan yang meliputi 3 jenis tanah yaitu
tanah gambut , tanah ultisol dan tanah vermikompos sebagai media pertumbuhan Azolla sp.
Seperti
yang telah kita ketahui azolla merupakan ienis tumbuhan paku-pakuan berukuran
kecil yang hidup pada habitat perairan.Tanaman ini mempunyai kemampuan untuk
mengikat nitrogen bebas (N) dari udara melalui simbiosis dengan sianobakteri (Anabaenaazollae) yang hidup di dalam
rongga daunnya.Simbiosis azolla dengan Anabaena dapat memanfaatkan energi yang
berasal dari fotosintesis untuk mengikat N2 udara.Kemampuan untuk mengikat N,
udara lebih besar atau melebihi kebutuhannya, sehingga sebagian nitrogen yang
diikat dilepaskan dalam media atau lingkungan pertumbuhannya. Untuk hasil
produk dari azolla sendiri masih terbilang belum relatif dikenal di lingkungan
masyarakat secara luas , hal ini dikarenakan informasi mengenai
perkembangbiakan azolla serta produk yang dihasilkan masih belum dikenal
masyarakat. Azolla dapat digunakan sebagai bahan utama pembuatan kompos karena
termasuk bahan yang banyak mengandung unsur hara N yang relatif tinggi sebagai
bahan asupan nutrisi bagi pertumbuhan tanaman. Meskipun kandungan N pupuk
kompos azolla masih rendah dibanding pupuk sintetik seperti urea , tapi pupuk
kompos azolla dapat dijadikan sebagai alternative penyuplai unsur hara N pada tanaman
yang pastinya bersifat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek samping
berlebihan seperti pupuk sintetik seperti urea.Pemanfaatan Azolla tidak hanya
digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian.Azolla juga
mengandung beberapa nutrisi penting yang sangat baik digunakan untuk pakan
ternak atau ikan.Namun pemanfaatan Azolla di sektor peternakan dan perikanan
ini belum banyak dilakukan. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh ketersediaan
biomass yang belum begitu banyak
Produksi pertumbuhan Azolla sp yang menggunakan 3 jenis media
tanah (tanah gambut , tanah ultisol, dan vermikompos) terlihat jelas perbedaan
berat basah yang didapat pada setiap pemanenan azolla setiap minggunya , dari
hasil yang didapat pertumbuhan azolla paling baik terdapat pada media
vermikompos dimana dengan rata-rata berat basah yang didapat sebanyak 3097,5
dan berat kering rata-rata 261,6 serta % kadar air rata-rata sebanyak 1219,5%.
Kemudian terdapat tanah gambut yang memiliki rata-rata berat basah sebanyak
882,5 dan berat kering rata-rata 63,3 serta % kadar air rata-rata sebanyak
1789,5. Terakhir tanah ultisol memiliki rata-rata berat basah sebanyak 1270,8
dan berat kering rata-rata 125 serta % kadar air rata-rata sebanyak 1826,9%.
Tingkat pertumbuhan azolla
selain dipengaruhi oleh jenis tanah , juga dipengaruhi oleh pemberian pupuk P
jenis sp-36 sebagai energi awal bagi azolla untuk tumbuh dan memperbanyak diri
melalui perkecambahan dan spora tergantung pada cara perbanyakan yang kita
pilih. Pemberian pupuk yang rutin dan jumlah yang dianjurkan akan membuat
pertumbuhan azolla semakin baik. Dalam praktikum kali ini digunakan terpal yang
diisi air yang kemudian dilarutkan dengan tanah sampai homogen sebagai media
tanam. Air pada terpal di harapkan jangan sampai terlalu sedikit , hal ini akan
ikut mempengaruhi pertumbuhan azolla. Intensitas cahaya matahari juga harus
diperhatikan , sebaiknya kolam pertumbuhan azolla tidak terpapar cahaya matahari
secara langsung , oleh karena itu harus diberi sedikit naungan untuk memberi
kelembapan dan temperatur yang pas untuk pertumbuhan azolla.Temperatur
merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan
azolla.Temperatur optimum untuk pertumbuhan azolla yakni berkisar antara 20
hingga 35o C.
Namun dalam praktikum kali
ini masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh praktikan salah satunya adalah
memberikan pupuk yang tidak sesuai anjuran yang diberikan sehingga ada azolla
yang berwarna kuning dan kerdil karena kekurangan pupuk P.Kekurangan fosfat pada tumbuhan azolla ditandai oleh
penampilan pertumbuhan yang kecil, warna agak merah sampai merah tua, vigor
rendah, dan total nitrogen (N) dalam azolla rendah. Kekurangan fosfat yang
sangat parah akan menyebabkan daun azolla mengerut, berwarna merah
kehitam-hitaman, dan pertumbuhan akar menjadi keriting
BAB
5
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari praktikum ini antara lain sebagai berikut:
1)
Bioteknologi
adalah segala bentuk penerapan teknologi yang menggunakan sistem biologi,
organisme hidup atau turunannya untuk membuat atau memodifikasi produk atau
proses.
2)
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikroba dengan hasil
akhir adalah kompos
3)
Azolla adalah
nama tumbuhan paku–pakuan akuatik yang mengapung di permukaan air
4)
Tanah
Gambut
terbentuk dari seresah organik yang terdekomposisi secara anaerob, karena laju penambahan bahan
organik (humifiksasi) lebih tinggi dari pada laju dekomposisinya
5)
Pertumbuhan Azolla sp yang paling
baik di tanah vermikompos karena tanah vermikompos mengandung humus yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah.
5.2. Saran
Saran yang dapat
saya sampaikan untuk praktikum bioteknologi pertanian ini adalah untuk
praktikum selanjutnya sebaiknya dalam praktikum diberikan buku panduan agar
kami sebagai praktikan bisa mempelajarinya di rumah serta dalam praktikum lebih
kondusif lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu D Nusantara, dkk.
2010.Pemanfaatan Vermikompos Untuk
Produksi Biomasa Legum Penutup Tanah Dan Inokulum fungi Mikoriza Abuskula. JIPI. 12 (1): 26-33 (2010 )
Dariah Ai, et al. 2000. Karakteristik Gambut. Balai
Penelitian Tanah, Bogor. Jurnal Panduan
Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi
Donald Fernando Sinaga. 2011. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan pada Tanah Gambut Ombrogen Bekas
Terbakar Terhadap Agihan Cacak Total Mikroorganisme Tanah. Jurnal
Universitas Jendral Sudirman Fakultas Pertanian Purwokerto.
Hermawan Agus, dkk.
2014.Perubahan Jerapan Pada Ultisol Akibat pemberian Campuran Abu Terbang Batu
bara Kotoran Ayam.
Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 11 (1) 2014
Hidayat cecep. 2011.Peluang Pemanfaatan tepung Azolla Sebagai
Bahan Sumber Protein Untuk Ternak Ayam. Balai Penelitian Ternak, PO
Box 221,Bogor 16002. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
678
Noor.2001.
Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisius: Yogyakarta
Pengajar
tim . 2013. Pengujian Kandungan Unsur
Hara dalam Kompos yang berasal dari Seresah Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharat)). Fakultas Pertanian Universitas
Lancang Kuning . Jurnal Ilmiah Pertanian Vol. 11, No. 1. Agustus 2013
Puspita
Hati Dian.2012..Azolla Pinata Dan Blue-
green AlgAE Sebagai Biofertilizer Pada System Of Rice Intensification (SRI). Ilmu Tanah
FakultasPertanianUniversitasPadjadjaran.Jurnal Agribisnis dan Pengembangan
Wilayah Vol. 4 No. 1 Desember 2012
Putra
Firmansyah dwi, dkk. 2013.Pengaruh
Pemberian Berbagai Bentuk Azolla Dan Pupuk N Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Jagung Manis (Zea mays). Jurnal Produksi Tanaman Vol.1 No. 4
Sebtember 2013
Ratmini Sri. 2012. Karakteristik dan Pengelolaan
Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan.
Jurnal Lahan Suboptimal ISSN:
2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online) Vol. 1, No.2: 197-206, Oktober 2012.
Rosiana Ferina. 2013.Aplikasi Kombinasi Kompos Jerami, Kompos
Azolla Dan Pupuk Hayati Untuk mMeningkatkan Jumlah Populasi Bakteri penambat
Nitrogen dan Produktivitas Tanaman pasi Berbasis IPAT-BO. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jurnal Agrovigor Volume 6 No. 1
Sari
Meilina Indriati, dkk. 2012.Uji Pemberian
Kompos Azolla microphylla Pada Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea braziliensis)
Stum Mini.Jurnal Student of Agrotechnology, Agriculture Faculty, University
of Riau
Setyarini
Dian, dkk. 2000. Kompos. Jurnal pupuk
organik dan pupuk hayati
Staf Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2001. Vermikompos. Instalasi penelitian dan
Pengkajian teknologi pertanian (IPPTP) Mataram
0 komentar:
Post a Comment