Monday, 18 December 2017

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN - PRODUKSI PERTUMBUHAN Azolla sp TERHADAP TIGAJENIS MEDIA (TANAH ULTISOL, TANAH GAMBUTDAN VERMIKOMPOS) DAN PENGOMPOSAN Azolla sp”

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

“PRODUKSI PERTUMBUHAN Azolla sp TERHADAP TIGAJENIS MEDIA (TANAH ULTISOL, TANAH GAMBUTDAN VERMIKOMPOS) DAN PENGOMPOSAN Azolla sp







WAHYU SRININGSIH
05071181419002






PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Bioteknologi merupakan salah satu teknologi yang berperan dalam pembangunan pertanian (Dewan Riset Nasional, 2006). Bioteknologi yang juga merupakan salah satu program Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian diharapkan berperan dalam mewujudkan tujuan peningkatan dan stabilitas produksi, peningkatan mutu dan nilai tambah produk pertanian (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Bioteknologi adalah segala bent uk penerapan teknologi yang menggunakan sistem biologi, organisme hidup atau turunannya untuk membuat atau memodifikasi produk at au proses. Dalam bidang pertanian, bioteknologi memberikan alternatif pilihan untuk (1) memanfaatkan, melestarikan dan memperkaya keanekaragaman hayati; (2) mempercepat perakitan tanaman, hewan, atau mikroba unggul melalui teknologi rekayasa genetik, pemanfaatmarka molekuler dan kultur in vitro; dan (3) memanfaatkan mikroba : (a) dalam pengolahan hasil panen, (b)sebagai bahan utama dalam pengomposan (pengmposan tergolong kedalam bioteknologi konvensional)
            Ultisol merupakan tanah mineral masam yang potensial untuk pengem-bangan tanaman pertanian, dengan luas mencapai 45,8 juta hektar atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Di Sumatera Selatan sebaran luasnya mencapai 1,27 juta hektar (Subagyo et al., 2004). Salah satu kendala utama dalam pemanfaatan Ultisol untuk pertanian adalah rendahnya keterse-diaan dan efisiensi P akibat tingginya jerapan P (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Tingginya jerapan P pada Ultisol antara lain disebabkan karena rendahnya muatan negatif pada permu-kaan koloid tanah (MarcanoMartinez dan McBride, 1989; Tan, 2008).
 Sifat fisik tanah gambut merupakan faktor yang sangat menentukan tingkat produktivitas tanaman yang diusahakan pada lahan gambut, karena menentukan kondisi aerasi, drainase, daya menahan beban, serta tingkat atau potensi degradasi lahan gambut. Dalam pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian, karakteristik atau sifat fisik gambut yang penting untuk dipelajari adalah kematangan gambut, kadar air, berat isi (bulk density), daya menahan beban (bearing capacity), penurunan permukaan tanah (subsidence), sifat kering tak balik (irreversible drying) (Agus dan Subiksa, 2008).
Vermikompos merupakan pupuk organik yang diproduksi dengan bantuan sistem pencernaan dan mikro-organisme dalam usus cacing tanah. Vermikompos diketahui berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman dan perkembangan simbiosis mikoriza.
Tanaman Azolla atau paku air merupakan tanaman yang biasa hidup di atas permukaan air. Azolla dapat ditemukan pada semua persawahan di Indonesia. Kompos Azolla spmemiliki kandungan N sebesar 0,28 %, P2O5 sebesar 19,96 %, K2O sebesar 10,30 %, juga mengandung unsur hara lainnya seperti Fe, Mn, Cu, dan Zn serta memiliki rasio C-N sebesar 12 (Suryatmana dkk., 2007). Oleh karena itu, Azolla spdapat digunakan sebagai sumber nitrogen dan juga sebagai sumber unsur hara lainnya sehingga dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman padi. Kelebihan Azolla dibanding bahan organikantara lain: ( 1) Mudah tumbuh sehingga dapat diproduksi dalam waktu cepat sehingga bersifat reproducible;(2) Mudah terkomposkan; ( 3) Kkandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan kompos lain; (4) Biaya produksi rendah. berdasarkan penjelasan diatas maka penulis melakukan praktikum ini untuk mengetahui produksi pertumbuhan Azolla sp terhadap tiga jenis tanah (ultisol,gambut, dan vermikompos) dan mengetahui cara pengomposan Azolla sp

1.2.      Tujuan Praktikum
            Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui produksi pertumbuhan Azolla spterhadap tiga jenis tanah (ultisol,gambut, dan vermikompos) dan mengetahui cara pengomposan Azolla sp

1.3.     Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalahuntuk memberi masukan dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan lingkungan, khususnys mengenai produksi pertumbuhan Azolla sp terhadap tiga jenis media (tanah ultisol gambut dan vermikompos) dan pengomposan Azolla sp

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Bioteknologi
Bioteknologi merupakan salah satu teknologi yang berperan dalam pembangunan pertanian (Dewan Riset Nasional, 2006). Bioteknologi yang juga merupakan salah satu program Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian diharapkan berperan dalam mewujudkan tujuan peningkatan dan stabilitas produksi, peningkatan mutu dan nilai tambah produk pertanian (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).
Bioteknologi adalah segala bentuk penerapan teknologi yang menggunakan sistem biologi, organisme hidup atau turunannya untuk membuat atau memodifikasi produk atau proses. Dalam bidang pertanian, bioteknologi memberikan alternatif pilihan untuk (1) memanfaatkan, melestarikan dan memperkaya keanekaragaman hayati; (2) mempercepat perakitan tanaman, hewan, atau mikroba unggul melalui teknologi rekayasa genetik, pemanfaatan marka molekuler dan kultur in vitro; dan (3) memanfaatkan mikroba : (a) dalam pengolahan hasil panen, (b)sebagai bahan utama dalam formulasi pestisida hayati, pupuk hayati, biodekomposer dan probiotik yang ramah lingkungan, (c) sebagai penghasil senyawa bioaktif, serta (d) sumber gen-gen penting untuk keperluan rekayasa genetika. Contoh dari penggunaan bioteknologi dalam bidang pertanian yang berkembang pesat adalah penggunaan tanaman transgenik yang secara global menunjukkan peningkatan luas areal penanaman setiap tahunnya. Pada tahun 2005 areal pertanaman transgenik terluas adalah 49.8 juta hektar di Amerika, 17.1 juta hektar di Argentina, 9,4 juta hektar di Brazil, 5.8 juta hektar di Kanada, 3.3 juta hektar di Cina, 1/8 juta hektar di Paraguay, 1/3 juta hektar di India, 0.5 juta hektar di Afrika Selatan, 0,3 hektar di Uruguay 0.3 juta hektar di Australia, 0,1 juta hektar di Meksiko, 0.1 juta hektar di Romania, 0.1 juta hektar di Filipina, 0.1 juta hektar di Spanyol, < 0,05 juta hektar di Portugal, Perancis, Jerman, Republik Czech, Iran, Colombia, dan Honduras (ISAAA, 2005)


2.2.      Kompos dan Pengomposan
 Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikroba dengan hasil akhir adalah kompos (Anonim, 2013)Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaikisifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman. Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil yang berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah, karena perannya yang sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, namun bila sisa hasil tanaman tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti mengakibatkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan benih karena imobilisasi hara, allelopati, atau sebagai tempat berkembangbiaknya patogen tanaman. Bahan-bahan ini menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembap, seperti halnya daundaun menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan menyatu dengan tanah. Selama proses perubahan dan peruraian bahan organik, unsur hara akan bebas menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap tanaman. Sebelum mengalami proses perubahan, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman.
Di lingkungan alam terbuka, proses pengomposan bisa terjadi dengan sendirinya. Lewat proses alami, rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena adanya kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan menambahkan mikroorganisme pengurai sehingga dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas baik.
            Pengomposan merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah padat organik yang banyak tersedia disekitar kita (Anonim, 2013)Pengomposan merupakan praktek tertua untuk menyiapkan pupuk organik yang selanjutnya dikembangkan menjadi kunci teknologi untuk mendaur ulang limbah permukiman dan perkotaan. Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen (N). Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanaman. Namun pada umumnya bahan organik segar mempunyai rasio C/N tinggi (jerami 50-70; dedaunan tanaman 50-60; kayu-kayuan >400; dan lain-lain). Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20 atau="" bahan="" bahansemakin="" bervariasi="" bulan="" c="" dari="" dasar.="" dibutuhkan="" hinggabeberapa="" lama.="" maka="" o:p="" organik="" pengomposan="" perombakan="" proses="" rasio="" satu="" semakin="" tahun="" tergantung="" tinggi="" waktu="" yang="">
Proses perombakan bahan organik terjadi secara biofisiko-kimia,melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Secara alami prosesperuraian tersebut bisa dalam keadaan aerob (dengan O2) maupun anaerob(tanpa O2). Proses penguraian aerob dan anaerob secara garis besarsebagai berikut:
Mikroba aerob
Bahan organik + O2 ---------------------> H2O + CO2 + hara + humus + enersi
N, P, K
Mikroba anaerob
Bahan organik -----------------------------> CH4 + hara + humus
N, P, K
Proses perombakan tersebut, baik secara aerob maupun anaerobakan menghasilkan hara dan humus, proses bisa berlangsung jika tersedia N, P, dan K. Penguraian bisa berlangsung cepat apabila perbandinganantara kadar C (C-organik):N:P:K dalam bahan yang terurai setara30:1:0,1:0,5. Hal ini disebabkan N, P, dan K dibutuhkan untuk aktivitasmetabolisme sel mikroba dekomposer Oleh karena itupenggunaan bahan organik segar (belum mengalami proses dekomposisi). Di lingkungan alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya. Proses pembusukan terjadi secara alami namun tidak dalam waktu yang singkat, melainkan secara bertahap. Lewat proses alami, rumput, daundaunan, dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Lamanya proses pembusukan tersebut lebih kurang sekitar 5 minggu hingga 2 bulan. Namun jika kita ingin waktu yang lebih singkat, 2 minggu, proses tersebut dapat dipercepat dengan menggunakan bioaktivator perombakmbahan organik, seperti Trichoderma sp.

2.2.1.          Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Agar pembuatan kompos berhasil, beberapa faktor yang  mempengaruhi
antara lain:
·         Ukuran bahan mentah.
Sampai pada batas tertentu, semakin kecil ukuran potongan bahan mentahnya, semakin cepat pula waktu pembusukannya. Penghalusan bahan akan meningkatkan luas permukaan spesifik bahan kompos sehingga memudahkan mikroba dekomposer untuk menyerang dan menghancurkan bahan-bahan tersebut. Meskipun demikian, kalau penghalusan bahan terlalu kecil, timbunan akan menjadi mampat sehingga udara sedikit. Ukuran bahan sekitar 5-10 cm sesuai untuk pengomposan ditinjau dari aspek sirkulasi udara yang mungkin terjadi. Untuk mempercepat proses pelapukan, dilakukan pemotongan/mencacah daun-daunan, ranting-ranting dan material organis lainnya secara manual dengan tangan atau mesin. Untuk pembuatan kompos skala industri,tersedia mesin penggilingan bertenaga listrik yang dirancang khusus untuk memotong atau mencacah bahan organis limbah pertanian menjadi potongan-potongan yang cukup kecil hingga bisa melapuk dengan cepat.
·         Suhu dan ketinggian timbunan kompos.
Timbunan bahan yang mengalami dekomposisi akan meningkat suhunya hingga 65-70oC akibatterjadinya aktivitas biologi oleh mikroba perombak bahan organik (Gaur,1980). Penjagaan panas sangat penting dalam pembuatan kompos agar proses dekomposisi berjalan merata dan sempurna. Hal yang menentukantingginya suhu adalah nisbah volume timbunan terhadap permukaan. Makintinggi volume timbunan dibanding permukaan, makin besar isolasi panas danmakin mudah timbunan menjadi panas. Timbunan yang terlalu dangkal akankehilangan panas dengan cepat, karena bahan tidak cukup untuk menahanpanas dan menghindari pelepasannya. Dalam keadaan suhu kurang optimum,bakteri-bakteri yang menyukai panas (yang bekerja di dalam timbunan itu)tidak akan berkembang secara wajar. Akibatnya pembuatan kompos akanberlangsung lebih lama. Sebaliknya timbunan yang terlampau tinggi dapatmengakibatkan bahan memadat karena berat bahan kompos itu sendiri. Haltersebut akan mengakibatkan suhu terlalu tinggi dan udara di dasar timbunanberkurang. Panas yang terlalu banyak juga akan mengakibat-kan terbunuhnyamikroba yang diinginkan. Sedang kekurangan udara mengakibatkantumbuhnya bakteri anaerobik yang baunya tidak enak. Tinggi timbunan yangmemenuhi syarat adalah sekitar 1,25-2 m. Pada waktu proses pembusukanberlangsung, pada timbunan material yang tingginya 1,5 m akan menurunsampai kira-kira setinggi 1 atau 1,25 m.Setyorini et al.28
·         Nisbah C/N.
Mikroba perombak bahan organik memerlukan karbondan nitrogen dari bahan asal. Karbon dibutuhkan oleh mikroba sebagaisumber energi untuk pertumbuhannya dan nitrogen diperlukan untukmembentuk protein. Bahan dasar kompos yang mempunyai rasio C/N 20:1hingga 35:1 sesuai untuk dikomposkan. Menurut Mathur (2000) mikroorganisme memerlukan 30 bagian C terhadap satu bagian N, sehinggarasio C/N 30 merupakan nilai yang diperlukan untuk proses pengomposanyang efisien. Terlalu besar rasio C/N (>40) atau terlalu kecil (<20 adalah="" akanmengganggu="" aktif="" atau="" bahan-bahan="" bahan="" bahanbahanberair="" berartibahwa="" berkadar="" berkayu="" biji-bijianyang="" bila="" biologis="" bisa="" c="" dan="" dapat="" dari="" daun="" dekomposisi.="" dengan="" denganberbagai="" dicampur="" diganti="" hal="" harus="" hijauan="" ini="" jamur.="" kadar="" karenamikroba="" kegiatan="" keras="" kompos="" kulit="" lunak.="" membusuk="" mengandung="" menjalar="" menyebabkan="" nitrogen="" o:p="" organik.="" pada="" pangkasan-pangkasanpohon="" pangkasan="" pembuatan="" perlahan-lahan="" proses="" pupuk="" rendah="" sampah-sampah="" semua="" seperti="" suhu="" tanaman="" tidakada="" timbunan="" tinggi="" utama="" yang="">
·         Kelembapan.
Timbunan kompos harus selalu lembap, dengankandungan lengas 50-60%, agar mikroba tetap beraktivitas. Kelebihan airakan mengakibatkan volume udara jadi berkurang, sebaliknya bila terlalukering proses dekomposisi akan berhenti. Semakin basah timbunantersebut, harus makin sering diaduk atau dibalik untuk menjaga danmencegah pembiakan bakteri anaerobik. Pada kondisi anaerob, penguraianbahan akan menimbulkan bau busuk. Sampah-sampah yang berasal darihijauan, biasanya tidak membutuhkan air sama sekali pada waktu awal,tetapi untuk bahan dari cabang atau ranting kering dan rumput-rumputanmemerlukan penambahan air yang cukup.
·         Sirkulasi udara (aerasi).
Aktivitas mikroba aerob memerlukanoksigen selama proses prombakan berlangsung (terutama bakteri danfungi). Ukuran partikel dan struktur bahan dasar kompos mempengaruhisistem aerasi. Makin kasar struktur maka makin besar volume pori udaradalam campuran bahan yang didekomposisi. Pembalikan timbunan bahankompos selama proses dekomposisi berlangsung sangat dibutuhkan danberguna mengatur pasokan oksigen bagi aktivitas mikroba.
·         Nilai pH.
Bahan organik dengan nilai pH 3-11 dapat dikomposkan.pH optimum berkisar antara 5,5-8,0. Bakteri lebih menyukai pH netral,sedangkan fungi aktif pada pH agak masam. Pada pH yang tinggi, terjadikehilangan nitrogen akibat volatilisasi, oleh karena itu dibutuhkan kehatihatiansaat menambahkan kapur pada saat pengomposan. Pada awalproses pengomposan, pada umumnya pH agak masam karena aktivitasPupuk Organik dan Pupuk Hayati29bakteri yang menghasilkan asam. Namun selanjutnya pH akan bergerakmenuju netral. Variasi pH yang ekstrem selama proses pengomposanmenunjukkan adanya masalah dalam proses dekomposisi.

2.3.      Azolla sp
Azolla adalah nama tumbuhan paku–pakuan akuatik yang mengapung di permukaan air. Selain itu, azolla sangat berpotensi menjadi kompos karena memiliki kandungan nitrogen yang tinggi, yaitu 3–5%. Hubungan saling menguntungkan ini, Anabaena bertugas memfiksasi dan mengasimilasi gas nitrogen dari atmosfer. Nitrogen ini selanjutnya digunakan oleh azolla untuk membentuk protein, sedangkan tugas azolla menyediakan karbon serta lingkungan yang nyaman bagi pertumbuhan dan perkembangan alga. Hubungan simbiotik yang unik inilah yang membuat azolla menjadi tumbuhan yang berguna dengan kualitas nutrisi yang baik Pemanfaatan tanaman azolla sebagai kompos merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesuburan tanah, dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan permeabilitas tanah dan dapat mengurangi ketergantungan dalam pemakaian pupuk anorganik yang bersifat negatif terhadap lingkungan(Djojosuwito, 2000)
Azolla adalah sejenis pakis (fern) air tawar yang hidup di kolam, danau, rawa dan sungai kecil baik di kondisi tropis maupun sub tropis.Azolla mengandung 2-5 % N, 3-6 % K (bahan kering). yang merupakan suatu keunggulan dan menjadi andalan dalam penelitian ini untuk menjadikannyasebagai sumber nitrogen biologis yang berasal dari jasad hayati alami yangbersifat dapat diperbaharui (renewable). Azolla kering mengandung unsurNitrogen (N) 3 - 5 persen, Phosphor (P) 0,5 - 0,9 persen dan Kalium (K) 2 -4,5 persen. Sedangkan hara mikronya berupa Calsium (Ca) 0,4 - 1 persen,Magnesium (Mg) 0,5 - 0,6 persen, Ferum (Fe) 0,06 -0,26 persen dan Mangan(Mn) 0,11 - 0,16 persen  (Fifi Puspita dkk,2000)

2.3.1.   Taksonomi
Berikut ini adalah taksonomi dari azolla sp yaitu :
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi               : Pteridophyta (paku-pakuan)
Kelas               : Pteridopsida
Ordo                : Salviniales
Famili              : Azollaceae
Genus              : Azolla
Spesies            : Azolla sp



2.3.2.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Azolla
Pertumbuhan Azolla sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor iklim dari lingkungan tumbuhnya, terutama ketersedian air, sinar matahari, temperatur, kelembaban udara, keharaan tanah, kegaraman dan pH media tumbuh Temperatur optimum untuk pertumbuhan Azolla berkisar 25 – 30 o C, dengan intensitas sinar 25 -50 % sinar matahari penuh (20.000 - 40.000 lux), kelembaban optimum 85 – 90 % keharaan cukup, kecuali N, kadar garam tidak lebih dari 0,3 % atau optimal pada konsentrasi garam mineral 90 – 150 mg/l pada medium biakan dan pH 4,5 – 7 Salah satu faktor yang penting bagi pertumbuhan Azolla adalah tinggi genangan air. Walaupun mampu tumbuh pada tanah berlumpur (air macak-macak) atau pada gambut yang basah, namun perbanyakannya terhambat karena akarnya menghujam dengan kuat ke dalam tanah sehingga menyebabkan terhambat pembelahan (fraksionasinya). Sebaliknya, pada genangan yang tinggi/dalam, sering Azolla tercerai-beraikan oleh angin atau gerakan air karena ia terapung denganbebas. (Hidayat,2011)
Pertumbuhan Azolla tidak dapat memenuhi seluruh luasan lahan bila genangan airnya dalam dan kecepatan angin serta gerakan air cukup besar. Selain pertumbuhannya, pada kondisi demikian penambatan N2 juga tidak maksimal. Azolla lebih baik tumbuh mengapung secara bebas di permukaan air daripada di tanah berlumpur atau gambut basah. Kedalaman air yang optimum untuk pertumbuhan Azolla adalah 5-10 cm Walaupun lebih suka hidup mengapung di air, Azolla dapat tumbuh baik pada permukaan tanah yang lembab atau berlumpur. Bila tumbuh dengan akar menyentuh permukaan tanah atau masuk ke dalam tanah maka akar lebih aktif dibanding kalau akar menggantung di air. Keragaan akar juga lebih kokoh, tebal dan panjang, dan lebih menyerupai akar sungguhan (tanaman). Ketinggian air 5 cm dari permukaan tanah merupakan kondisi yang paling disukai Azolla , namun ketahanannya terhadap cekaman lingkungan dan logam berat lebih baik bila Azolla tumbuh melekat di tanah dengan akar masuk ke dalam tanah. Azolla tidak tahan terhadap kekeringan. Lengas nisbi udara optimum adalah 85-90%, sedang pada kelembaban di bawah 60 % Azolla menjadi kering dan peka terhadap kondisi yang kurang menguntungkan Azolla tumbuh baik pada pH sekitar 5,5. Reaksi media Azolla juga berkaitan dengan ketersediaan unsur-unsur hara bagi Azolla. Azolla memerlukan hara mikro dan makro untuk perkembangannya. Konsentrasi ambang unsur-unsur hara P, K, Mg, Ca masingmasing 0,03; 0,04; 0,04; dan 0,5 mmol/lt .Beberapa elemen seperti Mo dan Co diperlukan untuk aktivitas nitrogenase (Hanafiah, 2009)
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan azolla adalah sebagai berikut :
1.           Derajat Keasaman Air dan Tanah
Azolla dapat hidup dilahan yang mempunyai derajat keasama tanah 3,5-10 bila faktor-faktor lainnya telah memenuhi syarat pertumbuhannya. Tanah dengan pH terlalu rendah dapat menumbulkan keracunan alumunium (Al) dan besi (Fe) serta difesiensi fosfor. Agar pertumbuhan azolla menjadi baik, pH tanah optimum berkisar 4,5-7 dan pH air optimum berkisar 5-6. Derajat keasaman air yang demikian dapat menghasilkan azolla segar dengan laju pertumbuhan tertinggi.
2.           Unsur Hara
Unsur hara yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan azolla, terutama unsur fosfor (P). Tanah yang baik bagi pertumbuhan azolla biasanya mempunyai kandungan fosfat tinggi, tetapi kapasitas absorbsi fosfat rendah. Kekurangan fosfat pada tumbuhan azolla ditandai oleh penampilan pertumbuhan yang kecil, warna agak merah sampai merah tua, vigor rendah, dan total nitrogen (N) dalam azolla rendah. Kekurangan fosfat yang sangat parah akan menyebabkan daun azolla mengerut, berwarna merah kehitam-hitaman, dan pertumbuhan akar menjadi keriting.
3.           Air
Ketersediaan air harus terjamin dan mencukupi selama pertumbuhan azolla.ini disebabkan azolla merupakan tumbuhan air yang tumbuh dan berkembang diatas permukaan air. Air yang cukup selama pertumbuhannya dapat meningkatkan laju pertumbuhan relatif, total biomas, dan kandungan nitrogen. Disamping itu, azolla menghendaki kualitas air yang baik dan bebas dari pencemaran.
4.           Tanah
Tekstur tanah sebaiknya tidak porous (sarang) agar kehilangan air yang cukup banyak akibat infiltrasi maupun perkolasi dapat dihindari. Pada daerah dengan pengairan terbatas, struktur tanah liat lebih baik bagi pertumbuhan azolla di bandingkan tanah berpasir karena porositas tanah liat lebih kecil.
5.           Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor lingkungan penting bagi pertumbuhan azolla. Temperatur optimum berkisar 20-35o C. Perbandingan unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk kandang dari berbagai jenis hewan bergantung dari perbandingan makanan dan jenis yang diberikan.
Selanjutnya usia (keadaan dan individu hewan), hamparan yang dipakai serta perlakuan dan penyimpanan pupuk sebelum diberikan pada tanah juga sangat mempengaruhi perbandingan kandungan unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang. Rumput kering atau jerami mengandung hanya sedikit Nitrogen dan Phosfat, sedang Kalium berada dalam bentuk persenyawaan mudah larut. Perbandingan unsur-unsur yang terkadung dalam pupuk kandang dari berbagai jenis hewan bergantung dari perbandingan makanan dan jenis yang diberikan. Rumput kering atau jerami mengandung hanya sedikit Nitrogen dan Phosfat namun banyak mengandung Kalium. Pupuk kandang padat yang berasal dari kotoran ternak ayam biasanya terdiri dari 1 persen N, 0,80 persen P2O5, dan 0,40 persen K2O, untuk kotoran ternak sapi mengandung 0,40 persen N, 0,20 persen P2O5,dan 0,10 persen K2O, dan kotoran ternak kambing terdiri dari 0,75 persen N, 0,50 persen P2O5,dan 0,45 persen K2O. Kandungan hara dalam pupuk anorganik terdiri atas unsur hara makro utama yaitu nitrogen, fosfor, kalium; hara makro sekunder yaitu: sulfur, calsium, magnesium; dan hara mikro yaitu: tembaga, seng, mangan, molibden, boron, dan kobal. Pupuk anorganik dikelompokkan sebagai pupuk hara makro dan pupuk hara mikro baik dalam bentuk padat maupun cair. Berdasarkan jumlah kandungan haranya pupuk anorganik dapat dibedakan sebagai pupuk tunggal dan pupuk majemuk. (Anonim,2013)




2.3.3.        Pengembangbiakan Azolla sp
Terdapat 2 cara pengembangiakan atau budidaya azolla yaitu secara vegetative dan secara generative , berikut ini adalah langkah-langkah budidaya pada setiap metode yaitu :
1)      Cara budidaya Azolla sp secara vegetatif (bibit anakan) adalah sebagai berikut:
a)      Siapkan bibit Azolla sp
b)      Siapkan kolam, petakan sawah atau bak plastik, bisa juga dengan menyiapkan kolam terpal atau bak semen, isi dengan tanah dengan ketinggian sekitar 3-5 cm kemudian genangi air setinggi 5-7 cm
c)      Tambahkan pupuk SP 36 dengan takaran 6,5 gr/m2
d)     Tebarkan bibit Azolla sp dengan jumlah penebaran 50-70 gr/m2
e)      Tunggu selama dua minggu atau lebih dengan menjaga ketinggian air jangan sampai kering. Jika Azolla sp  sudah tumbuh menutupi permukaan air, selanjutnya siap dipanen.
2)      Cara budidaya Azolla sp secara generatif (spora) adalah sebagai berikut:
a)      Siapkan spora Azolla sp
b)      Siapkan kolam, petakan sawah atau bak plastik, bisa juga dengan menyiapkan kolam terpal atau bak semen, isi dengan tanah dengan ketinggian sekitar 2 cm kemudian genangi air setinggi 5 cm
c)      Tambahkan pupuk SP 36 dengan takaran 6,5 gr/m2
d)     Taburkan spora Azolla sp pada permukaan air dengan takaran 10 gr/m2
e)      Usahakan wadah agar terkena cahaya matahari
f)       Selanjutnya Spora Azolla sp akan berkecambah pada hari ke 10 dan setelah 1 bulan akan menutup permukaan area, Pada saat tersebut azolla masih kecil
g)      Pindahkan Azolla sp pada bak yang lebih luas. Biarkan selama 2 minggu, maka akan diperoleh bibit azolla muda
h)      Selanjutnya dapat diperbanyak seperti halnya memperbanyak dengan menggunakan bibit tanaman muda pada cara vegetatif.
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam budidaya Azolla :
a)      Azolla sp membutuhkan cahaya matahari penuh, jadi sebaiknya tempat budidaya tidak berada di tempat yang teduh.
b)      Ketinggian air jangan terlalu tinggi, buatlah dangkal saja karena unsur hara terpenting bagi Azolla sp adalah unsur P (hara utama tanaman yang penting untuk perkembangan akar, anakan, berbunga awal, dan pematangan) dan itu tidak bisa diperoleh di air tapi terdapat di tanah, bila terpaksa tinggi, caranya seperti disebut diatas, pakai pupuk p (sp-36).
c)      Jangan menggunakan Pupuk Urea (apabila kolam sudah terisi Azolla Microphylla, sebaba Azolla akan MATI !!! Pupuk urea hanya boleh di gunakan saat tahap awal pemupukan kolam/saat kolam belum diisi. Setelah pemupukan dengan urea, kolam dibiarkan dulu selama sekitar 2 minggu atau sampai kolam tidak berbau amonia, baru bisa diisi azolla.
d)     Apabila menggunakan pupuk kandang pada media, perhatikan bau air. apabila air menjadi bau, berarti pupuk belum terfermentasi sempurna, jangan dipakai !! sebab Azolla bisa MATI.
e)      Tempat terbaik untuk budidaya Azolla adalah kolam tanah, bila tidak memakai kolam tanah, tambahkan media tanah dalam tempat itu (karena azolla suka media yg berlumpur), campurkan kompos/ pupuk kandang. Ketebalan media (-+) 5cm.
f)       Perlakuan awal saat bibit Azolla tiba dari pengiriman ekspedisi adalah letakkan Azolla sp ditempat teduh (dalam bak/wadah berair + pupuk kandang) selama 2 hari atau lebih, sampai Azolla sp terlihat segar, baru dipindah ke tempat yang terkena matahari langsung.(Hidayat,2011)

2.3.4.     Kompos Azolla sp
Selain berperan sebagai penambat nitrogen (N), kompos Azolla juga mengandung unsur hara lain yang cukup tinggi dan lengkap, dengan C/N rasio rata-rata 15-18%. Berikut ini beberapa kandungan unsur hara yang terdapat dalam kompos Azolla. Nitrogen (N) 0.50-0.90%, Phosphor (P) 4.00-5.00%, Kalium (K) 2.00-4.50%, Kalsium (Ca) 0.40-1.00%. Magnesium (Mg) 0.50-0.60%, Mangan (Mn) 0.11-0.16%, Ferum (Fe) 0.16-0.50%, dan C/N rasio 15-18%. Tingginya kandungan unsur hara dalam kompos Azolla tersebut menjadikan tanaman paku air ini layak dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan bisa diandalkan untuk menopang konsep pertanian organik. Pemberian azolla pada budidaya tanaman padi sawah sebelum penanaman dapat meningkatkan hasil produksi padi 35-58%. Menurut beberapa hasil penelitian, penanaman atau penumbuhan Azolla selama satu periode dapat menghasilkan penambatan nitrogen (N) sebesar 90-120 kg per hektar. Angka ini menunjukkan hasil yang sangat tinggi yang diasumsikan dapat menekan atau menghemat pemberian pupuk urea sebanyak 260 kg per hektar.
Pemanfaatan Azolla tidak hanya digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian. Azolla juga mengandung beberapa nutrisi penting yang sangat baik digunakan untuk pakan ternak atau ikan. Namun pemanfaatan Azolla di sektor peternakan dan perikanan ini belum banyak dilakukan. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh ketersediaan biomass yang belum begitu banyak. Memang, usaha menumbuhkan atau membudidayakan Azolla masih belum banyak dilakukan baik oleh petani, peternak, maupun pembudidaya ikan. Hal ini disebabkan nilai ekonomis Azolla belum begitu tinggi. Namun seiring berjalannya waktu, apabila pemanfaatan Azolla baik di sektor pertanian, peternakan, maupun perikanan sudah tinggi, kemungkinan tanaman paku air ini juga akan memiliki nilai jual yang signifikan, sehingga menciptakan sebuah peluang usaha baru, yaitu perbanyakan atau pembudidayaan Azolla.(Hidayat, 2011)
Pemanfaatan Azolla sebagai pakan ternak, unggas, maupun ikan membutuhkan penanganan yang berbeda dengan pemanfaatan sebagai pupuk organik. Untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak, unggas, atau ikan, terlebih dahulu tanaman paku air ini harus dikeringkan, kemudian dibuat tepung. Pemberian dalam bentuk tepung sebagai campuran pakan lebih disukai oleh ternak, unggas, maupun ikan. Di bawah ini kandungan nutrisi berat kering Azolla yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak maupun ikan. (Hidayat,2011)

2.4.      Tanah Ultisol
            Ultisol merupakan tanah mineral masam yang potensial untuk pengem-bangan tanaman pertanian, dengan luas mencapai 45,8 juta hektar atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Di Sumatera Selatan sebaran luasnya mencapai 1,27 juta hektar (Subagyo et al., 2004). Salah satu kendala utama dalam pemanfaatan Ultisol untuk pertanian adalah rendahnya keterse-diaan dan efisiensi P akibat tingginya jerapan P (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Tingginya jerapan P pada Ultisol antara lain disebabkan karena rendahnya muatan negatif pada permu-kaan koloid tanah .Ultisol umumnya mempunyai kandungan bahan organik yang rendah dan fraksi liatnya didominasi oleh liat aktivitas rendah (low activity clay) seperti kaolinit, haloisit, serta oksida-hidrus Al dan Fe. Oleh karena itu, Ultisol umumnya mempunyai muatan negatif yang rendah dan titik muatan nol (TMN) yang tinggi atau mendekati nilai pH aktualnya.(MarcanoMartinez dan McBride, 1989; Tan, 2008).
Tanah yang didominasi oleh liat aktifitas rendah umumnya mempunyai muatan terubahkan (variable charge), dimana koloid tanah dapat bermuatan positif, nol, atau negatif tergantung pada perubahan pH tanah. Peningkatan pH akan menyebabkan terjadinya peningkatan muatan negatif atau TMN tanah akan menurun. Dengan demikian, jerapan P tanah akan turun dan ketersediaan P akan meningkat (Uehara dan Gilman, 1981; Shamshuddin dan Anda, 2008).
Bahan-bahan yang potensial untuk digunakan dalam upaya untuk menurunkan jerapan P melalui peningkatan muatan negatif tanah, diantaranya adalah abu terbang batubara dan bahan organik. Abu batubara merupakan produk samping pembakaran batubara yang jumlahnya melimpah dan akan semakin meningkat dengan meningkatnya konsumsi batubara sebagai sumber energi. Laju daur-ulang global produk samping pembakaran batubara, termasuk abu terbang batubara sekitar 50% dan sisanya ditimbun pada lahan urug (landfill) yang justru berpotensi untuk mencemari lingkungan di sekitarnya (Heidrich et al., 2013). Abu terbang batubara diketahui dapat meningkatkan pH pada tanah masam karena kaya akan Ca dan Mg silikat, aluminosilikat dan oksida Ca dan Mg, (Brouwers dan Van Eijk, 2003; Yunusa et al., 2006; Murugan dan Vijayarangam, 2013). Reaksi hidrolisis senyawa oksida dan aluminosilikat pada abu terbang batubara yang menghasilkan muatan negatif (Brouwers dan Van Eijk, 2003), diduga akan dapat mempengaruhi status jerapan dan ketersediaan P tanah melalui perubahan nilai pH dan TMN tanah.


2.5.      Tanah Gambut
Menurut Noor (2001), Gambut terbentuk dari seresah organik yang terdekomposisi secara anaerob, karena laju penambahan bahan organik (humifiksasi) lebih tinggi dari pada laju dekomposisinya. Akumulasi gambut umumnya akan membentuk lahan gambut pada lingkungan jenuh atau tergenang air, sehingga menyebabkan aktivitas mikroorganisme terhambat. Di dataran rendah dan daerah pantai mula-mula terbentuk gambut topogen karena kondisi anaerobik yang dipertahankan oleh tinggi permukaan air sungai, tetapi kemudian penumpukan seresah tanaman yang semakin bertambah akan membentuk gambut ombrogen.
Tanah gambut terbentuk pada tempat yang kondisi tergenang, seperti pada cekungan-cekungan daerah lembah, rawa bekas danau, atau daerah depresi/basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan akumulasi bahan organik yang telah beradaptasi dengan lingkungan tergenang. Penumpukan bahan organik secara terus-menerus menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat dome). Dataran dan kubah gambut terbentang pada cekungan luas di antara sungai-sungai besar, dari dataran pantai ke arah hilir sungai hingga mencapai jarak 10 – 30 km (Tim Sintesis Kebijakan, 2008). Sifat fisik tanah gambut merupakan faktor yang sangat menentukan tingkat produktivitas tanaman yang diusahakan pada lahan gambut, karena menentukan kondisi aerasi, drainase, daya menahan beban, serta tingkat atau potensi degradasi lahan gambut. Dalam pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian, karakteristik atau sifat fisik gambut yang penting untuk dipelajari adalah kematangan gambut, kadar air, berat isi (bulk density), daya menahan beban (bearing capacity), penurunan permukaan tanah (subsidence), sifat kering tak balik (irreversible drying) (Agus dan Subiksa, 2008).
            Kematangan gambut diartikan sebagai tingkat pelapukan bahan organik yang menjadi komponen utama dari tanah gambut. Kematangan gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah gambut, dan ketersediaan hara. Ketersediaan hara pada lahan gambut yang lebih matang relatif lebih tinggi dibandingkan lahan gambut mentah. Struktur gambut yang relatif lebih matang juga lebih baik, sehingga lebih menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, tingkat kematangan gambut merupakan karakteristik fisik tanah gambut yang menjadi faktor penentu kesesuaian gambut untuk pengembangan pertanian. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi saprik (matang), hemik (setengah matang), dan fibrik (mentah).
Gambut yang terdapat di permukaan (lapisan atas) umumnya relatif lebih matang, akibat laju dekomposisi yang lebih cepat. Namun demikian seringkali juga ditemui gambut matang pada lapisan gambut yang lebih dalam. Hal ini mengindikasikan bahwa gambut terbentuk dalam beberapa tahapan waktu, artinya gambut yang ada pada lapisan dalam pernah berada di posisi permukaan.
Lahan gambut mempunyai kemampuan menyerap dan menyimpan air jauh lebih tinggi dibanding tanah mineral. Komposisi bahan organik yang dominan menyebabkan gambut mampu menyerap air dalam jumlah yang relatif tinggi. Elon et al. (2011)menyatakan air yang terkandung dalam tanah gambut bisa mencapai 300-3.000% bobot keringnya, jauh lebih tinggi dibanding dengan tanah mineral yang kemampuan menyerap airnya hanya berkisar 20-35% bobot keringnya. Mutalib et al. (1991) melaporkan kadar air gambut pada kisaran yang lebih rendah yaitu 100-1.300%, yang artinya gambut mampu menyerap air 1 sampai 13 kali bobotnya.
BD tanah gambut yang sangat rendah yaitu <0 aliran="" bawah="" bd="" cm-3="" dan="" di="" ditemukan="" fibrik="" g="" gambut="" jalur="" lapisan="" lebih="" mempunyai="" mentah="" pada="" pantai="" relatif="" sedangkan="" sungai="" terletak="" tinggi="" yakni="" yang="">0,2 g cm-3 (Tie and Lin, 1991) karena adanya pengaruh bahan mineral, namun masih jauh dibanding BD tanah mineral yang berkisar 0,7-1,4 g cm-3.
Gambut Subsiden (subsidence) atau penurunan permukaan lahan merupakan kondisi fisik yang sering dialami lahan gambut yang telah didrainase. Proses drainase menyebabkan air yang berada di antara massa gambut mengalir keluar (utamanya bagian air yang bisa mengalir dengan kekuatan gravitasi), akibat proses ini gambut mengempis atau mengalami penyusutan. Subsiden juga bisa terjadi akibat massa gambut mengalami pengerutan akibat berkurangnya air yang terkandung dalam bahan gambut.
Kemasaman tanah gambut tropika umumnya tinggi (pH 3-5), disebabkan oleh buruknya kondisi pengatusan dan hidrolisis asam-asam organik, yang didominasi oleh asam fulvat dan humat (Widjaja-Adhi, 1988; Rachim, 1995). Asam organik memberikan kontribusi nyata terhadap rendahnya pH tanah gambut (Charman, 2002).

2.6.      Vermikompos
Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Vemikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh karna itu vermikompos merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan kompos lain yang kita kenal selama ini.
Keunggulan vermikompos
·         Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, p, K,Ca, Mg, S. Fe, Mn, AI. Na, Cu. Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan yang digunakan.
·         Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan adanya nutrisitersebut mikroba pengurai bahan organik akan terus berkembang dan menguraikan bahanorganik dengan lebih cepat. Oleh karena itu selain dapat meningkatkan kesuburan tanah,vermikompos juga dapat membantu proses penghancuran limbah organik
·         Vermikompos berperan memperbaiki kemampuan menahan air, membantu menyediakannutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur tanah dan menetralkan pH tanah.
·         Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60%. Hal ini karenastruktur vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang mampu menyerap dan menyimpanair, sehingga mampu mempertahankan kelembaban.
·         Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi bentuk terlarut. yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya. Nutrisi tersebut terdapat di dalam vermikompos, sehingga dapat diserap oleh akar tanaman untuk dibawa ke seluruh bagiantanaman.
Vermikompos banyak mengandung humus yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah. Humus merupakan suatu campuran yang kompleks, terdiri atas bahan-bahan yang berwarna gelap yang tidak larut dengan air (asam humik, asam fulfik dan humin) dan zat organik yang larut (asam-asam dan gula). Kesuburan tanah ditemukan oleh kadar humus pada lapisan olah tanah. Makin tinggi kadar humus (humic acid) makin subur tanah tersebut. Kesuburan seperti ini dapat diwujudkan dengan menggunakan pupuk organik berupa vermikompos, karena vermikompos mengandung humor sebesar 13,88%. Vermikompos mengandung hormon tumbuh tanaman. Hormon tersebut tidak hanya memacu perakaran pada cangkokan. tetapi juga memacu pertumbuhan akar tanaman di dalam tanah, memacu pertunasan ranting-ranting baru pada batang dan cabang pohon, serta memacu pertumbuhan daun.
Kandungan N vermikompos berasal dari perombakan bahan organik yang kaya N dan ekskresi mikroba yang bercampur dengan tanah dalam sistem pencernaan cacing tanah. Peningkatan kandungan N dalam bentuk vermikompos selain disebabkan adanya proses
Vermikompos mempunyai struktur remah, sehingga dapat mempertahankan kestabilan dan aerasi tanah. Vermikompos mengandung enzim protease,amilase, lipase dan selulase yang berfungsi dalam perombakan bahan organik. Vermikompos juga dapat mencegah kehilangan tanah akibat aliran permukaan. Pada saat tanah masuk ke dalam saluran pencernaan cacing. maka cacing akan mensekresikan suatu senyawa yaitu Ca-humat. Dengan adanya senyawa tersebut partikel-partikel tanah diikat menjadi suatu kesatuan (agregat) yang akan dieksresikan dalam bentuk casting. Agregatagregat itulah yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan unsur hara tanah. mineralisasi bahan organik dari cacing tanah yang telah mati, juga oleh urin yang dihasilkan dan ekskresi mukus dari tubuhnya yang kaya N. (Instalasi Penelitian dan Pengajian Teknologi Pertanian (IPPTP)  2001)


BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1.      Waktu dan Tempat
            Adapun waktu pelaksanaan praktikum bioteknologi pertanian ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 15 Maret 2016 sampai selesai.
            Adapun tempat pelaksanaan praktikum bioteknologi pertanian ini dilakukan samping rumah kaca Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2.      Alat dan Bahan
            Adapun alat yang digunakan pada praktikum bioteknologi pertanian antara lain sebagai berikut: 1) Alat tulis, 2) Papan, 3) Palu, 4) Paku, 5) Tampah, 6) Terpal, 7) Timbangan, 8) waring
            Adapun bahan yang digunakan pada praktikum bioteknologi pertanian antara lain sebagai berikut: 1) Air secukupnya, 2) Bibit Azolla sp, 3) Tanah Gambut

3.3.      Cara Kerja
            Adapun cara kerja dari praktikum ini antara lain sebagai berikut:
1.      Budidaya Azolla sp
a.       Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b.      Potong papan ukuran 2m, 1,5m dan kayu 20 cm
c.       Kemudian buat kolam kecil dari terpal
d.      Isi kolam tersebut dengan air setinggi 10 cm dan tanah gambut sebanyak 2 karung
e.       Masukkan bibit Azolla sp seberat 0,5 gr dan pupuk dengan pupuk kcl kira-kira 2 sendok makan
f.       Tunggu selama 1 minggu sampai Azolla sp tumbuh memenuhi kolam
g.      Setelah Azolla sp sudah memenuhi kolam kemudian Azolla spdipanen dan disisahkan beberapa tumbuhan Azolla sp di kolam  untuk pertumbuhan yang selanjutnya.
h.      Setelah panen pupuk kembali dengan pupuk KCL
i.        Azolla sp yang sudah di panen lalu di timbang dan  dijemur di rumah kaca menggunakan tampah.
j.        Di lakukan pemanenan lagi setelah 1 minggu kemudian panen dilakukan secara per minggu sampai mendapatkan azolla kering yang cukup untuk dilakukan pengomposan.

2.      Pengomposan Azolla sp
Adapun cara pengomposan Azolla sp adalah sebagai berikut:
a.       Tumpuk Azolla setebal 10cm ke dalam komposter
b.      Taburkan bekatul secara merata
c.       Semprot dengan larutan EM dan gula merah
d.      Lalu tumpuk lagi Azolla 10cm dan ulangi lagi tahap 2 dan 3
e.       Tutup rapat komposter, diamkan selama seminggu
f.       Sebelum digunakan, kompos azolla sebaiknya diangin-anginkan dulu sampai kering, baru bisa dicampurkan ke media tanam



BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.      Hasil
Hasil pengamatan tanah Ultisol
Minggu ke
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Berat basah
Berat kering
KA%
Berat basah
Berat kering
KA%
Berat basah
Berat kering
KA%
1
1850 gr
200 gr
825
1700 gr
150gr
1033
1300 gr
100 gr
1200
2
1000 gr
100 gr
900
1100 gr
150 gr
633
1700 gr
150 gr
1033
3
1100 gr
100 gr
1000
1200 gr
100gr
1100
1200 gr
150 gr
700
4
800 gr
50 gr
1500
800 gr
100 gr
700
1500 gr
150 gr
900
Rata
1187,5
112,5
1056,2
1200
125
3466
1425
137,5
958,2
Hasil pengamatan tanah Gambut
Minggu ke
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Berat basah
Barat
kering
KA%
Berat basah
Basah Kering
KA%
Berat basah
Berat kering
KA%
1
1500 gr
150 gr
900
1300 gr
50 gr
2500
1600 gr
100 gr
1500
2
1000 gr
100 gr
900
1200 gr
60 gr
1900
1100 gr
100 gr
1000
3
400 gr
50 gr
700
450 gr
40 gr
1025
250 gr
10 gr
2400
4
450 gr
50 gr
700
700 gr
40 gr
1650
640 gr
10 gr
6300
Rata
837,5
87,5
800
912,5
47,5
1768,7
897,5
55
2800
Hasil Pengamatan  Tanah Vermikompos
Minggu ke
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Berat basah
Berat kering
KA%
Berat basah
Berat kering
KA%
Berat basah
Berat kering
KA%
1
3800 gr
190 gr
1900
5570 gr
350 gr
1491
5750 gr
220 gr
2513
2
4250 gr
210 gr
425
3100 gr
550 gr
463
2550 gr
120 gr
2090
3
1700 gr
200 gr
750
2250 gr
400 gr
462
1800 gr
100 gr
1700
4
1900 gr
300 gr
190
2200 gr
400 gr
450
2300 gr
100 gr
2200
Rata
2912,5
225
816,25
3280
425
716,5
3100
135
2125,75

4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan selama empat minggu atau satu bulandimulai dari tanggal 24 februari 2016 dan dilaksanakan setiap pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai di samping rumah kaca jurusan ilmu tanah fakultas pertanian , universitas sriwijaya didapat hasil dari setiap perlakuan yang meliputi 3 jenis tanah yaitu tanah gambut , tanah ultisol dan tanah vermikompos sebagai media pertumbuhan Azolla sp.
Seperti yang telah kita ketahui azolla merupakan ienis tumbuhan paku-pakuan berukuran kecil yang hidup pada habitat perairan.Tanaman ini mempunyai kemampuan untuk mengikat nitrogen bebas (N) dari udara melalui simbiosis dengan sianobakteri (Anabaenaazollae) yang hidup di dalam rongga daunnya.Simbiosis azolla dengan Anabaena dapat memanfaatkan energi yang berasal dari fotosintesis untuk mengikat N2 udara.Kemampuan untuk mengikat N, udara lebih besar atau melebihi kebutuhannya, sehingga sebagian nitrogen yang diikat dilepaskan dalam media atau lingkungan pertumbuhannya. Untuk hasil produk dari azolla sendiri masih terbilang belum relatif dikenal di lingkungan masyarakat secara luas , hal ini dikarenakan informasi mengenai perkembangbiakan azolla serta produk yang dihasilkan masih belum dikenal masyarakat. Azolla dapat digunakan sebagai bahan utama pembuatan kompos karena termasuk bahan yang banyak mengandung unsur hara N yang relatif tinggi sebagai bahan asupan nutrisi bagi pertumbuhan tanaman. Meskipun kandungan N pupuk kompos azolla masih rendah dibanding pupuk sintetik seperti urea , tapi pupuk kompos azolla dapat dijadikan sebagai alternative penyuplai unsur hara N pada tanaman yang pastinya bersifat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek samping berlebihan seperti pupuk sintetik seperti urea.Pemanfaatan Azolla tidak hanya digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian.Azolla juga mengandung beberapa nutrisi penting yang sangat baik digunakan untuk pakan ternak atau ikan.Namun pemanfaatan Azolla di sektor peternakan dan perikanan ini belum banyak dilakukan. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh ketersediaan biomass yang belum begitu banyak
Produksi pertumbuhan Azolla sp yang menggunakan 3 jenis media tanah (tanah gambut , tanah ultisol, dan vermikompos) terlihat jelas perbedaan berat basah yang didapat pada setiap pemanenan azolla setiap minggunya , dari hasil yang didapat pertumbuhan azolla paling baik terdapat pada media vermikompos dimana dengan rata-rata berat basah yang didapat sebanyak 3097,5 dan berat kering rata-rata 261,6 serta % kadar air rata-rata sebanyak 1219,5%. Kemudian terdapat tanah gambut yang memiliki rata-rata berat basah sebanyak 882,5 dan berat kering rata-rata 63,3 serta % kadar air rata-rata sebanyak 1789,5. Terakhir tanah ultisol memiliki rata-rata berat basah sebanyak 1270,8 dan berat kering rata-rata 125 serta % kadar air rata-rata sebanyak 1826,9%.
Tingkat pertumbuhan azolla selain dipengaruhi oleh jenis tanah , juga dipengaruhi oleh pemberian pupuk P jenis sp-36 sebagai energi awal bagi azolla untuk tumbuh dan memperbanyak diri melalui perkecambahan dan spora tergantung pada cara perbanyakan yang kita pilih. Pemberian pupuk yang rutin dan jumlah yang dianjurkan akan membuat pertumbuhan azolla semakin baik. Dalam praktikum kali ini digunakan terpal yang diisi air yang kemudian dilarutkan dengan tanah sampai homogen sebagai media tanam. Air pada terpal di harapkan jangan sampai terlalu sedikit , hal ini akan ikut mempengaruhi pertumbuhan azolla. Intensitas cahaya matahari juga harus diperhatikan , sebaiknya kolam pertumbuhan azolla tidak terpapar cahaya matahari secara langsung , oleh karena itu harus diberi sedikit naungan untuk memberi kelembapan dan temperatur yang pas untuk pertumbuhan azolla.Temperatur merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan azolla.Temperatur optimum untuk pertumbuhan azolla yakni berkisar antara 20 hingga 35o C.
Namun dalam praktikum kali ini masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh praktikan salah satunya adalah memberikan pupuk yang tidak sesuai anjuran yang diberikan sehingga ada azolla yang berwarna kuning dan kerdil karena kekurangan pupuk P.Kekurangan fosfat pada tumbuhan azolla ditandai oleh penampilan pertumbuhan yang kecil, warna agak merah sampai merah tua, vigor rendah, dan total nitrogen (N) dalam azolla rendah. Kekurangan fosfat yang sangat parah akan menyebabkan daun azolla mengerut, berwarna merah kehitam-hitaman, dan pertumbuhan akar menjadi keriting

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.      Kesimpulan
            Adapun kesimpulan dari praktikum ini antara lain sebagai berikut:
1)      Bioteknologi adalah segala bentuk penerapan teknologi yang menggunakan sistem biologi, organisme hidup atau turunannya untuk membuat atau memodifikasi produk atau proses.
2)      Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikroba dengan hasil akhir adalah kompos
3)      Azolla adalah nama tumbuhan paku–pakuan akuatik yang mengapung di permukaan air
4)      Tanah Gambut terbentuk dari seresah organik yang terdekomposisi secara anaerob, karena laju penambahan bahan organik (humifiksasi) lebih tinggi dari pada laju dekomposisinya
5)      Pertumbuhan Azolla sp yang paling baik di tanah vermikompos karena tanah vermikompos mengandung humus yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah.

5.2.      Saran
            Saran yang dapat saya sampaikan untuk praktikum bioteknologi pertanian ini adalah untuk praktikum selanjutnya sebaiknya dalam praktikum diberikan buku panduan agar kami sebagai praktikan bisa mempelajarinya di rumah serta dalam praktikum lebih kondusif lagi.




DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu D Nusantara, dkk. 2010.Pemanfaatan Vermikompos Untuk Produksi Biomasa Legum Penutup Tanah Dan Inokulum fungi Mikoriza Abuskula. JIPI. 12 (1): 26-33 (2010 )

Dariah Ai, et al. 2000. Karakteristik Gambut. Balai Penelitian Tanah, Bogor. Jurnal Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi

Donald Fernando Sinaga. 2011. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan pada Tanah Gambut Ombrogen Bekas Terbakar Terhadap Agihan Cacak Total Mikroorganisme Tanah. Jurnal Universitas Jendral Sudirman Fakultas Pertanian Purwokerto.

Hermawan Agus, dkk. 2014.Perubahan Jerapan Pada Ultisol Akibat pemberian Campuran Abu Terbang Batu bara Kotoran Ayam. Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 11 (1) 2014

Hidayat cecep. 2011.Peluang Pemanfaatan tepung Azolla Sebagai Bahan Sumber Protein Untuk Ternak Ayam. Balai Penelitian Ternak, PO Box 221,Bogor 16002. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
678

Noor.2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisius: Yogyakarta

Pengajar tim . 2013. Pengujian Kandungan Unsur Hara dalam Kompos yang berasal dari Seresah Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharat)). Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning . Jurnal Ilmiah Pertanian Vol. 11, No. 1. Agustus 2013

Puspita Hati Dian.2012..Azolla Pinata Dan Blue- green AlgAE Sebagai Biofertilizer Pada System Of Rice Intensification (SRI).   Ilmu Tanah FakultasPertanianUniversitasPadjadjaran.Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 4 No. 1 Desember 2012

Putra Firmansyah dwi, dkk. 2013.Pengaruh Pemberian Berbagai Bentuk Azolla Dan Pupuk N Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays). Jurnal Produksi Tanaman Vol.1 No. 4 Sebtember 2013

Ratmini Sri. 2012. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online) Vol. 1, No.2: 197-206, Oktober 2012.

Rosiana Ferina. 2013.Aplikasi Kombinasi Kompos Jerami, Kompos Azolla Dan Pupuk Hayati Untuk mMeningkatkan Jumlah Populasi Bakteri penambat Nitrogen dan Produktivitas Tanaman pasi Berbasis IPAT-BO. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jurnal Agrovigor Volume 6 No. 1

Sari Meilina Indriati, dkk. 2012.Uji Pemberian Kompos Azolla microphylla Pada Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea braziliensis) Stum Mini.Jurnal Student of Agrotechnology, Agriculture Faculty, University of Riau

Setyarini Dian, dkk. 2000. Kompos. Jurnal pupuk organik dan pupuk hayati

Staf Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2001. Vermikompos. Instalasi penelitian dan Pengkajian teknologi pertanian (IPPTP) Mataram 






Share:

0 komentar:

Post a Comment