Sunday, 10 December 2017

Don't Underestimate Generasi Jaman Now (Bagian I)

Dont Underestimate Generasi Jaman Now (bagian I)
oleh : Bayu Apriliaawan

Ini baru anak jaman now, gak nakal, lucu dan emesh 9source :http://dayeyecenter.com)



Fenomena Kids Jaman Now

Menarik sekali membahas tentang nilai-nilai sebuah kehidupan. Prilaku sosial dari generasi ke generasi mendapat perhatian khusus di hampir seluruh kelompok usia. Untuk sekedar menilai kelakuan anak-cucunya atau bahkan untuk sekedar mengenang masa-masa kecil dan remajanya dulu ketika mereka-mereka yang kini sepuh masih muda.

Tak ketinggalan dan luput dari topik obrolan, generasi abad ke 21 yang kini tengah menginjak usia anak dan remaja menjadi sorotan dengan perbedaan prilaku dan kebiasaan yang tak jarang memberi dampak yang mengecewakan dikalangan para orang tua. Pola komunikasi sosial yang berubah, tatakrama yang turun dari standar lamanya dan tentu kegandrungan terhadap teknologi yang kini mulai menjadi candu.



Generasi Milenial

ilustrasi generasi milenial (source : politiktoday.com)
Ditinjau dari tahun lahirnya, generasi memiliki era dan sebutan masing-masing. Kita pernah mengenal generasi Baby Boomer (lahir tahun 1946 – 1964) yang lahir di masa perang dunia ke-2 dengan karakter yang adaptif dan mudah menyesueikan diri, di ikuti dengan Generasi X (lahir tahun 1965-1980), sampai generasi yang saat ini sedang berada pada masa puncaknya yaitu Generasi Z yang lahir tahun 1995-2010. Generasi z sering disebut juga sebagai generasi milenial.

Istilah milenial ini berasal dari demografi yang berbasis di Amerika setelah adanya fenomena baby boomers. Generasi milenial adalah generasi yang amat dekat dengan internet , akrab dengan teknologi dan memiliki karakterisitik cenderung memiliki budaya belanja yang cukup konsumtif. Ya generasi itu adalah kita, generasi yang lahir antara tahun 1995 sampai tahun 2010 dengan kisaran usia generasi milenial saat ini adalah usia 18-23 tahun.

Generasi yang lahir pada tahun-tahun itu saat ini tengah memasuki masa-masa remaja. Ketika kita mengkorelasikanya dengan komposisi penduduk Indonesia yang merujuk pada data Badan Pusat Statistik 2016, Jumlah penduduk Indonesia yang berada dikisaran usia 15 – 24 tahun adalah 41,76 Juta dari 258 juta jiwa. Angka yang cukup besar sehingga menjadi wajar ketika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diera sekarang ini generasi milenial telah ikut serta mewarnai bahkan menghegemoni.

https://www.bps.go.id

Generasi menunduk

Pada awal tahun 2000-an ketika ponsel mulai menghegemoni pola komunikasi yang ada dinegeri ini. Generasi Z mendapat julukan sebagai generasi menunduk sampai saat ini. Beberapa orang akan menanggapi julukan tersebut sebagai angin lalu saja, namun disadari atau tidak julukan dan stigma ini muncul dari sebagian besar masyarakat sebagai bentuk sentilan sederhana yang mengarah pada nasihat tidak langsung.

ilustrasi fenomena menunduk (source : Jawapos)
Teknologi memegang peranan penting dalam fenomena ini. Ponsel pintar, gadget, tablet, laptop dan macam teknologi lainya akan selalu berinovasi untuk terus menghipnotis pasar yang na’as nya mayoritas target pasar mereka adalah pemuda. Sisi positif dari fenomena ini adalah penguasaan teknologi yang lebih baik generasi Z dari generasi-generasi sebelumnya. Tapi fenomena ini telah melahirkan sebuah permasalahan baru yang sering disebut sebagai prilaku antisosial.


Generasi Micin

Diantara label-label generasi yang telah diberikan, rasanya julukan ini terlalu kejam jika harus disematkan pada generasi – generasi muda kita dewasa ini. Stigma yang terlanjur viral dimasyarakat menjelang pertengahan tahun 2017 tentang “Kids jaman Now dan generasi micin” cukup berpotensi menimbulkan gerakan pesimisme global yang akan cenderung menyepelekan semua potensi anak-anak jaman sekarang. Silahkan search di google dengan keywords kids jaman now atau generasi micin, dan nilai sendiri bagaimana hasilnya.

Media sosial sempat viral dengan berbagai meme berisikan konten kenakalan,kekonyolan, dan kebodohan anak-anak usia SD, SMP dan SMA , yang entah siapa yang memulai, para pegiat meme dan media sosial ketika itu dengan kompaknya me-labeli mereka dengan julukan generasi micin. Lalu berkembanglah sebuah stigma negatif yang menjelaskan bahwa anak-anak jaman sekarang menjadi bodoh, konyol, tidak tahu malu dan prilaku tidak terpuji lainya disebabkan karena terlalu banyak mengkonsumsi micin. 

source : selipan.com

Dalam sebuah artikel ilmiah (science.idntimes) ternyata reputasi buruk MSG berawal dari surat seorang dokter pada tahun 1968 tentang efek buruk paska menyantap makanan ber-MSG Namun ternyata teori tersebut hanya berdasarkan persepsi belaka. Tidak penah ada penelitian ilmiah yang berhasil membuktikan efek negatif konsumsi MSG (dalam takaran normal) pada tubuh manusia.BPOM Amerika Serikat pun masih tetap mencatat MSG sebagai bahan makanan tambahan yang aman dikonsumsi.



Lelucon yang tidak lucu

Dalam perkembangnya, ada semacam budaya sesat yang sejak beberapa tahun terakhir ini berkembang dikalangan anak – anak dan remaja. Bullying , menghina dan mengolok-olok teman sendiri cukup marak dikalangan anak-anak saat ini. Dan mirisnya fenomena itu berlanjut tidak hanya didunia nyata tapi juga dunia maya.

Sebuah prilaku yang berulang-ulang akan menjadi sebuah kebiasaan, dan setiap kebiasaan yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama akan menjadi budaya, lalu budaya itulah yang akan mewarnai dan menghegemoni pola sosial di lingkungan tersebut sekalipun kebiasaan yang membudaya tersebut salah.

Fenomena kebiasaan mengolok-olok yang telah membudaya pada akhirnya mewarnai pola komunikasi dimedia massa. Timbulnya lelucon-lelucon tentang prilaku konyol dan menyimpang dari beberapa gambar anak-anak yang kemudian diviralkan dan diberi label generasi micin kids jaman now. Lelucon seperti ini kemudian viral dan berbahaya karena sekali lagi itu berpotensi memupuk gerakan pesimisme yang melahirkan generasi-generasi pesimis. Lelucon meme dengan gambar anak yang sedang makan micin, video konyol dan video memalukan yang diberi caption generasi micin, parody-parodi generasi micin dan semua lelucon yang tak lucu sama sekali itu adalah contoh pemanfaatan teknologi yang sama sekali tidak berfaedah.

Kesesatan Berfikir

Fallacy berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’. Fallacy didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana dengan ‘ngawur’.

Dalam buku Rekayasa Sosial karya Jalaluddin Rakhmat, dijelaskan bahwa orang sering kali terjebak dalam kesalahan berfikir ketika memandang suatu fenomena atau menganalisa sebuah permasalahan. Berkenaan dengan fenomena underestimate generasi sekarang yang dipukul rata semuanya dengan sebutan generasi micin, generasi bodoh, konyol dan memalukan, ada sebuah kesalahan berfikir dari orang-orang yang memprogpagandakan dan mem-branding generasi micin ini, termasuk juga semua masyarakat dewasa yang ikut-ikutan tertawa dan meng- underestimate para generasi kids jaman now ini.

Kesalahan berfikir ini masuk kedalam golongan Fallacy of Misplaced Concretness yang dalam istilah logika, kesalahan seperti di atas itu disebut reification. Yaitu, menganggap real sesuatu yang sebetulnya hanya berada dalam pikiran kita.

Generasi kita itu nggak bodoh, kalaupun ada yang bodoh, ada yang nakal, ada yang konyol itu tidak semuanya. Jadi adanya sebuah stigma bahwa anak-anak usia SD-SMP itu adalah generasi micin hanya reification yang kita anggap nyata padahal itu hanya fikiran negatif kita saja.

bersambung ke bagian II.....

Bagian II  klik di bagian II
Share:

0 komentar:

Post a Comment