Sunday, 30 July 2017

Makalah : Penanganan Pasca Panen Buah Jeruk

Buah jeruk
Jeruk merupakan salah satu jenis buah yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia dan diperdagangkan di pasar internasional, selain menjadi komoditas perdagangan di dalam negeri. Indonesia merupakan salah satu produsen jeruk yang mempunyai potensi yang sangat besar untuk memenuhi permintaan konsumen di dalam dan di luar negeri. Untuk dapat meningkatkan mutu agar dapat bersaing di pasar dalam negeri atau internasional diperlukan adanya standar mutu yang dapat diterapkan oleh petani Indonesia dan dapat diterima oleh pasar internasional. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3165-1992 jeruk keprok direvisi berdasarkan usulan dari seluruh pemangku kepentingan sebagai upaya untuk menghasilkan jeruk dengan mutu sesuai dengan permintaan pasar.

 Kecepatan respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, kadar oksigen, kadar karbondioksida, ethilen, dan luka mekanis. Kecepatan respirasi relatif turun pada penyimpanan dengan kadar karbondioksida 5%. Semakin banyak karbondioksida maka laju respirasi akan dihambat. Oleh karena itu penting untuk mengatur proporsi karbondioksida pada tempat penyimpanan. Semakin meningkatnya suhu, maka kecepatan respirasi akan meningkat. Semakin kecil jumlah oksigen, maka laju respirasi juga semakin kecil. Pada buah non-klimaterik yang menghasilkan ethilen dalam jumlah sedikit perlu penambahan ethilen untuk meningkatkan kecepatan pematangan buah. Adanya luka mekanis dapat memacu respirasi dikarenakan kontak enzim substrat dan oksigen lebih baik daripada di tempat yang tidak luka.

Karakteristik Buah Jeruk, SNI, Jamur yang Ada di Jeruk
Tanaman jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia.Luas lahan pertanian jeruk di Indonesia yaitu 72.370 ha dengan total  produksi 2.625.543 ton (FAO, 2006).
Jeruk termasuk buah non-klimaterik sehingga harus dipanen tepat pada saat buah tersebut matang karena laju respirasi buah non-klimaterik tidak akan meningkat setelah pemanenan. Jika dipanen setelah matang, maka buah tersebut akan busuk sebelum sampai ke tangan konsumen.
Buah jeruk segar setelah dipetik masih melangsungkan proses hidup. Beberapa proses hidup yang penting pada buah jeruk adalah respirasi, transpirasi, dan proses pematangan buah. Proses (atau sifat) biokimia tersebut menurunkan mutu kesegaran buah jeruk yang dapat dilihat dari penampakan, susut bobot, dan penurunan nilai gizinya. Respirasi adalah proses pengambilan oksigen dari udara dan pelepasan karbondioksida ke udara. Oksigen digunakan untuk memecah karbohidrat dalam buah dan sayur menjadi karbondioksida dan air. Proses ini juga menghasilkan energi panas, sehingga buah dan sayur harus segera diberi perlakuan pendinginan agar tidak cepat layu dan busuk. Jeruk tergolong buah yang laju respirasinya rendah, yaitu 5 - 10 mg C02/kg.jam pada kisaran suhu 50C (Santoso dan Purwoko, 1995).
Transpirasi atau penguapan air dapat terjadi karena perbedaan tekanan uap air di dalam bagian tanaman dengan tekanan uap air di udara. Proses transpirasi akan menyebabkan susut bobot pada buah dan sayur yang disimpan. Untuk melindungi transpirasi, buah dan sayur harus disimpan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tepat.
Jeruk termasuk buah non-klimakterik. Buah non-klimakterik tidak menunjukkan perlibahan (peningkatan) laju produksi ethilen dan C02 setelah dipanen, artinya buah jeruk harus dipanen setelah masak di pohon karena tidak mengalami pemeraman. Produksi ethilen buah jeruk sangat rendah, yaitu kurang dari 0,1 µl/kg jam pada suhu 20oC (Cantwell, 2001).
Buah jeruk matang memiliki kadar air 77-92%, pada masa kekeringan air dari buah ditarik ke daun. Kadar gula bagian yang dapat dimakan bervariasi dari 2-15%, biasanya sekitar 12% pada jeruk manis matang. Kadar proteinnya kurang dari 2% dari bagian yang dapat dimakan. Buah jeruk manis mengandung 1-2% asam sitrat dan mungkin mengandung asam tartarat, malat dan oksalat dalam jumlah kecil. Kadar vitamin C-nya sekitar 50 mg per 100 ml jus jeruk. Vitamin A juga ada dalam jeruk. Ikatan glukosida utama pada sebagian besar buah jeruk adalah hesperidin, tetapi di dalam g~apepuit dan purnilzeioadalah naringin. Kulit jeruk banyak berisi pektin (Verheij dar~Coronel, 1992).

Penyakit Pada Buah Jeruk
Ada beberapa penyakit pada jeruk yang dapat menurunkan bahkan merusak kualitas dari buah jeruk. Macamnya antara lain:
1.     Thrips (Scirtotrips citri)
Proses terjadinya penyakit burik diawali saat berbunga, bunga yang mekar merupakan stadia yang paling rentan terhadap serangan hama Thrips (Scirtothrips citri). Telur Thrips berukuran sangat kecil diletakkan pada jaringan daun muda, tangkai, kuncup, dan buah. Setelah 6 sampai 8 hari telur menetas berupa instar pertama berwarna putih transparan kemudian telur sebagian besar berwarna kuning dan coklat. Bekas serangan akan meninggalkan luka burik di sekeliling tangkai buah, luka tersebut tidak bisa sembuh sampai buah tua, sehingga kulit buah berwarna coklat kasar dan tidak bisa hilang. Pengendalian hama Thrips dapat dilakukan dengan menjaga agar lingkungan tajuk tidak terlalu rimbun; membersihkan kebun dari gulma dan sisa tanaman yang sudah mati; menggunakan insektisida dengan bahan aktif Cyhexatin, Dicofol, Alfametrin, dan Alfa sipermetrin.

2.     Tungau karat (Phyloccoptura oleivera Ashmed)
Tungau karat memangsa dengan memasukkan cheliceral stylet dalam sel tanaman dan menghisap cairan tanaman pada hampir semua varietas jeruk. Imago berwarna kuning sampai orange, panjang lebih kurang 0.2 mm. Telur diletakkan pada permukaan daun dan buah. Siklus hidup berlangsung sampai imago antara 7-10 hari pada musin panas atau 14 hari pada kondisi dingin. Imago betina hidup kurang dari 20 hari dan selama masa hidupnya mampu bertelur sebanyak 20 butir.
Tungau karat memangsa terutama pada buah muda mulai yang ukurannya sebesar kacang dan kerusakannya biasanya tampak setelah buah berukuran sebesar kelereng. Lapisan epidermis kulit buah ikut rusak dan seiring dengan membesarnya buah akan tampak gejala bekas tusukan pada buah, walaupun hama tungaunya sudah tidak ada. Apabila serangannya parah, selain cabang, daun, dan buah muda, buah yang masak bisa juga terserang. Serangan awal pada buah menimbulkan gejala warna buah keperakan (pada jenis lemon dan grapefruit) atau coklat keperakan (pada jeruk jenis lain). Pada fase selanjutnya buah yang terserang warnanya berubah menjadi coklat, sampai ungu kehitaman. Serangan P. Oleivora berpengaruh terhadap diameter, bobot, dan kandungan nutrisi buah serta dapat mengakibatkan gugur buah lebih dini. Varietas jeruk berpengaruh terhadap tingkat serangan pada buah.
Di lapangan populasi tungau dikendalikan secara alami oleh predator Amblyseius citri. Secara kimia hama tungau dapat dikendalikan dengan akarisida antara lain yang berbahan aktif propagit, dikofol, heksitiazoks, dan amitraz. Apabila pengendalian terhadap serangan penyakit menggunakan fungisida yang berbahan aktif belerang (sulfur) seperti maneb, mankozeb zineb atau bubur california maka pengendalian terhadap tungau kadang-kadang tidak diperlukan lagi karena sulfur diketahui dapat mengurangi populasi tungau.

3.     Tungau merah (Panonychus citri  Mcgregor)
Telur yang berwarna merah tua dan berbentuk bulat adalah fase yang mudah untuk membedakan dari tungau jenis lain. Telur sebagian besar diletakkan di permukaan bagian atas sepanjang tulang daun, tetapi sebagian lainnya diletakkan pada permukaan daun bagian bawah dan pada imago betina dari tungau ini berbentuk oval, berwarna merah tua dan mempunyai bulu-bulu yang panjang dan menarik perhatian. Tungau jantan ukuran tubuhnya lebih kecil, lebih runcing dan mempunyai kaki yang relatif panjang dan geraknya lebih aktif daripada yang betina.
Populasi tungau merah banyak ditemukan di permukaan daun bagian atas, dan sebagian kecil menyerang buah dan cabang. Dalam proses memangsa, tungau merah menghisap klorofil dari daun, sehingga warnanya berubah menjadi bintik-bintik kelabu dan keperakan.
Serangan lebih parah di musim kering dimana kelembaban dalam tanaman menurun. Pada kondisi demikian dari efek serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah dan ranting muda mati. Buah yang masih hijau lebih disenangi daripada yang tua, tetapi gejala serangan lebih jelas terlihat pada buah yang tua dan bersifat permanen. Pengendalian yang harus dilakukan sama dengan teknologi pengendalian tungau karat.

4.     Kudis (Spaceloma Fawcetti Jenk)
Pada awalnya penyakit ini banyak menyerang terutama pada batang bawah JC (Japanese Citron), RL (Rough Lemon), Sour Orange, Rangpur Lime, dan Carrizo Citrange tetapi akhir-akhir ini dilaporkan telah menyerang pada spesies komersial terutama jeruk Siam (C. suhuiensis Tan.).
Serangan pada daun muda menyebabkan titik penetrasi memanjang vertikal yang selanjutnya menyebabkan bercak kudis (coklat timbul) pada daun. Serangan pada daun, ranting, dan buah menyebabkan kudis/tonjolan kutil keras yang tidak bisa hilang sampai buah tua. Pada daun, serangan terutama pada bagian bawah, yang terkumpul seperti kerak. Serangan parah menyebabkan daun berkerut, pertumbuhan kerdil dan malformasi titik tumbuh.
Pengendalian dan pencegahan disarankan mulai buah pentil sampai berumur 2 bulan yang merupakan fase kritis buah; tidak membuat pembibitan di sekitar tanaman produksi; menggunakan pestisida dengan bahan aktif Captafol, Benomyl, Thiophanate-metyl, dan Dithianon.

5.     Embun tepung (Oidium Tingitanium Carter)
Gejala khas ditunjukkan dengan adanya tepung putih yang merupakan masa spora. Tunas dan daun muda merupakan kondisi rentan adanya serangan embun tepung (Oidium tingitanium Carter). Jamur ini termasuk obligat parasit yang dapat tumbuh hanya pada jaringan tanaman yang masih hidup.
Jamur tumbuh di luar jaringan tanaman, tetapi memasukkan organ pemakan (Haustorium) ke dalam sel epidermis. Serangan mengakibatkan rusaknya jaringan epidermis daun dan buah yang tidak dapat sembuh kembali. Meskipun jamur dapat dikendalikan, tetapi bekas luka pada jaringan epidermis tetap meninggalkan luka.
Pengendalian dilakukan dengan membuang tunas dan daun yang memiliki tanda terserang sebelum fase pertunasan untuk mengurangi sumber patogen, sedangkan fungisida yang disarankan menggunakan bahan aktif Siprokonazol, Copper Hidroxide, Propineb dan Benomyl.

6.     Kanker jeruk (Xanthomonas Axonopodis Pv. Citri)
Buah burik dapat pula disebabkan oleh adanya serangan bakteri Xanthomonas axonopodis pv. citri penyebab kanker pada jeruk. Bakteri akan dapat berkembang cepat pada kondisi suhu lingkungan 20 sampai 300 C, pada kondisi yang sesuai dengan bantuan sedikit air, patogen akan migrasi melakukan penetrasi melalui lubang alami atau luka oleh serangga maupun mekanis.
Serangan bakteri akan menyebabkan jaringan tanaman membuat pertahanan dengan timbulnya kanker yang tumbuh pada jaringan daun, ranting dan buah. Kanker yang tumbuh tidak dapat sembuh kembali dan mengakibatkan ranting kering, daun gugur, atau buah yang ditumbuhi banyak kanker.
Pengendalian yang disarankan adalah membuang bagian tanaman yang terserang agar tidak menjadi sumber patogen penular, membersihkan alat pertanian dengan alkohol 70% atau sodium hipoklorit 0.5%; menggunakan bakterisida atau menggunakan pestisida berbahan aktif tembaga (cooper).
Penyebab buah burik sudah diketahui masing-masing cara pengendaliannya. Penurunan persentase buah burik dapat dilakukan dengan beberapa hal yaitu pemahaman pengelola tanaman terhadap penyebab-penyebab tersebut, pelaksanaan pengendalian harus tepat waktu, tepat buah, tepat cara, dan tepat dosis.
Di pasar tradisional dalam penanganan buah jeruk hanya disimpan seadanya, di dalam kantong plastik. Kondisi penanganan belum memperhatikan faktor sifat fisiologis jeruk seperti laju respirasi, transpirasi, dan kandungan etilen, yang dapat menurunkan mutubuah. Selain itu pedagang tidak bisa menyimpan buah-buahan yang hendak dijual dalam jumlah banyak sehingga tidak dapat menjual buah setiap saat (kontinuitas tidak terjamin).
Pada buah jeruk di pasar swalayan, penanganan dan penyimpanan buah jeruk sudah baik sehingga kondisi buah tetap baik dalam kurun waktu yang lama (mencapai 14 hari). Namun, terdapat beberapa buah yang masih mengalami kerusakan (memar) saat penyimpanan disebabkan karena pengaturan antarbuah yang bertumpuk, sehingga menyebabkan luka fisik (memar).

Solusi yang Ditawarkan (Usaha Nyata dan Faktor yang Dapat Dioptimalisasi)
1.     Penyimpanan pada suhu rendah dan sistem FIFO
Penyimpanan suhu rendah memiliki keuntungan, antara lain: (a) Dapat menurunkan laju respirasi karena semakin tinggi suhu (dalam batas suhu fisiologis) maka laju respirasi semakin tinggi, dan sebaliknya. (b) Dapat menurunkan produksi etilen, hal ini sejalan dengan laju respirasi yang terhambat, maka produksi etilen juga menurun. (c) Dapat menurunkan pertumbuhan mikrobia, karena pertumbuhan dan perkembangan mikrobia dapat optimal jika suhu normal/kamar, sehingga pada kondisi penyimpanan suhu rendah pertumbuhan mikrobia akan terhambat.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw2Z0WOFFgeM3VbDnwgUhrkchuNqZkUaR-vAWmUnIFcR_uZT8sgV9axKIwiW5FoZw_GrwVtIiHhzmESB8_Uk1YPEEut3YhNxN5btpzXf3tOce1IDd0HT2AsyYKwv4al80YKB_gucSdeLg/s400/Corel.jpg
Sistim kerja FIFO
Sistem FIFO (First In First Out) bertujuan untuk setiap produk yang masuk pertama kali ke ruang pendingin, dialah yang pertama dikeluarkan untuk dijual ke pasar, sehingga sirkulasi stok buah-buahan dapat terjaga.

2.     Waxing
Waxing berfungsi sebagai pelindung dari serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Pelapisan ini sebenarnya menambah lapisan lilin alami yang terdapat pada kulit buah yang sebagian besar hilang selama penanganan. Lapisan lilin bekerja dengan menutupi pori-pori buah yang dapat menekan laju respirasi dan transpirasi, sehingga daya simpan buah lebih lama dan nilai jual lebih baik.
Manfaat lain dari waxing adalah dapat meningkatkan kilau dan menutupi luka/goresan pada permukaan kulit buah, sehingga penampilan lebih menarik. Lilin yang digunakan berasal dari tanaman, hewan, mineral, ataupun sintetis seperti beeswax, paraffin wax, carnauba wax (secara alami didapat dari carnauba palm).

3.     Natural ventilation storage
Natural ventilation storage ialah penyimpanan dengan pemberian sirkulasi udara secara alami melalui ventilasi yang ada (celah/jendela), karena sirkulasi udara terjadi secara alami sehingga tidak dapat mengontrol laju respirasi. Namun, natural ventilationdapat mengurangi akumulasi panas yang ada pada sistem sehingga mampu menghambat laju respirasi. Natural ventilation dipilih sebagai solusi karena paling sederhana dan tidak memerlukan biaya yang banyak, sehingga dapat diaplikasikan pada pedagang-pedagang di pasar tradisional.
Sistim kerja
4.     Pengaturan jarak penyimpanan antarjeruk
Dalam penyimpanan buah jeruk perlu dilakukan pengaturan antarbuah, hal ini bertujuan untuk mengurangi memar yang dapat terjadi selama proses penyimpanan. Salah satu contoh penyimpanan buah yang baik ialah dengan pembatasan maksimum penumpukan dan pemberian jarak antar buah.

Pustaka:
Anonim. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3165-1992.

Cantwell, M. 2001. Properties and Recommended Conditions for Long-Term Storage of Fresh Fruits and Vegetables.http://postharvest.ucdavis.edu/Produce/Storage/Properties-english.pdf.

Handoko, Dody D., Besman Napitupulu, Hasil Sembiring. 2010. Penanganan Pascapanen Buah Jeruk. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Santoso, B.B. dan B.S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project, Bogor. 187 hlm.

Verheij, E.W.M. dan R.E. Coroner (Ed). 1992. Plant Resources of South-East Asia No 2 : Edible Fruits and Nuts. Prosea, Bogor. p. 119-141.


Share:

0 komentar:

Post a Comment