Sunday, 30 July 2017

Laporan Kimia Analitik : Standarisasi

I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perubahan gaya antar molekul yang dialami oleh molekul dalam bergerak dari zat terlarut murni atau pelarut ke keadaan tercampur mempengaruhi baik kemudahan pembentukan maupun kestabilan larutan. Presentase massa (dengan istilah biasa adalah persen bobot) sering digunakan sehari-hari dan didefinisikan sebagai presentase berdasar massa suatu zat dalam larutan. Dalam kimia yang paling bermanfaat untuk menyatakan komposisi ialah fraksi mol, molaritas dan molalitas. Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik ialah titrasi. Titrasi memungkinkan kimiawan menentukan jumlah zat yang ada dalam sampel (Jatmiko, 2011).

Titrasi atau titrimetri mengacu pada analisa kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan dianalisis. Larutan dengan konsentrasi yang diketahui tersebut disebut larutan standar. Untuk memperoleh larutan standar, perlu dilakukan proses standarisasi sebelum melakukan analisa konsentrasi larutan yang ingin dianalisa. Proses standarisasi ini dapat dilakukan dengan metode titrasi. Secara umum, larutan standar ada dua jenis. Pertama, larutan standar primer yang menjadi acuan dalam proses standarisasi. Kedua, larutan standar sekunder, yaitu larutan standar yang akan distandarisasi dan lebih lanjutnya akan digunakan untuk proses analisis sampel. Standarisasi perlu dilakukan, karena larutan standar sekunder biasanya bersifat tidak stabil jika disimpan dalam waktu yang lama. Sedangkan larutan standar primer yang dipilih biasanya memiliki sifat stabil jika disimpan dalam waktu yang lama, misalnya saja tidak higroskopis sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah (Yuni, 2012).
Semua perhitungan dalam titrimetri didasarkan pada konsentrasi titran sehingga konsentrasi titran harus dibuat secara teliti. Titran semacam ini disebut larutan baku (standar). Seperti yang dikatakan di atas, larutan baku standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan larutan  baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi. Larutan baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses yang mana larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi (Adhiyanti, 2013).
Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu: 1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer; dan 2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh volum tertentu, tetapi dapat distandarkan dengan larutan standar primer, disebut larutan standar sekunder (Arrhenius, 2009). Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna. Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi. Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem ekivalen (larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekivalen zat penitrasi (Wayan, 2009).

B.     Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui apakah larutan yang telah kita buat benar-benar sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki.











II. METODOLOGI PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
            Praktikum Standarisasi telah dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 3 April 2014 pukul 10.00 WIB s/d. 11.40 WIB bertempat di Laborarium Kimia Hasil Pertanian P.S. Teknologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

B.     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1) Buret, 2) Statif, 3) Erlenmeyer, 4) Gelas ukur, 5) Spatula, 6) Beaker glass, dan 7) Pipet tetes.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1) Aquadest, 2) NaOH 0,5 N, 3) HCl 0,5 N, 4) indikator PP, dan 5) Garam oksalat (C2H2O4 . 5 H2O).

C.    Cara Kerja
Cara kerja praktikum kali ini adalah:
1.      Standarisasi larutan NaOH 0,5 N
a)      Garam oksalat (C2H2O4 . 5 H2O) ditimbang sebanyak 0,1 gr, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
b)      Tambahkan aquadest sebanyak 25 ml, kocok hingga homogeny dan tambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes.
c)      Titrasi dengan larutan NaOH 0,5 N yang akan distandarisasi sampai mencapai titik ekivalen.
d)     Hitung konsentrasi larutan NaOH.
2.      Standarisasi larutan HCl 0,5 N
a)      Masukkan larutan HCl yang akan distandarisasi ke dalam erlenmeyer.
b)      Tambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes.
c)      Titrasi dengan larutan standar NaOH 0,5 N sampai titik ekivalen.
d)     Hitung konsentrasi larutan HCl tersebut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Hasil praktikum kali ini adalah:
Kelompok
Titran
Analit
Volume titik awal
Volume titik akhir
Perubahan warna
1
NaOH 0,5 M
Grm oksalat
50 ml
4,5 ml
Bening → pink
2
NaOH 0,5 M
Grm oksalat
50 ml
5 ml
Bening → pink
3
NaOH 0,5 M
Grm oksalat
50 ml
5 ml
Bening → pink
4
NaOH 0,5 M
HCl 0,5 M
50 ml
5 ml
Bening → pink
5
NaOH 0,5 M
HCl 0,5 M
50 ml
6 ml
Bening → pink



B.     Pembahasan
Percobaan kali ini yaitu pembuatan larutan dan standarisasinya. Larutan adalah sistem homogen yang mengandung dua atau lebih zat. Terdiri dari dua komponen yaitu pelarut (solvent) yang memiliki proporsi lebih besar dan zat terlarut (solute) yang proporsi lebih kecil. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan yang dihasilkan perlu dilakukan standarisasi. Larutan standar selanjutnya digunakan dalam proses analisis kimia dengan metode titrasi asam basa. Prinsip prosedur ini adalah untuk menentukan jumlah asam maka ditambahkan basa dalam jumlah yang ekuivalen atau sebaliknya. Proses titrasi diakhiri jika telah mencapai titik ekuivalen, yaitu titik saat penambahan sedikit titran akan menyebabkan perubahan pH yang sangat besar.
Saat titrasi biasanya ditambahkan indikator. Indikator adalah zat yang memiliki warna berbeda di dalam suasana asam atau basa. Indikator ini sesungguhnya merupakan asam lemah atau basa lemah yang konjugasinya menjadi asam-basa menyebabkan perubahan warna. Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada suatu harga tertentu dan satu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah. Dengan menggunakan keanekaragaman indikator dan mencatat warna-warna dalam larutan-larutan, misalnya orang dapat memperkirakan keasaman atau kebasaan tanah, air, cairan tubuh dan tipe lain larutan-larutan itu. Pemilihan suatu indikator untuk titrasi asam basa tertentu tergantung pada kuat relatif asam dan basa yang digunakan didalam titrasi.
Percobaan kali ini kita melakukan analisa kuantitatif untuk menentukan standarisasi larutan. Kita melakukan dua percobaan standarisasi, yakni yang pertama standarisasi larutan NaOH 0,5 N yang dilakukan oleh kelompok 1, kelompok 2, dan kelompok 3. Yang kedua adalah standarisasi larutan HCl 0,5 N yang dilakukan oleh kelompok 4 dan kelompok 5. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirimetri karena kadar komposisi ditetapkan berdasarkan volume pereaksi (konsentrasi diketahui). Penggunaan analisi tirimetri ini menggunakan larutan NaOH 0,5 N sebagai larutan standarnya.
Kelompok 1, 2, dan 3 melakukan standarisasi larutan NaOH. Karena NaOH merupakan larutan standar sekunder, maka sebelum digunakan terlebih dahulu larutan NaOH tersebut distandarisasi dengan larutan garam oksalat (C2H2O4 . 5 H2O) yang merupakan suatu standar primer. Garam oksalat ditimbang sebanyak 0,1 gr kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer sembari ditambahkan aquadest sebanyak 25 ml. Kocok hingga homogen, kemudian ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes. Warna larutan yang terbentuk adalah bening. Seperti dijelaskan pada laporan praktikum sebelumnya, warna bening menunjukkan bahwa larutan garam oksalat dalam keadaan asam. Setelah larutan di dalam erlenmeyer siap, masukkan NaOH 0,5 N yang akan distandarisasi ke dalam buret ukuran 50 ml. Buka kran buret untuk mentitrasi NaOH perlahan-lahan sampai warna larutan berubah warna menjadi pink. Saat terjadinya perubahan warna, proses titrasi dihentikan dan tunggu beberapa saat untuk memastikan bahwa perubahan warnanya bersifat permanen. Kelompok 1 tercatat menggunakan NaOH sebanyak 4,5 ml. Selanjutnya, kelompok 2 dan kelompok 3 masing-masing menggunakan NaOH 0,5 N sebanyak 5 ml. Dari hasil ini dapat dihitung berapa besar konsentrasi larutan NaOH-nya.
Proses standarisasi larutan HCl 0,5 N tidak jauh berbeda dengan proses titrasi pada praktikum sebelumnya. HCl 0,5 N yang akan distandarisasi dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 5 ml. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator PP dan goyang erlenmeyer agar larutan tercampur merata. Larutan NaOH 0,5 N dimasukkan ke dalam buret ukuran 50 ml. Setelah keduanya siap, titrasi NaOH ke dalam erlenmeyer dengan membuang NaOH secara perlahan sampai terjadinya perubahan warna dan kita hentikan titrasi. Warna yang didapatkan adalah pink keunguan. Kelompok 4 menggunakan 5 ml NaOH 0,5 N dan kelompok 5 menggunakan NaOH 0,5 N sebanyak 6 ml. Konsentrasi HCl kemudian dapat dihitung dengan menggunakan rumus V1 N1 = V2 N2.




IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:
1.      Standarisasi larutan bertujuan untuk menetukan konsentrasi dari larutan standar.
2.      Penambahan indikator bertujuan agar dapat mengetahui titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna yang terjadi.
3.      Analisis yang digunakan dalam proses standarisasi adalah analisis tirimetri karena kadar komposisi ditetapkan berdasarkan volume pereaksi (konsentrasi diketahui).
4.      Indikator PP akan berwarna bening apabila suasana asam, dan berwarna pink apabila suasana basa.
5.      Konsentrasi larutan pada proses standarisasi dapat diketahui dengan menggunakan rumus V1 N1 = V2 N2.



DAFTAR PUSTAKA
Adhiyanti, N. 2013. Dasar Titrasi Asam Basa. (online) (http://www.ilmukimia.org/2013/01
            /dasar-titrasi-asam-basa.html, diakses pada tanggal 5 April 2014).

Arrhenius. 2009. Definisi Asam Basa Arrhenius. (online) (http://belajarkimia.com/2009/01
            /definisi-asam-basa-arrhenius/, diakses pada tanggal 5 April 2014).

Jatmiko, A. 2011. Pembuatan Larutan dan Standarisasinya. (online) (http://www.onlinesya
            riah.com/2011/10/09/pembuatan-larutan-dan-standarisasinya/, diakses pada tanggal
            5 April 2014).

Wayan, S. 2009. Titrasi Asam Basa Larutan Kimia. (online) (http://pdfdatabase.com/index.
            php?q=titrasi+asam+basa+larutan+kimia, diakses pada tanggal 5 April 2014).

Yuni, E. 2012. Mengenal Titrasi. (online) (http://bisakimia.com/2012/11/16/mengenal-titra
            si/, diakses pada tanggal 5 April 2014).



LAMPIRAN
KELOMPOK 4
Analit
=
Titran
HCl
=
NaOH
V1 N1
=
V2 N2
5 ml . N2
=
5 ml . 0,5 N
N2
=
N2
=
0,5 N



Share:

0 komentar:

Post a Comment