TERSESAT (Di Hatimu)
===========================
"Aku ingin menjadi penulis
Bukan penulis hanya
Bukan penulis berita juga cerita
bukan penulis cukup
Bukan penulis Opini juga puisi
Aku ingin menjadi penulis semua"
==================================
Catatan : Tersesat, penulis ikutkan dalam salah satu event lomba menulis genre romantis merupakan karya fiksi,cerita perpaduan antara kirologi dan imajinasi semata.
==
Malam itu, bulan ingin bercerita
bahwa ia melihat mata berbinar yang mengalahkan binarnya. Sepasang hati tengah
berdiam pada rindunya sendiri. Rembulan hanya mampu sedikit-sedikit mengirim
senyum kepada mereka sembari sesekali mengirimkan sinarnya seberkas saja pada
wajah ayu sang dara yang terdiam dibelakang pemuda pujaanya.
Sang hati keduanya berujar yang
sama, “kenapa dia tidak juga membuka percakapan” ? sang dara mulai
terkantuk-kantuk menikmati kebisuan itu meskipun dia sama sekali tidak
mengantuk, sama sekali tidak mengantuk. Bagaimana bisa mengantuk dalam situasi
seperti ini, situasi dimana jarak lahir dan batin sedekat ini. Sungguhpun sebenarnya
dia mencoba berakting sebagai seorang
penumpang yang mengantuk, tapi sebenarnya dia hanya kelelahan saja, lelah
menunggu kapan kalimat sapa dan obrolah-obrolah singkat seperti biasanya akan
terucap dari pemuda yang saat ini ada didepanya.
“ Aku harus berucap apa ? Kenapa aku
diam ? “ begitulah batin sang pemuda bernada-nada didalam dadanya. Suasana malam
itu seperti situasi dimana seorang suami yang baru saja menjemput istrinya yang
sudah bertahun-tahun bekerja di luar negeri. Canggung , bingung, kelu dan kaku
padahal rindu, rindu sekali. Kalau saja tidak ditengah keramaian bandara tentu
sudah dipeluk manja sang dara itu.
Perjalanan dari bandara menuju
rumah mereka memakan waktu 45 menit, cukup lama untuk sebuah pertemuan pertama.
Pertama dalam seminggu terakhir tepatnya. Begitulah kiranya romantisme
penantian yang berujung pada rindu yang begitu terpendam tatkala seorang imam
muda melepaskan seminggu kepergian makmum ayu nya entah kemana, bagi sang
pemuda tak penting kemana istrinya pergi dalam seminggu kemarin, toh sama saja
judulnya masih sama ‘ditinggal cinta’.
Untuk pasangan muda dengan kadar
rasa yang sedang membara-baranya, jarak mungkin hanyalah satu ilusi alam
dibawah sadar semata. Intinya ketika sang dara tidak disampingnya dan tidak
memberi kabar padanya itu adalah jarak kepergian yang terjauh, sebegitunya ya
hahahaha.
Perjalanan mereka masih
berlanjut, si suami yang sok tau mencoba mencari jalan pintas masuk-masuk
lorong kecil agar mereka lebih cepat sampai kerumah. Hingga pada akhirnya mereka
sampai di komplek pertokoan yang berjajar, seperti pasar, tapi entah pasar apa namanya. Lelah menerka-nerka sang suami sebagai tipikal orang yang tidak mudah
mengingat jalan dia akan selalu bertanya pada istrinya ini “ belok kanan atau belok kiri sayang“? Dan itu
percakapan pertama mereka malam itu, terimakasih persimpangan jalan gumam
keduanya. Sesekali mereka berdua sama-sama lupa harus mengarah kemana, lalu
sang dara dengan polosnya menggunakan jurus dan mantra andalan untuk mencari
jalan “hom pipah alaikum gambreng, mak
ijah pakai baju rombeng” ke kanan
mas, dan ajaibnya dengan mantra itu mereka memilih jalan yang benar,
benar-benar nyasar , lalu tawa mereka pecah seketika suasana mencair dan
kecanggungan itu hanya sebuah mitos yang dengan mudahnya hilang ditengah dua
insan yang saling merindu.
Mereka memilih tinggal di kota
istimewa dan mempesona; jogja, kota padat yang baru saja mereka tempati
beberapa bulan yang lalu karena si suami harus melanjutkan studinya sembari
bekerja dikota gudeg ini, menjadi pembenaran
kenapa mereka masih belum hafal jalan. Tapi bagi kebersamaan dan rindu
yang menyertainya, nyasar adalah momen-momen indah yang menegangkan sekaligus
menjadi quality time yang mahal bagi pasangan muda yang sama-sama
sibuk ini. Lalu pada suatu perempatan,
I : iya mas, kenapa tak kita tanya saja sama penduduk disekitaran sini
S : coba sekali lagi pakai mantra mak ijah pakai baju rombeng mu sayang.
I : hom pipah alaikum gambreng, mak ijah pakai baju rombeng, kanan mas
S : hahahah awas kalau salah lagi kamu turun ya sayang
I : sama kamu turunya hahaha
Tiga puluh menit kemudian, dengan percaya dirinya dua anak manusia
yang sama-sama pelupa ini merasa telah berada di jalan yang benar. Tapi sekali
lagi mereka berada dijalan yang benar-benar tersesat dan benar-benar
memusingkan. Lalu dengan sedikit gengsi si suami muda itu pun bertanya kepada
salah satu bapak-bapak berperawakan preman dipinggir jalan,
B : Iya mas
S : Ini kami dari tadi muter-muter dipasar giwangan terus pak, kalau mau keluar dan ke Jl.Imogiri itu kearah mana ya pak?
B : oh gitu, sampean lurus aja terus mas, nanti ketemu jalan besar belok kiri lurus aja gak usah belok – belok sampe ketemu pertigaan belok kiri, terus lurus aja sampai ketemu coklt hepi Es coklat di pertigaan, belok kiri , nah itu Jl. Imogiri mas.
S : Oh gitu ya pak, makasih ya pak
B : sampean orang baru ya mas disini?
S : Iya pak, baru pindah sama istri di sekitaran SMK berbudi itu pak rumah kami.
B : oh iya ya ya.. hati-hati aja mas.
S : iya pak, makasih ya pak
S : sayang, inget gak kemana belok-belok nya kata bapak tadi?
I : loh bukanya mas tadi yang nanya-nanya?
S : mas lupa dek hehehehe
I : belok kiri, belok kiri terus kayaknya tadi mas
S : ya udah kita belok kanan terus aja ya ?
I : kenapa mas?
S : wajah bapak tadi meragukan , bisa-bisa kita ditipu sampai subuh gak keluar- keluar dari pasar giwangan ini sayang hahhaha
I : ya udah ikut aja mas, sambil sesekali merapatkan duduknya pada sang pemuda pujaan didepanya.
Malam semakin dingin saja, gelapnya tidak begitu terasa memekat karena kerlap-kerlip lampu kota telah menipu dua pasang mata yang sebenarnya tidak terlalu perduli ini sudah jam berapa atau bahkan mereka lupa bahwa mereka seharusnya telah tiba dirumah. Yang mereka ingat saat ini mereka tidak ingin seorang pun menganggu.
Berbekal sikap sok tau sang suami
dan sikap nurut atau tepatnya pasrahnya si istri, akhirnya mereka berhasil
menembus jalan utama yang tak asing lagi bagi mereka. Jalanan-jalanan malam ini
terasa begitu romantis saja bagi mereka. Detik jam seolah berhenti disaat-saat
seperti itu, saat dimana kebersamaan yang bulan pun tak tega untuk menyekanya.
S : Sayang sudah makan belum tadi sebelum
terbang?
I : belum mas
S : kita makan diluar aja ya, kamu mau
makan apa malam ini sayang?
I : iya mas, di soto ayam tempat bapak dulu
sering makan ya
S : Iya, dimana?
I : disana mas, maju dikit lagi didepan
S : gak nyasar lagi kan hahahah
I : tidak menjawab (mencubit)
S : gak mempan dicubit doang mah hahahah
(ketawa sombong)
I : Tidak menjawab…..
S : hahahaha hadauuuuuuuu ( ketawa semi teriak
histeris)
I : katanya gak mempan
S : ya jangan di kelitikin lah, curang
banget sih hahahaha
Sampailah mereka disebuah warung soto legendaris, ini warung seperti biasa sekali kesan tampilanya. Tapi siapa yang menyangka kalau rasanya benar-benar luar biasa. Begitulah dulu ayah dari si istri sering menyampaikan kesanya terhadap soto ayam di warung ini. Entah berapa puluh tahun yang lalu,ketika si bapak masih muda dan sempat merantau kerja di jogja.
Malam itu mereka menutup pertemuan pertama mereka setelah seminggu
berpisah dengan makan malam romantis. Malam semakin malam dan jalanan mulai
sepi, tak mengapa hari ini banyak waktu yang terpotong dijalan-jalan yang sama
berkali-kali. Nyasar malam ini mengajarkan satu hal, dimanapun, bagaimanapun
kondisinya , asal bersama dengan orang terkasih semua itu bukanlah masalah,
justru anugrah. Dan gara-gara tersesat itulah, waktu tempuh yang seharusnya 45
menit saja tuntas mereka garap dalam waktu 4 jam plus makan malam 30 menit,
hahahaha. Bersambung*
0 komentar:
Post a Comment