" Pemuda sebagai salah satu aset bangsa
dengan kualitas dan kuantitasnya memegang
peranan penting dalam mengendalikan opini publik
yang semakin hari semakin merongrong persatuan
dan menarget isu-isu kebhinekaan "
(Bayu Apriliawan,2017)
Pemuda dan kebhinekaan mulai mencuat paduanya sejak
28 oktober 1928, sebuah keniscayaan tetang membuncahnya keresahan-keresahan
para pemuda atas permasalahan bangsa yang terkesan lamban dalam bergerak maju
menuju kebebasan (Merdeka), karena adanya sekat-sekat perbedaan yang belum
mampu untuk dikesampingkan. Para pendahulu pelopor persatuan negeri ini
memiliki analisis tersendiri bahwa lamanya bangsa ini terjajah bukan karena
sedikitnya pasukan, lemahnya strategi atau bahkan karena minimnya persenjataan. Ada satu nafas yang
hilang dalam sejarah-sejarah perjuangan bangsa ini dalam merebut kemerdekaan, nafas
itu adalah persatuan.
Membangun barisan yang rapi dan kokoh dari kumpulan
unsur kemajemukan ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan, setidaknya waktu
17 Tahun proses sumpah pemuda menuju merdekanya Indonesia adalah matematika
sejarah yang nyata dan membuktikan bahwa mewujudkan indonesia yang bhineka tunggal ika itu membutuhkan
waktu dan proses yang tidak sebentar. Kita tidak bisa meyalahkan kenapa
Indonesia harus semajemuk ini, karena faktanya kemajemukan ini lebih tua dari
Indonesia itu sendiri. Maka pola fikir yang kita kedepankan adalah kita mesti
fokus pada solusi persatuanya dan bukan pada mengukur jengkal demi jengkal
perbedaan yang ada.
Dalam menyikapi perbedaan, kita patut berbangga
akan kebesaran jiwa bangsa ini yang mampu terus bertumbuh dan berdampingan
secara damai dalam bingkai kemajemukan. Kita tentu tak ingin mengulang kelamnya
sejarah, masa-masa dimana kita belum tersadarkan akan indahnya Indonesia dengan
persatuan. Sejarah mencatat bahwa kita pernah dipecah belah pada era penjajahan
Belanda dengan devide et impera-nya.
Sejak negeri ini merdeka usaha-usaha untuk memecah keutuhan bangsa terus digulirkan
sampai pada lepasnya timor leste dari pelukan ibu pertiwi dan munculnya banyak
gerakan-gerakan separatis yang ingin
memisahkan diri dari NKRI.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia, sudah menjadi resiko paling rasional dari negara kepulauan adalah
keberagaman. Keberagaman bisa diartikan sebagai suatu kekayaan sekaligus
sebagai suatu ancaman stabilitas jika tidak mampu dikelola dengan baik oleh
para pengelola negara. Bangsa ini tidak boleh pesimis dengan energi ekstra yang
harus secara adil didistribusikan kepada seluruh suku, ras dan agama. Karena
nyatanya tujuh belas tahun sebelum merdeka, Muhammad Yamin dan tokoh pemuda
yang lain mampu mengelola potensi keberagaman ini. Pertanyaanya adalah
Indonesia abad ke20 ini sudah memiliki sosok-sosok pemuda sekaliber Muhammad
Yamin-Muhammad Yamin yang lain atau belum, sosok-sosok muda yang menyadari
bahwa persatuan adalah syarat mutlak Stabilnya negeri ini.
Hari ini, menjadi menarik membicarakan isu
kebhinekaan ditengah maraknya isu-isu Rasisme
dan perseteruan antar kelompok dan golongan. Pertanyaanya adalah,
apakah fenomena itu murni konflik atau
hanya settingan pihak-pihak tertentu
saja yang ingin mengambil keuntungan dari porak-porandanya persatuan bangsa
ini.
Dalam beberapa bulan terakhir ini kita mendapati
viralnya fenomena isu-isu kebhinekaan yang menerpa kestabilan politik negeri
ini, yang pada akhirnya juga ikut menggangu kestabilan bermasyarakat secara
umum. Kita tidak bisa menutup mata dan menafiqan bahwa sedikit banyak stabilisasi
kehidupan berbangsa kita tengah goyah
sejak mencuatnya kasus penistaan agama oleh salah satu kendidat calon gubernur Pilkada
DKI beberapa bulan yang lalu. Lambanya pihak-pihak terkait dalam penanganan
kasus ini menghasilkan suatu dinamika tak terkendali dikalangan akar rumput
yang puncaknya rakyat mempertanyakan keberadaan negara dalam penegakan hukum
yang berkeadilan pada moment aksi-aksi yang berpusat di Jakarta.
Isu kebhinekaan ternyata semakin hangat meskipun
kasus penistaan agama sudah masuk kategori ‘selesai’ , justru efeknya semakin
terasa melewati ruang dan waktu dari asal mula isu ini beredar. Kasus
pencegatan wakil DPR RI di Manado, penolakan Wasekjen MUI di kabupaten Sintang,
Pontianak dan beberapa kasus lain yang ternyata akar masalahnya masih tidak
jauh dari hal-hal berbau SARA. Beginilah kondisi mental bangsa kita dewasa ini
seperti sumbu pendek yang mudah tersulut dan tebakar. Terlepas apakah ada
campur tangan pihak luar yang sengaja menginginkan konflik-konflik ini, tapi
untuk sekelas Indonesia , bangsa besar yang sudah 71 tahun merdeka seharusnya
kita memiliki mental yang lebih dewasa dalam menghadapi provokasi dan
propaganda yang ada.
71 tahun usia kemerdekaan, tidak serta merta
diiringi kedewasaan masyarakat dalam berdemokrasi. Demokrasi yang menjamin
partisipasi dan kebebasan rakyat mengandung unsur bahwa didalam pemerintahan
terdapat campur tangan rakyat, pemerintahan mayoritas, perlindungan minoritas,
kebebasan individual, kemerdekaan yang dijamin Undang-undang, partisipasi dalam
perumusan konseptual maupun praktik. Dalam pelaksanaanya, sebagai sebuah negara
yang penuh dengan perbedaan tentu diperlukan pemahaman yang utuh tentang konsep
dan tujuan negara Indonesia merdeka. Refleksi terhadap 71 tahun kemerdekaan
Indonesia ternyata Bangsa Indonesia masih belum mampu secara konsisten
melaksanakan semboyan hidup Bhineka Tunggal Ika. Kita tidak mungkin dapat
mencapainya jika perjuangan hanya dimaknai sebagai tanggung jawab sekelompok
orang. Penting ada persatuan dan kesatuan dalam kebehinekaan dalam mewujudkan
NKRI. Bangsa Indonesia harus tetap mewaspadai ketahanan negaranya, agar tidak
terpecah-belah dalam menjaga jati dirinya sebagai suatu bangsa yang beragam
budaya. Dimana peran pemuda dalam kondisi seperti ini?
Ketika kita berfokus tentang sumbangsih apa yang
dapat dimaksimalkn pemuda-pemuda Indonesia dalam menjaga kebhinekaan negeri
ini, kita akan menghadapi satu pertanyaan kenapa harus pemuda? Dapatkah tugas
ikut serta menjaga kebhinekaan yang begitu berat ikut dan dapat dipikul pula oleh
para pemuda? Selain merujuk tentang catatan gemilang pemuda pendahulu kita di
masa lalu, ternyata secara global, saat ini pemuda menduduki ranking pertama
jumlah generasi yang mendominasi penduduk dunia. Sedangkan di Indonesia menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) 2014, populasi pemuda mencapai sekitar 61,83 juta
jiwa atau 24,53 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Bahkan pada Pemilihan Umum tahun 2014 pemuda
menguasai kurang lebih 40 persen suara.Pada 2015 jumlah pemuda mencapai 62,4
juta orang sehingga jumlah kaum muda di Indonesia mencapai 25 persen dari
seluruh penduduk Indonesia.
Jumlah pemuda yang besar tersebut sudah sepatutnya
memberikan kontribusi yang positif terhadap pembangunan nasional. Pemuda harus menjadi bagian yang
dipertimbangkan serta tak terpisahkan dalam proses-proses pembangunan. Pembangunan
yang dimaksud diantaranya adalah membangun budaya dan membangun pola pikir
masyarakat Indonesia secara umum. Pemuda punya kuantitas dan pemuda memiliki
intelektual yang jelas melampaui generasai-generasi sebelumnya sehingga untuk
mewarnai pola fikir dimasyarat sekitarnya dan lingkunganya bukanlah suatu hal
yang sulit dan mustahil.
Penguasaan teknologi dan memegang peranan penting
sebagai bagian dari lini masa khususnya di media sosial merupakan kelebihan
utama yang tidak dimiliki oleh generasi orang tua kita. Ditengah beralihnya kecendrungan
masyarakat Indonesia atas sumber informasi yang bergeser dari media mainstream ke media sosial seperti instagram, facebook, whatsapp, BBM dan media sosial lainya, pemuda menjadi
semakin kuatnya peran-nya dalam menjaga kebhinekaan dan situasi kerukunan
bersosial. Kita punya kuantitas dan kita punya sarana, kenapa energi yang luar
biasa ini tidak dikelola untuk kebaikan
dan kebermanfaatan, mari semangat menjaga keutuhan bangsa.
Catatan : Tulisan yang saya post ini adalah versi lengkap dan versi aslinya, karena untuk yang diterbitkan di koran , sudah ada beberapa yang di sunting oleh editor dan ada beberapa paragraf yang dipotong, sehingga ada beberapa yang kurang match, semoga versi lengkap ini dapat membantu pembaca dalam menyelami apa yang saya gundahkan シ
0 komentar:
Post a Comment