Tugas Kuliah Ekonomi Internasional
Foto : Garisbuku.com
Persaingan
di bursa tenaga kerja akan semakin meningkat menjelang pemberlakuan pasar bebas
Asean pada akhir 2015 mendatang. Ini akan
mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang berkecimpung pada sektor
keahlian khusus.
Berikut lima
hal yang perlu Anda ketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar bebas Asia
Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean?
Lebih dari
satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di
kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini
dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India
untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan
kesejahteraan. Pembentukan
pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini
nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke
negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin
ketat.
Bagaimana itu mempengaruhi Anda?
Image
caption Berbagai profesi seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja
asing pada 2015 mendatang. Masyarakat
Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi
juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan
lainnya.
Staf Khusus
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA
mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi
perekrutan tenaga kerja asing.
"Pembatasan,
terutama dalam sektor tenaga kerja profesional, didorong untuk
dihapuskan," katanya. "Sehingga
pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi
berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga
asingnya."
Apakah tenaga kerja Indonesia bisa bersaing dengan
negara Asia Tenggara lain?
Sejumlah
pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja ahli di
Indonesia cukup mampu bersaing.Ketua
Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, misalnya mengatakan bahwa tren
penggunaan pengacara asing di Indonesia malah semakin menurun.
Oke jabatan
dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka,
bebas tidak asal bebas.Dita Indah Sari "Pengacara-pengacara
kita, apalagi yang muda-muda, sudah cukup unggul. Selama ini kendala kita kan
cuma bahasa. Tetapi sekarang banyak anggota-anggota kita yang sekolah di luar
negeri," katanya.
Di sektor
akuntansi, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, mengakui ada
kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi
yang semakin ketat.
"Selain
kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung
pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar
negeri."
Bagaimana Indonesia mengantisipasi arus tenaga kerja
asing?
Staf Khusus
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan tidak ingin
"kecolongan" dan mengaku telah menyiapkan strategi dalam menghadapi
pasar bebas tenaga kerja.
"Oke
jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak
asal buka, bebas tidak asal bebas," katanya.
"Kita
tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi
karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser.Sejumlah
syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan
sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri.
Apa keuntungan MEA bagi negara-negara Asia Tenggara?
Riset
terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar
tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar. Selain dapat
menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan
kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara.
Pada 2015
mendatang, ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41%
atau sekitar 14 juta. Sementara
permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta,
sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.
Namun
laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya
kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan
dan pendidikan profesi.
0 komentar:
Post a Comment