Thursday, 9 February 2017

Puisi Perpisahan Romli


Sejauh mata memandang, dedaunan hijau membersamai langkah-langkah sendu romli setiap detik paginya. Dia bersekolah tak jauh dari rumahnya, 300 meter saja setiap harinya jalan santai yang harus dilakukan romli untuk menuju sekolahnya. Pagi ini adalah pagi kesekian paginya dia akan berjalan beberapa langkah lalu berhenti didepn rumah sang pujaan hatinya, Nurlela.
Nurlela, dara manja sekaligus tomboy yang menebar sejuta pesona sejak tiga tahun yang lalu di sanubari pemuda tanggung itu. Romli menyukainya, sangat. Bukan karena ada apa-apanya tapi, karena apa adanya Nurlela. Masa SMA berlalu begitu cepat, secepat dedaunan jatuh dan sekilat sambaran rindu diantara mereka datang lalu pergi sekehendaknya saja.

Sayang , karena dekatnya rumah mereka dengan sekolah,jalan kaki bersama mereka hanya cukup beberapa bait pembicaraan saja yang terlaksana. Bahkan untuk menyelesaiakan satu judul puisi saja rasanya masih kurang. Ah , kasian sekali dua sejoli ini. Mereka tak punya kuasa selain hanya melempar simpulan senyum untuk kemudian berlalu karena mereka beda kelas.

Ingin rasanya Romli memutar waktu lalu menghabiskan setiap berangkat dan pulangnya untuk bersama-sama dengan Nurlela tanpa sedikitpun terlewatkan, bila perlu hari minggu juga sekolah. Ya meskipun hanya bisa mengobrol sepatah-dua patah kata dengan sesimpul atau dua simpul senyum penuh arti saja, itu sudah cukup. Mereka adalah remaja penuh kehati-hatian yang menjaga adat ketimuran, belum mengenal apa yang namanya pacaran.

Tepat 17 juli 1980, mereka akan berpisah bersamaan dengan pengumuman kelulusan hasil  Ujian Nasional. Nampaknya mereka berdua tidak ada yang berminat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas. Bukan karena tak ingin , tapi tak umum saja. Pada saat itu, kuliah adalah kosa kata yang terlalu ‘wah’ bagi orang desa macam mereka berdua.

Tapi apa mau dibuat. Menikah mereka masih terlalu muda. Lagi pula mau dikasih makan apa si Nurlela nanti. Dan bukanya ibu nurlela menetapkan SNI_CM   (standar nasional calon menantu) yang tinggi? Duh, makin gusar saja hati si romli. Tradisi yang ada didesanya, seorang pemuda harus merantau dulu untuk mengumpulkan pundi-pundi uangnya lalu kemudian pulang untuk menikah.

Lalu , angin mana yang harus diturut,ketika desiran pertama mengisyaratkan untuk pergi berjuang dan datang kembali untuk menjemput nurlela atau desiran kedua yang melemahkanya. Dia hanya khawatir kalau saja kalah cepat dengan yang lain, maka habislah sudah mimpi-mimpinya untuk membangun cerita indah bersama Nurlela. Romli hanya belum pernah terfikirkan kalau tidak dengan Nurlela dia harus dengan siapa lagi? Toh selama ini dia tidak bermimpi selain bersama Nurlela.

Malam sebelum perpisahan sekolah..
Ditemaram-nya lampu teplok dikamar mungil itu. Romli mengukir kata-kata untuk sang pujaan hati :


Untuk mu..
Keindahan yang kusemogakan
Diperaduan malam yang melelahkan
Dari butiran beras kesukaanmu ( Romli)

Ketika batin ini benar-benar memutuskan untuk berhenti
Menggumuli pencarian tiada henti
Lalu mencoba sejenak untuk meniati
Bahwa kamulah yang terkini dan ternanti

Edaran acak waktu yang diam saja
Melaju kencang tanpa mengaba-aba padaku
Diantara senja masa yang muda
Kan kuputuskan nama belakangku ada dinamamu

Dering arloji menyadarkanku..
Bahwa mimpi malam ini
Membawaku menjauhi pusaran bumi
Terlalu tinggi,,
Terlalu dini..

Senyum dedaunan mulai memuai
Disaat hangat mentari menerpa wajahku
Aku masih berfikir
Bisakah kuwujdkan mimpi semalam itu..
Hidup bersamamu

Lalan, 16 Juli 1980
Romli



Lalu surat berisi empat bait puisi itupun menjadi bantal tidur lelap romli yang kelelahan memikirkan paduan kata terindah utk perpisahan nya diesok hari. Fajar akan segera menyingsing dan masa depan akan segera ditentukan dari apa yang kita pilih. Romli telah memilih untuk berjuang demi apa yang layak diperjuangkan.
Pagi yang teriring gerimis sendu diantaranya, tak mengurungkan niat Romli untuk bergegas berangkat kesekolah dihari terakhirnya. Surat tadi malam telah dilipatnya dengan rapi, tentang bahasa terakhir kebersamaan; puisi perpisahan!

Meskipun dengan berjalanya waktu, kasih dan rindu yang ada tak tau apakah terbalas setimpal, atau hanya terbalas sekenanya. Cinta romli bak gunung yang tinggi menjulang, tapi cinta Nurlela bagaikan ombak yang kadang meninggi tapi kadang melandai jua. Sulit menilai bahasa cina seorang wanita, mereka bisa mengaku cinta dengan menggebunya tapi sulit dipercaya kevalidan-nya.

lalu, akankah Nurlela menjadi padanan mimpi yang menyambut perjuangan itu? Atau menjadi secercah hati yang rasional dan enggan percaya pada pembuktian romli? Mungkinkah Nurlela bertahan dengan hati yang setia mengukirkan komitmen kesejatian penantian? Atau justru Nurlela menyimpan sepotong hati untuk cinta yang lain nun jauh disana?Nantikan kisah selanjutnya di Romli dan Nurlela the series wkwkwkwk.
Share:
Lokasi: Indralaya Indah, Indralaya, Ogan Ilir Regency, South Sumatra 30862, Indonesia

1 comment: