Monday, 9 May 2016

Menyebarkan Virus Hijrah Cinta


Menyebarkan Virus Hijrah Cinta
Oleh : Bayu Apriliawan


*****
Rumah ku Nampak ramai dimalam hari seperti ini, apalagi ini adalah malam minggu, keluarga kecil ku akan berkumpul menghangatkan diri diantara kehangatan tawa atau sekedar cerita-cerit masa lalu yang sering disarikan oleh ayah , kakek nya anak-anak, kadang oleh ku sendiri. Hal ini sengaja kami lakukan  agar anak-anak ku mendapatkan asupan moral yang memmadai melalui cerita-cerita yang kami sampaikan. Seperti malam ini, usai makan malam, kami biasa berkumpul diruang tengah, Alan anak sulung ku akan lebih nyaman duduk didekatku, sementara Jasmin anaku yang masih kecil masih saja selalu bermanja bersama neneknya dikursi besar kami diruang tengah ini.


“cemilan datang” , anak kedua ku datang sambil membawa nampan berisi cemilan dan  5 gelas teh 2 gelas teh pahit untuk kedua orang tua ku yang sudah lanjut usia, tentunya tidak ku izinkan mereka untuk mengkonsumsi gula terlalu banyak. Yah sebagai ahli gizi aku mengerti resiko terhadap penyakit-penyakit yang biasa menyerang lansia dapat diminimalisir dengan pola makan dan minum yang baik. Tiga  gelas nya lagi tentunya untuk ku, istri  dan Alan, jagoan kesayanganku yang sudah menginjak semester 4 masa kuliahnya.

“Ayah, apa cerita malam mini ?” tiba tiba saja si elsa nyeletuk menagih cerita langgananku yang mungkin menurutnya sudah seperti majalah mingguan saja heheh. “em boleh ayah Tanya dulu sebelum cerita ke kalian”? tanyaku pada tiga anak ku , yang sekarang posisi mereka sudah melingkari ku, Alan tepat disebelah kanan ku, Elsa disebelah kiri ku dan si bontot  jasmine yang msih kelas 2 SD duduk dipangkuanku sambil matanya terus saja tertuju kea rah televisi. “boleh yah, jawab mereka kompak” aku tersenyum sebentar, sebelum aknirnya aku ajukan satu pertanyaan yang sebenarnya aku sendiri sudah tahu jawabanya. “ ayah mau Tanya, adakah anak ayah yang sudah pernah pacaran, dan berniat akan pacaran?”.  Kontan si Alan dan Elsa kompak menjawabh, ‘’kan ayah ngelarang keras, gimana kita berani ngelanggar yah? “eh jawab dulu dong pertanyaan ayah”? “ mereka geleng-geleng, hanya jasmine saja yang tetap focus pada acara televisi, maklum anak kelas dua SD jelas tidak akan tahu apa yang kami tengah dan akan bicarakan.

“Okey, lalu tahukan kalian kenapa ayah melarang kalian untuk pacaran?” tanyaku lagi. Alan menjawab “karena pacaran itu mendekati zinah yah, kalo gak salah itu yang  pernah ayah bilang. “ hehehehe gak kreatif kamu nak, copas dari ayah” . Elsa mau jawab? Tanyaku pada anak kedua ku ini. “karena jaman ayah dulu gak ada yang namanya pacaran” jawabnya polos. “ eh jaman ayah dulu ada kok pacaran, buktinya temen ayah dulu ada yang pacaran, banyak malah” . ‘terus kenapa yah” protes mereka penasaran.

“itulah yang pengen ayah ceritain ke kalian, ayah mau cerita tentang sahabat ayah dulu, namanya om Awan, dia pernah pacaran, sampe akhirnya dia bisa gak pacaran lagi sampai menikah” , mau denger ceritanya?” . “mau, mau , mau yah “ jawab mereka tidak sabar. Oke jangn tidur ya, jadi gini ceritanya ;
*****
Malam itu Nampak kegundahan yang tidak biasa dialami oleh awan, satu diantara jutaan pemuda labil yang bertebaran di muka bumi ini, yang menikmati ke’galau’an nya semakin larut mengikuti larutnya malam. Yah , awan baru satu semester menjalani masa studi nya dikampus yang dia idamkan sejak dulu itu kini merasa benar-benar menemukan realita sesungguhnya menjadi mahasiswa. Peran yang sering ia tonton di televise-televisi . kini ia menyadari, dan memahami tidak semua yang tergambar indah di media elektronik itu 100% benar adanya,benar rasanya.

Satu semester ini  cukup banyak yang ia lakukan selain menjalani aktivitas kuliah yang ‘cenderung gitu-gitu aja’ sehingga sedikit banyak ia mulai menyadari kalau kampus menjadi tempat yang amat subur untuk bertumbuhnya bermacam-macam pola pemikiran, dan ideology-ideologi. Banyak juga tipe-tipe teman yang ia ‘gauli’ selama semester I ini, dari yang monoton dan aktivitasnya Cuma kupu-kupu aja (kuliah pulang) , ada juga yang aktiv di organisasi pergerakan, pun ada juga temen-temen yang ‘alim-alim’ , semacam rombongan anak-anak rohis kalau di SMA.

Efeknya , banyak ideology yang berkembang dan menyusup sedikit-demi sedikit dikepala nih bocah, untungnya filter di otaknya masih cukup bekerja dengan baik, jadi hanya yang menurutnya baik sajalah yang bisa terus bersemi dalam logika dan rasanya. Sehingga dalam perkembanganya dia lebih deket sama anak-anak rohis kampus tadi.

Ternyata itulah yang membuat Awan sering galau dan merenung dalam tiap-tiap malamnya. Bergaul dengan temen-temen rohis kampus memang membawa efek yang ‘tidak biasa’ , sedikit-demi sedikit awan mulai belajar agama dari temen-temenya itu, sedikit demi sedikit banyak yang dia sadari ternyata dimasa lampau banyak sekali yang ia jalankan dan tidak sesuei tuntunan.

Seorang sahabat yang sudah lumayan dekat pernah menanyainya sebuah pertanyaan yang sebenarnya sering ditanyakan oleh teman lain, tapi ada rasa yang berbeda ketika  yang bertanya adalah sahabat alim macam budiawan ini. “akh Awan pernah pacaran?” begitu pertanyaanya dalam suatu kesempatan. “pernah akh, ada apa y?” Tanya awan kembali. “ sekarang masih pacaran nya”? cukup lama awan mencerna maksud dan tujuanya itu, sebelum akhirnya awan menjawab “masih”.  Dia hanya tersenyum mendengar jawaban awan.

Dikekesempatan lain, Budiawan kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama kepada awan, dan jawaban awan masih sama seperti jawabanya tempo hari. Lalu sang sahabat menyodorkan sebuah buku dengan sampul warna pink, dengan judul “udah putusin aja” karya seorang ustadz muda yang cukup kondang saat itu. Awan cukup terkejut juga untuk beberapa saat, sebelum akhirnya budiawan mengatakan “silahkan dibaca-baca akh, insya Allah bukunya bagus”. “iya terimakasih akh budi” jawab awan sembari menyunggingkan senyum kecil di iringi ekspresi tak mengerti.
Pada akhirnya waktulah yang menjadi penjawab setiap pertanyaan yang tak mampu dijawab oleh logika seseorang yang pengetahuan agamanya masih cetek  macam Awan. Yap , semakin lama awan membersamai mereka, dia mulai memahami bahwa lingkungan anak-anak rohis kampus tidak mengenal yang namanya pacaran, atau jenis hubungan apapun yang  ada kaitanya dengan  seorang pria dan wanita yang bukan mukhrim. Ia semakin mudah menyadari hal tersebutr dengan membaca buku yang dipinjami oleh sahabatnya beberapa waktu yang lalu. Dia telah mengerti  dan memahami apa yang harus dia lakukan, tapi ‘belum jua mampu’. Sementara setan terus saja membisikan keragu-raguan, juga terus membisikan bayang-bayang indahnya pacaran –mungkin-.
*****
Malam semakin larut, belum beranjak juga awan beranjak dari kursi warna merah marun yang menjadi pasangan meja belajarnya yang terbuat dari kayu jati itu. Berbalut kain dan peci dikepalanya, sisa-sisa suasana sholat isya’ yang sebenarnya itu sudah 2 jam yang lalu. Itu artinya sudah 2 jam an awan memikirkan sesutau yang pelik sekali menurutnya.

Hari pasti berganti , dan keputusan pun harus dibuat. Awan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubunganya dengan seorang wanita yang biasa disebut sebagai ‘kekasih’ bagi sebagian besar muda-mudi masa kini. Cukup dilematis memang, mengingat agustus bulan depan ini, adalah hari jadi mereka yang ke empat tahun.
Empat tahun jelas bukan waktu yang singkat, bukan waktu yang singkat untuk menghapus memori-memori masa lalu yang penuh ketidaktahuan. Empat tahun jelas bukan waktu yang sebentar, mengingat seberapa banyak dosa yang dimunculkan selama waktu itu.

Penyesalan memang selalu datang terakhir, Tapi itu jauh lebih baik dari pada tidak mendapatkan pencerahan sama sekali, yang biasa disebut ‘hidayah’. Jelas sekali diingatan awan , betapa sulitnya mengakhiri hubungan dengan seseorang yang telah sebegitu lamanya menjalin kedekatan. Apalagi tanpa konflik, dan sumber masalah yang jelas. Bahkan awan sempat mendapatkan fitnah dari sang’mantan’ dan teman-temanya bahwa awan memutuskan untuk ‘selesai’ karena adanya orang ketiga dan beberapa berita tak sedap lainya. Untung saja niat untuk berhijrah saat itu sudah bulat, sehingga selangkah pun tak kan mundur pijakan kaki awan itu.

Meskipun terkesan terlambat namun ia komit, sehingga sejak semester II dia tidak pernah lagi menjalin kedekatan dengan seorang wanita yang bukan mukhrimnya. Sepi memang, hambar memang, tapi waktu akan menjadikanya terbiasa. Tak jarang godaan seperti banyaknya wanita yang seperti lebih mendekat justru setelah Awan memutuskan untuk hijrah, padahal sebelum-sebelumnya wanita-wanita tadi biasa saja.

Inilah hakikat emas, semakin dalam tertimbun semakin tinggi nilainya, semakin banyak pula yang akan meminatinya. Begitulah seterusnya hari-hari awan, tetap istiqomah dalam hijrahnya, Sampai pada akhirnya Allah mempertemukanya dengan seorang ustadz yang selanjutnnya menjad guru mengajinya selama dikampus, dan masya Allah, Ustadz tersebutlah yang menjodohkanya dengan seorang gadis solehah yang tak lain adalah keponakan dari sang guru. Masya Allah, indah sekali bukan penantian yang dilandasi keimanan itu.

Begitulah aku menutup cerita sarat makna didepan anak-anak ku yang masih setia mendengarkan dengan seksama, kecuali si bontot yang sudah tertidur pulas dipangkuan. Ku panggil istriku untuk menggendong sibungsu kekamarnya, dan Setelah berdiskusi sedikit terkait cerita yang tadi kuceritakan , akhirnya kuminta mereka untuk segera tidur, karena esok paginya aku berencana untu mengajak ayah dan ibu ku untuk jalan-jalan bersama cucu-cucu mereka.
-SEKIAN-


Share:

4 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. MASIH BANYAK BELAJAR DARI ORANG SEPERTI ANDA.... AL'a Bayu Apriliawan


    ReplyDelete
  3. Terimakasih sri hayati, mas Mustofa ashter dan mas Asep mau mampr di blog ini :)

    ReplyDelete