Menyebarkan Virus Hijrah Cinta
Oleh : Bayu Apriliawan
Rumah ku
Nampak ramai dimalam hari seperti ini, apalagi ini adalah malam minggu,
keluarga kecil ku akan berkumpul menghangatkan diri diantara kehangatan tawa
atau sekedar cerita-cerit masa lalu yang sering disarikan oleh ayah , kakek nya
anak-anak, kadang oleh ku sendiri. Hal ini sengaja kami lakukan agar anak-anak ku mendapatkan asupan moral
yang memmadai melalui cerita-cerita yang kami sampaikan. Seperti malam ini,
usai makan malam, kami biasa berkumpul diruang tengah, Alan anak sulung ku akan
lebih nyaman duduk didekatku, sementara Jasmin anaku yang masih kecil masih
saja selalu bermanja bersama neneknya dikursi besar kami diruang tengah ini.
“cemilan
datang” , anak kedua ku datang sambil membawa nampan berisi cemilan dan 5 gelas teh 2 gelas teh pahit untuk kedua
orang tua ku yang sudah lanjut usia, tentunya tidak ku izinkan mereka untuk
mengkonsumsi gula terlalu banyak. Yah sebagai ahli gizi aku mengerti resiko
terhadap penyakit-penyakit yang biasa menyerang lansia dapat diminimalisir
dengan pola makan dan minum yang baik. Tiga gelas nya lagi tentunya untuk ku, istri dan Alan, jagoan kesayanganku yang sudah
menginjak semester 4 masa kuliahnya.
“Ayah,
apa cerita malam mini ?” tiba tiba saja si elsa nyeletuk menagih cerita
langgananku yang mungkin menurutnya sudah seperti majalah mingguan saja heheh.
“em boleh ayah Tanya dulu sebelum cerita ke kalian”? tanyaku pada tiga anak ku
, yang sekarang posisi mereka sudah melingkari ku, Alan tepat disebelah kanan
ku, Elsa disebelah kiri ku dan si bontot
jasmine yang msih kelas 2 SD duduk dipangkuanku sambil matanya terus
saja tertuju kea rah televisi. “boleh yah, jawab mereka kompak” aku tersenyum
sebentar, sebelum aknirnya aku ajukan satu pertanyaan yang sebenarnya aku
sendiri sudah tahu jawabanya. “ ayah mau Tanya, adakah anak ayah yang sudah
pernah pacaran, dan berniat akan pacaran?”.
Kontan si Alan dan Elsa kompak menjawabh, ‘’kan ayah ngelarang keras,
gimana kita berani ngelanggar yah? “eh jawab dulu dong pertanyaan ayah”? “
mereka geleng-geleng, hanya jasmine saja yang tetap focus pada acara televisi,
maklum anak kelas dua SD jelas tidak akan tahu apa yang kami tengah dan akan
bicarakan.
“Okey,
lalu tahukan kalian kenapa ayah melarang kalian untuk pacaran?” tanyaku lagi.
Alan menjawab “karena pacaran itu mendekati zinah yah, kalo gak salah itu yang pernah ayah bilang. “ hehehehe gak kreatif
kamu nak, copas dari ayah” . Elsa mau jawab? Tanyaku pada anak kedua ku ini.
“karena jaman ayah dulu gak ada yang namanya pacaran” jawabnya polos. “ eh
jaman ayah dulu ada kok pacaran, buktinya temen ayah dulu ada yang pacaran,
banyak malah” . ‘terus kenapa yah” protes mereka penasaran.
“itulah
yang pengen ayah ceritain ke kalian, ayah mau cerita tentang sahabat ayah dulu,
namanya om Awan, dia pernah pacaran, sampe akhirnya dia bisa gak pacaran lagi
sampai menikah” , mau denger ceritanya?” . “mau, mau , mau yah “ jawab mereka
tidak sabar. Oke jangn tidur ya, jadi gini ceritanya ;
*****
Malam
itu Nampak kegundahan yang tidak biasa dialami oleh awan, satu diantara jutaan
pemuda labil yang bertebaran di muka bumi ini, yang menikmati ke’galau’an nya
semakin larut mengikuti larutnya malam. Yah , awan baru satu semester menjalani
masa studi nya dikampus yang dia idamkan sejak dulu itu kini merasa benar-benar
menemukan realita sesungguhnya menjadi mahasiswa. Peran yang sering ia tonton
di televise-televisi . kini ia menyadari, dan memahami tidak semua yang
tergambar indah di media elektronik itu 100% benar adanya,benar rasanya.
Satu semester
ini cukup banyak yang ia lakukan selain
menjalani aktivitas kuliah yang ‘cenderung gitu-gitu aja’ sehingga sedikit
banyak ia mulai menyadari kalau kampus menjadi tempat yang amat subur untuk
bertumbuhnya bermacam-macam pola pemikiran, dan ideology-ideologi. Banyak juga
tipe-tipe teman yang ia ‘gauli’ selama semester I ini, dari yang monoton dan
aktivitasnya Cuma kupu-kupu aja (kuliah pulang) , ada juga yang aktiv di
organisasi pergerakan, pun ada juga temen-temen yang ‘alim-alim’ , semacam
rombongan anak-anak rohis kalau di SMA.
Efeknya
, banyak ideology yang berkembang dan menyusup sedikit-demi sedikit dikepala
nih bocah, untungnya filter di otaknya masih cukup bekerja dengan baik, jadi
hanya yang menurutnya baik sajalah yang bisa terus bersemi dalam logika dan
rasanya. Sehingga dalam perkembanganya dia lebih deket sama anak-anak rohis
kampus tadi.
Ternyata
itulah yang membuat Awan sering galau dan merenung dalam tiap-tiap malamnya.
Bergaul dengan temen-temen rohis kampus memang membawa efek yang ‘tidak biasa’
, sedikit-demi sedikit awan mulai belajar agama dari temen-temenya itu, sedikit
demi sedikit banyak yang dia sadari ternyata dimasa lampau banyak sekali yang
ia jalankan dan tidak sesuei tuntunan.
Seorang sahabat yang sudah lumayan dekat pernah
menanyainya sebuah pertanyaan yang sebenarnya sering ditanyakan oleh teman
lain, tapi ada rasa yang berbeda ketika
yang bertanya adalah sahabat alim macam budiawan ini. “akh Awan pernah
pacaran?” begitu pertanyaanya dalam suatu kesempatan. “pernah akh, ada apa y?”
Tanya awan kembali. “ sekarang masih pacaran nya”? cukup lama awan mencerna
maksud dan tujuanya itu, sebelum akhirnya awan menjawab “masih”. Dia hanya tersenyum mendengar jawaban awan.
Dikekesempatan
lain, Budiawan kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama kepada awan, dan
jawaban awan masih sama seperti jawabanya tempo hari. Lalu sang sahabat
menyodorkan sebuah buku dengan sampul warna pink, dengan judul “udah putusin
aja” karya seorang ustadz muda yang cukup kondang saat itu. Awan cukup terkejut
juga untuk beberapa saat, sebelum akhirnya budiawan mengatakan “silahkan
dibaca-baca akh, insya Allah bukunya bagus”. “iya terimakasih akh budi” jawab
awan sembari menyunggingkan senyum kecil di iringi ekspresi tak mengerti.
Pada
akhirnya waktulah yang menjadi penjawab setiap pertanyaan yang tak mampu
dijawab oleh logika seseorang yang pengetahuan agamanya masih cetek macam Awan. Yap , semakin lama awan
membersamai mereka, dia mulai memahami bahwa lingkungan anak-anak rohis kampus
tidak mengenal yang namanya pacaran, atau jenis hubungan apapun yang ada kaitanya dengan seorang pria dan wanita yang bukan mukhrim. Ia
semakin mudah menyadari hal tersebutr dengan membaca buku yang dipinjami oleh
sahabatnya beberapa waktu yang lalu. Dia telah mengerti dan memahami apa yang harus dia lakukan, tapi
‘belum jua mampu’. Sementara setan terus saja membisikan keragu-raguan, juga
terus membisikan bayang-bayang indahnya pacaran –mungkin-.
*****
Malam
semakin larut, belum beranjak juga awan beranjak dari kursi warna merah marun yang
menjadi pasangan meja belajarnya yang terbuat dari kayu jati itu. Berbalut kain
dan peci dikepalanya, sisa-sisa suasana sholat isya’ yang sebenarnya itu sudah
2 jam yang lalu. Itu artinya sudah 2 jam an awan memikirkan sesutau yang pelik
sekali menurutnya.
Hari
pasti berganti , dan keputusan pun harus dibuat. Awan akhirnya memutuskan untuk
mengakhiri hubunganya dengan seorang wanita yang biasa disebut sebagai
‘kekasih’ bagi sebagian besar muda-mudi masa kini. Cukup dilematis memang,
mengingat agustus bulan depan ini, adalah hari jadi mereka yang ke empat tahun.
Empat
tahun jelas bukan waktu yang singkat, bukan waktu yang singkat untuk menghapus
memori-memori masa lalu yang penuh ketidaktahuan. Empat tahun jelas bukan waktu
yang sebentar, mengingat seberapa banyak dosa yang dimunculkan selama waktu
itu.
Penyesalan
memang selalu datang terakhir, Tapi itu jauh lebih baik dari pada tidak
mendapatkan pencerahan sama sekali, yang biasa disebut ‘hidayah’. Jelas sekali
diingatan awan , betapa sulitnya mengakhiri hubungan dengan seseorang yang
telah sebegitu lamanya menjalin kedekatan. Apalagi tanpa konflik, dan sumber
masalah yang jelas. Bahkan awan sempat mendapatkan fitnah dari sang’mantan’ dan
teman-temanya bahwa awan memutuskan untuk ‘selesai’ karena adanya orang ketiga
dan beberapa berita tak sedap lainya. Untung saja niat untuk berhijrah saat itu
sudah bulat, sehingga selangkah pun tak kan mundur pijakan kaki awan itu.
Meskipun
terkesan terlambat namun ia komit, sehingga sejak semester II dia tidak pernah
lagi menjalin kedekatan dengan seorang wanita yang bukan mukhrimnya. Sepi
memang, hambar memang, tapi waktu akan menjadikanya terbiasa. Tak jarang godaan
seperti banyaknya wanita yang seperti lebih mendekat justru setelah Awan
memutuskan untuk hijrah, padahal sebelum-sebelumnya wanita-wanita tadi biasa
saja.
Inilah
hakikat emas, semakin dalam tertimbun semakin tinggi nilainya, semakin banyak
pula yang akan meminatinya. Begitulah seterusnya hari-hari awan, tetap
istiqomah dalam hijrahnya, Sampai pada akhirnya Allah mempertemukanya dengan
seorang ustadz yang selanjutnnya menjad guru mengajinya selama dikampus, dan masya
Allah, Ustadz tersebutlah yang menjodohkanya dengan seorang gadis solehah yang
tak lain adalah keponakan dari sang guru. Masya Allah, indah sekali bukan
penantian yang dilandasi keimanan itu.
Begitulah
aku menutup cerita sarat makna didepan anak-anak ku yang masih setia
mendengarkan dengan seksama, kecuali si bontot yang sudah tertidur pulas
dipangkuan. Ku panggil istriku untuk menggendong sibungsu kekamarnya, dan
Setelah berdiskusi sedikit terkait cerita yang tadi kuceritakan , akhirnya
kuminta mereka untuk segera tidur, karena esok paginya aku berencana untu
mengajak ayah dan ibu ku untuk jalan-jalan bersama cucu-cucu mereka.
-SEKIAN-
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMASIH BANYAK BELAJAR DARI ORANG SEPERTI ANDA.... AL'a Bayu Apriliawan
ReplyDeleteWAH MANTAP MAS BAYU
ReplyDeleteTerimakasih sri hayati, mas Mustofa ashter dan mas Asep mau mampr di blog ini :)
ReplyDelete