Wednesday, 16 September 2015

Laporan Evaluasi Sensoris : Uji Ambang Rangsangan


A.    Latar Belakang
Pada dasarnya aplikasi bahan pangan dalam suatu agroindustri diperlukan suatu kepekaan yang tajam. Hal ini tidak terlepas dari penggunaan uji inderawi untuk berbagai keperluan industri pangan yang telah meluas dan berkembang. Uji inderawi merupakan pengujian terhadap sifat karakteristik bahan (pangan) menggunakan indera manusia, salah satunya adalah uji threshold.

Uji threshold atau ambang rangsangan adalah suatu konsentrasi bahan terendah yang mulai mendapatkan kesan yang wajar. Ambang rangsangan terdiri dari 4 macam yaitu ambang mutlak, ambang pengenalan, ambang pembedaan dan ambang batas. Ambang mutlak adalah sejumlah ukuran rangsangan terkecil yang berhasil mendapatkan kesan, ambang pengenalan adalah bila jenis rangsangan terkecil tersebut sudah dapat dikenali, ambang pembedaan adalah perbedaan terkecil (konsentrasi) dari dua rangsangan yang dapat dikenali adanya perbedaan dan ambang batas adalah konsentrasi terkecil dimana didapat kesan maksimum.
Uji diatas dapat dilakukan dengan penginderaan cecapan yang dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu manis, asam, asin dan pahit. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papilla yaitu pada bagian noda merah jingga pada lidah. Selain dari komponen-komponen citra rasa tersebut, komponen yang juga penting adalah timbulnya perasaan seseorang setelah menelan suatu makanan. Oleh karena itu, penting mempelajari bagaimana uji ambang rangsangan bekerja untuk mengetahui penilaian karakteristik terhadap suatu bahan pangan.

B.    Tujuan
Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui nilai ambang batas, ambang pembedaan, ambang pengenalan dan ambang mutlak dari rasa manis, asam, asin dan pahit.



II.    PEMBAHASAN

A.      Hasil Pengamatan
Terlampir

B.      Pembahasan
Praktikum kali ini menggunakan uji threshold untuk mengetahui ambang mutlak, ambang pengenalan, ambang pembedaan dan ambang batas, baik rasa manis, asam, asin, dan pahit. Pengujian dilakukan dengan cara panelis diminta mencicipi sampel secara berurutan dari konsentrasi rendah sampai konsentrasi tinggi.
Uji diukur sesuai respon pribadi panelis. Uji ini bersifat organoleptik karena dalam penilaiannya menggunakan organ indra manusia, atau dapat juga disebut sifat sensorik karena, penilaian atau pengukurannya didasarkan pada rangasangan saraf sensorik pada alat indra manusia. Mengenali sifat indrawi dengan pengindraan (uji indrawi) kepada panelis memerlukan pendekatan yang khusus. Pengelola uji harus dapat mengkomunikasikan dengan tepat sifat indrawi yang dimaksudkan karena ada kalanya sifat indrawi itu hanya mudah dirasakan namun sulit dinyatakan atau didiskripsikan (Soekarto dan Hubeis, 1992).
Pada praktium kali ini, panelis diminta untuk memberikan kesan yang dirasakannya dengan menuliskan 0 bila tidak terasa apa-apa (seperti air), X bila berbeda dengan air tetapi jenis rasa belum dapat diketahui, 1 untuk rasa dapat dikenali dengan intensitas lemah, 2 untuk rasa dapat dikenali dengan intensitas sedang, 3 untuk rasa dapat dikenali dengan intensitas kuat, 4 untuk rasa dapat dikenali dengan intensitas sangat kuat, dan 5 untuk rasa dapat dikenali dengan intensitas amat sangat kuat. Sebagai kontrol digunakan air minum dalam gelas untuk menetralisir rasa. Setelah panelis mencicipi satu sampel konsentrasi larutanharus meminum air agar dapat menurunkan respons terhadap rasa. Dengan demikian, tidak menimbulkan bias pada panelis yang dapat mempengaruhi kesan yang didapat.
Indera pengecap pada manusia adalah lidah. Pada permukaan lidah terdapat tonjolan kecil yang disebut papila, sehingga permukaan lidah terlihat kasar. Di dalam setiap papila terdapat banyak tunas pengecap atau kuncup pengecap. Setiap tunas pengecap terdiri dari dua jenis sel yaitu sel penyokong yang berfungsi untuk menopang dan sel pengecap yang berfungsi sebagai reseptor dan memiliki tonjolan seperti rambut yang keluar dari tunas pengecap. Tiap kuncup pengecap tersusun dari sel-sel yang memiliki rambut berukuran mikro yang sensitif (reseptor), disebut mikrovilli. Pada bagian ini rambut-rambut sensori terendam dalam zat kimia yang terlarut dalam air ludah manusia. Zat-zat yang terlarut dalam ludah itu akan di deteksi oleh senso, dan akan dikirimkan pesan ke otak, lalu otak akan menerjemahkan sinyal yang diberikan tersebut dan menentukan rasa (Ganong, 1995).
Setiap tunas pengecap akan merespon secara maksimal terhadap salah satu rasa. Tunas pengecap dapat membedakan empat macam rasa, yaitu rasa manis, rasa pahit, rasa asam, dan rasa asin. Tunas pengecap rasa manis lebih banyak terdapat di ujung lidah, tunas pengecap rasa pahit terletak di pangkal lidah, tunas pengecap rasa asam terletak di tepi belakang kiri dan kanan lidah, serta tunas pengecap rasa asin terletak di tepi depan kiri dan kanan lidah. Sejumlah tunas pengecap juga terdapat pada tenggorokan dan langit-langit rongga mulut(Ganong, 1995).
Dalam penentuan nilai threshold, salah satu sampel yang digunakan adalah larutan gulauntuk menguji rasa manis, yang disajikan secara berurutan dari konsentrasi rendah sampai tinggi yaitu dari konsentrasi 0.064; 0.128; 0.192; 0.256; 0.32; 0.409; 0.82. Data dari hasil pengamatan menunjukkan untuk konsentrasi 0.064 reratanya 0.2; konsentrasi 0,128 reratanya 0.517; konsentrasi 0.192 reratanya 1.1; konsentrasi 0.256 reratanya 2.5; konsentrasi 0.32 reratanya 1.35; konsentrasi 0.409 reratanya 1.717; konsentrasi 0.82 reratanya 3.1. Daya deteksi yang didapat berdasarkan hasil pengamatan dengan konsentrasi berturut-turut diatas adalah 36.67%, 80%, 96.67%, 100%, 93.33%, 96.67%, dan 100%. 
Dari 30 orang panelis diperoleh hasil yaitu untuk larutan dengan konsentrasi 0.064 dengan daya deteksi 36.67%, daya deteksi tersebut tidak dapat diterima. Sementara untuk larutan dengan konsentrasi 0.128 dengan daya konsentrasi 80% telah berada pada ambang pengenalan karena konsentrasi tersebut dapat membuat panelis mengenali jenis rasa larutan tersebut yaitu manis. Untuk jenis larutan dengan konsentrasi 0.192 dimana diperoleh daya deteksi sebesar 96.67% telah berada pada ambang pembedaan dimana panelis telah mampu untuk mendeteksi adanya perbedaan rasa. Untuk konsentrasi 0.82 telah berada pada ambang batas dimana daya deteksi terhadap rasa manis telah mencapai batas maksimumnya dimana pada penambahan konsentarsi selanjutnya panelis sudah tidak merasakan adanya perbedaan rasa manis lagi.



Grafik 1 menunjukkan hubungan antara kesan yang diperoleh dengan konsentrasi larutan sukrosa. Seharusnya hubungan antara besaran kesan yang diperoleh dengan konsentrasi larutan sukrosa seharusnya berbanding lurus. Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa, semakin tinggi  pula besaran kesannya, begitupula sebaliknya. Akan tetapi berdasarkan grafik diatas menunjukkan hubungan yang tidak linier. Grafik 2 menunjukkan hubungan antara daya deteksi dengan konsentrasi larutan sukrosa. Seperti halnya grafik 1, grafik 2 juga mengalami penurunan. Seharusnya hubungan antara daya deteksi dengan konsentrasi larutan sukrosa berbanding lurus. Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa, semakin tinggi pula daya deteksinya, begitupun sebaliknya. Penurunan ini ditunjukkan dari konsentrasi 0.256 ke konsentrasi 0.32 dengan daya deteksi 100% turun menjadi 93.33%. Kedua grafik ini tidak linier disebabkan antara lain karena adanya faktor-faktor yang dapat mencampuri fungsi indera terutama perasa dan pembauan pada panelis sebelum melakukan pengujian, sehingga berpengaruh terhadap kesan yang diperoleh dan daya deteksi panelis.
Sampel selanjutnya adalah larutan garam untuk pengujian rasa asin. Biasanya rasa asin berasal dari zat-zat ionik yaitu anionik dan kationik. Beberapa zat yang ternasuk anionik adalah Cl -, F -, CO2-, SO4-, sedangkan yang termasuk zat-zat kationik adalah Na+, K+, Ca++, Mg++, dan NH4+. Rasa asin dibentuk oleh garam terionisasi yang kualitas rasanya berbeda-beda antara garam yang satu dengan yang lain karena garam juga membentuk sensasi rasa lain selain rasa asin. Garam akan menimbulkan rasa ketika ion natrium (Na+) masuk melalui kanal ion pada mikrovili bagian apikal (atas), selain masuk lewat kanal pada lateral (sisi) sel rasa.Rasa asin yang biasa digunakan untuk makanan adalah yang berasal dari garam dapur,  NaCl. Makan garam terlalu banyak akan menimbulkan rasa pahit. Hal ini disebabkan oleh garam magnesium (Mg) yang terdapat dalam garam dapur. Penggunaan garam untuk rasa asin pada masakan biasanya antara 1-2%, sedangkan untuk pengawetan makanan antara 5-15%(Kartika, 1988).
Praktikum kali ini, tujuh sampel asin terbuat dari larutan NaCl dengan konsentrasi berbeda dan sudah diberi kode yaitu  kode 741 konsentrasinya 0.0064; kode 354 konsentrasinya 0.064;kode 790 konsentrasinya 0.128; kode 881 konsentrasinya 0.192; kode 488 konsentrasinya 0.256; kode 552 konsentrasinya 0.32; dan kode 812 konsentrasinya 0.409. Data dari hasil pengamatan menunjukkan untuk konsentrasi 0.0064 rata-ratanya 0.083dengan daya deteksi 16.67%; konsentrasi 0.064 rata-ratanya 0.283 dengan daya deteksi 50%; konsentrasi 0.128 rata-ratanya 0.75 dengan daya deteksi 86.67%; konsentrasi 0.192 rata-ratanya 1.3 dengan daya deteksi 93.33%; konsentrasi 0.256 rata-ratanya 1.883 dengan daya deteksi 100%; konsentrasi 0.32 rata-ratanya 2.75 dengan daya deteksi 100% dan konsentrasi 0.409 rata-ratanya 3.367 dengan daya deteksi 100%.
Pada konsentrasi 0.0064 daya deteksinya 16.67%, daya deteksi tersebut tidak dapat diterima, karena sebagian lebih panelis belum dapat merasakan rasa pada larutan tersebut. Dan untuk larutan dengan konsentrasi 0.064 daya deteksinya 50% dapat dikatakan berada pada ambang mutlak, artinya panelis sudah mulai memberi kesan terhadap rasa larutan tersebut. Sementara untuk larutan dengan konsentrasi 0.128 dengan daya konsentrasi 86,67% telah berada pada ambang pengenalan karena konsentrasi tersebut dapat membuat panelis mengidentifikasi jenis rasa larutan tersebut yaitu asin. Untuk jenis larutan dengan konsentrasi 0.192 dimana diperoleh daya deteksi sebesar 93,33% telah berada pada ambang pembedaan dimana panelis telah mampu untuk mendeteksi adanya perbedaan rasa. Untuk konsentrasi 0.256, 0.32dan 0.409 telah berada pada ambang batas dimana daya deteksi terhadap rasa asin telah mencapai batas maksimumnya dimana pada penambahan konsentarsi selanjutnya panelis sudah tidak merasakan adanya perbedaan rasa asin lagi.

Grafik 3. Hubungan antara besaran kesan yang diperoleh (y) dan konsentrasi larutan garam (x)

Grafik 4. hubungan antara daya deteksi (y) dengan konsentrasi larutan garam (x)
Pada grafik yang menunjukkan hubungan antara kesan yang diperoleh dengan konsentrasi larutan garam (grafik 3) sudah berbanding lurus karena semakin tinggi konsentrasi larutan garam, semakin tinggi  pula besaran kesannya, begitupula sebaliknya.Grafik berikutnya menunjukkan hubungan antara daya deteksi dengan konsentrasi larutan garam (grafik 4). Seperti halnya grafik pertama, grafik ini juga berbanding lurus. Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa, semakin tinggi pula daya deteksinya, begitupun sebaliknya.
Selain adanya pengaruh dari konsentrasi, hal lain yang berpengaruh pada rasa asin adalah suhu, medium rasa yang dipakai, dan adapatasi. Suhu optimum untuk rasa asin adalah 18° - 35°C. Kenaikan temperatur akan menurunkan rangsangan rasa asin dan sebaliknya. Intensitas rasa akan besar dalam media air daripada dalam media yang lain. Diantara panelis berbeda tingkat sensitivitasnya, sehingga rangsangan rasa belum tentu dapat diukur secara seragam oleh panelis. Apabila semakin banyak sampel yang diuji oleh panelis, maka lama kelamaan panelis akan dapat memberikan respons terhadap rangsangan yang diterima panelis secara konstan (Kartika, 1988).
Sampel selanjutnya adalah larutan kafein untuk pengujian rasa pahit. Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkaloid contohnya pada kafein, kuinon, senyawa fenol seperti margarin, garam-garam Mg, NH4 dan Ca. Rasa pahit merupakan salah satu jenis rasa dasar yang diidentikkan dengan rasa yang tidak menyenangkan. Rasa pahit umumnya teridentifikasi dengan kuat pada pangkal lidah. Sensasi senyawa rasa pahit diperoleh dengan mekanisme yang mirip dengan rasa manis. Hanya saja jarak antar gugus fungsional menjadi penentu. Rasa pahit umumnya diasosiasikan dengan kelompok komponen fenolik dan alkaloid seperti naringin pada grapefruit dan anggur, limonin pada sitrus, kafein pada kopi, dan sebagainya. Selain itu peptida dengan berat molekul lebih kecil 6000 atau asam amino hidrofobik dapat juga memberikan rasa pahit. Senyawa pemberi rasa pahit terkini yang dilaporkan memiliki rasa pahit yang sangat intens adalah “quinozolate” dengan ambang batas 0.00025 mmol/kg air (Ottinger dan Hofmann 2002).

Praktikum kali ini, tujuh sampel pahit terbuat dari larutan kafein dengan konsentrasi berbeda dan sudah diberi kode yaitu  kode 425 konsentrasinya 0.0002; kode 392 konsentrasinya 0.0005;kode 946 konsentrasinya 0,0007; kode 826 konsentrasinya 0,0009; kode 117konsentrasinya 0,0012; kode 773 konsentrasinya  0,0014; dan kode 895 konsentrasinya0,0016. Data dari hasil pengamatan menunjukkan untuk konsentrasi 0,0002 rata-ratanya 0.083dengan daya deteksi 10%; konsentrasi 0.0005 rata-ratanya 0.25 dengan daya deteksi40%; konsentrasi 0.0007 rata-ratanya 0.4 dengan daya deteksi 47%; konsentrasi 0.0009 rata-ratanya 0.433 dengan daya deteksi 56,66%; konsentrasi 0.0012 rata-ratanya 0.567 dengan daya deteksi 63.33%; konsentrasi 0.0014 rata-ratanya 0.617 dengan daya deteksi 70% dan konsentrasi 0.0016 rata-ratanya 0.75 dengan daya deteksi 57%.
Pada konsentrasi 0.0002 daya deteksinya 10%, daya deteksi tersebut tidak dapat diterima, karena sebagian lebih panelis belum dapat merasakan rasa pada larutan tersebut. Dan untuk larutan dengan konsentrasi 0.0005 daya deteksinya 40% daya deteksi tersebut tidak dapat diterima, karena sebagian lebih panelis belum dapat merasakan rasa pada larutan tersebut. Sementara untuk larutan dengan konsentrasi 0.0007 dengan daya konsentrasi 47%daya deteksi tersebut masih tidak dapat diterima. Karena panelis belum dapat merasakan rasa pada larutan tersebut. Untuk jenis larutan dengan konsentrasi 0.0009 dimana diperoleh daya deteksi sebesar 56,66% dapat dikatakan berada pada ambang mutlak, artinya panelis sudah mulai memberi kesan terhadap rasa larutan tersebut.Larutan dengan konsentrasi 0.0012 dimana daya deteksi sebesar 63,33% , larutan dengan konsesntrasi 0.0014 dengan konsentrasi 70% dan larutan dengan konsentrasi 0,0016 dimana daya deteksinya sebesar 57% termasuk ke dalam ambang mutlak.
Pada grafik yang menunjukkan hubungan antara kesan yang diperoleh dengan konsentrasi larutan garam (grafik 3) sudah berbanding lurus karena semakin tinggi konsentrasi larutan garam, semakin tinggi  pula besaran kesannya, begitupula sebaliknya.Grafik berikutnya menunjukkan hubungan antara daya deteksi dengan konsentrasi larutan garam (grafik 4). Seperti halnya grafik pertama, grafik ini juga berbanding lurus. Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa, semakin tinggi pula daya deteksinya, begitupun sebaliknya.
Selain adanya pengaruh dari konsentrasi, hal lain yang berpengaruh pada rasa pahitadalah suhu, medium rasa yang dipakai, dan adapatasi. Kenaikan suhu dapat mengakibatkan intensitas rasa pahit semakin berkurang.


DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W.F., 1995. Fisiologi kedokteran. Alih bahasa oleh Petrus Adrianto. Jakarta: Gramedia.
Kartika B., P.Hastuti dan W.Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Ottinger H dan Hofmann T. 2002. Quantitative model studies on the efficiency of precursors in the formation of cooling-active 1-pyrrolidinyl-2-cyclopenten-1-ones and bitter-tasting cyclopenta-[b]azepin-8(1H)-ones. J Agric Food Chem 50:5156-5161.
Soekarto, T.S dan M. Hubeis. 1992. Petunjuk Laboratorium Metode Penilaian Indrawi. Bogor: IPB Press.


Share:

0 komentar:

Post a Comment