LAPORAN
TETAP
PRAKTIKUM
PENGETAHUAN BAHAN
IKAN
Oleh
Bayu
Apriliawan
05031281320017
KELOMPOK 1II
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Salah satu negara yang memiliki hasil laut paling
melimpah adalah Indonesia. Dan
hasil dari laut yang sangat populer adalah ikan. Ikan merupakan sumber zat
protein yang sangat baik, mudah dicerna, mudah dimasak dan cepat matang serta
enak rasanya. Lemak atau minyak yang ada pada ikan mengandung asam lemak tak
jenuh omega 3, terutama ikan laut, yang dapat mencegah adanya gumpalan
trombosit dan dapat menurunkan kandungan lemak dalam darah.(Sumantadinata Komar 2000)
Ikan
juga memiliki banyak kandungan protein yang sangat berguna bagi tubuh kita.
Kandungan protein yang ada pada ikan sangat bagus bagi perkembangan otak pada
anak-anak. Ikan juga sangat bagus bagi orang dewasa karena pada ikan kandungan
lemaknya rendah sehingga baik bagi tubuh kita.Ikan yang memiliki sifat tulang bertulang rawan
digolongkan ke dalam kelas Chondrichtyes. Ikan sejenis ini merupakan ikan yang
kelasnya paling tinggi di antara golongan vetebrata yang lainnya. Contoh ikan
yang termasuk ikan bertulang rawan adalah ikan hiu, ikan pari dan ikan hiu
kelinci. Nama ikan bertulang rawan ini diambil dari tulang kerangkanya yang
tidak mengandung zat kapur, tetapi berwarna putih dan keras yang disebut tulang
rawan. Ikan jenis ini mempunyai sisik mirip gigi dan insangnya mempunyai lubang
keluar yang terpisah, lubang ini disebut celah insang. (Suseno ,2002).
Pengelompokkan ikan berdasarkan keadaan tulangnya yaitu
ikan tidak berahang, ikan bertulang rawan dan ikan bertulang biasa. Ikan tidak
berahang termasuk dalam kelas Agnatha. Ikan jenis Agnatha ini merupakan ikan
yang paling primitif di antara golongan vetebrata yang lainnya karena telah
dari dulu ada. Untuk ikan yang tidak berahang, contohnya ikan lempre dan ikan
pasuk yang juga terdapat di perairan Indonesia. (Winarno, 2007)
B.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisiologis
dan untuk membedakan ikan hidup dan ikan mati.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Ikan Gabus
Ikan Gabus termasuk salah satu jenis
ikan konsumsi yang cukup digemari oleh masyarakat yang bernilai ekonomis dan
bersifat predator.Ketersediaan ikan ini dialam masih mencukupi untuk kebutuhan
konsumsi masyarakat.Ikan gabus ini termasuk jenis ikan yang mempunyai laju
perkembangan tinggi,oleh sebab itu ikan ini mudah diperoleh sepanjang tahun. Ikan gabus mempunyai bentuk
badan silindris yang memipih pada bagian ekor. Bagian kepala agak melebar
dengan celah mulut yang dalam sehingga menyerupai bentuk ular. Ikan Gabus termasuk kedalam kingdom
animalia, Phylum Chordata, Kelas pisces, Ordo Ophiochephaloidae, Famili
Ophicepholidae, Genus Channa dan Spesies Channa striata (Saanin, 2008).
B.
Ikan Nila
Ikan Nila memiliki nama latin Oreochomis
Niloticus, ikan ini merupakan favorit baru untuk pemancingan di kolam air
tawar. Ikan nila memiliki beberapa varietas, yang banyak di kembang biakkan
adalah Nila lokal, Nila gift, Nila nifi atau nila merah. Pada saat di
budidayakan, nila dapat diberi makanan pengganti seperti pelet. Nila yang
dipelihara di kolam biasanya ditujukan untuk konsumsi dan untuk melayani
pesanan kolam – kolam pancing
yang sekarang banyak menjamur. Untuk pemancingan jenis ikan nila yang merupakan
hasil pembenihan di kolam, biasanya pemancing menggunakan umpan buatan
juga sebagai selingan selain lumut sebagai umpan utama. (Sugiarti, 2003).
C. Ikan Sepat
Sepat adalah nama segolongan ikan air tawar yang termasuk kedalam marga Trichogaster. Anggota suku gurami (Osphronemidae). Di Indonesia, ikan ini lebih dikenal sebagai ikan konsumsi,
meskipun beberapa jenisnya diperdagangkan sebagai ikan hias. Ikan yang
bertubuh pipih jorong, dengan moncong runcing dan mulut kecil. Sisik kecil-kecil, bersusun miring, dalam
aneka ukuran. Gurat sisi sempurna, bentuk tabung yang kadang-kadang agak
lengkung. Sirip punggung (dorsal) terletak jauh ke belakang, namun
berakhir agak jauh di depan sirip ekor. Sirip perut (ventral) berubah
bentuk; sepasang jari-jari lunak yang pertama berubah menjadi alat peraba yang
menyerupai cambuk panjang sepanjang badan, ditambah
dengan sepasang duri pendek dan beberapa pasang jumbai pendek yang tak seberapa
terlihat. Sirip dubur (anal)
memanjang mulai dari di bawah dada hingga pangkal ekor. Sirip dada (pectoral)
kurang lebih meruncing, sementara sirip ekor sedikit membagi. Sepat semula digolongkan ke dalam suku
Belontiidae, bersama cupang dan kerabatnya. Akan tetapi sekarang
suku ini telah digabungkan ke dalam suku Osphronemidae, yang juga
mencakup gurami dan sepat kerdil (Colisa).
D.
Ikan Tawes
Tawes adalah sejenis ikan air tawar anggota suku Cyprinidae.
Ikan ini merupakan salah satu jenis yang penting dan populer dikembangkan dalam akuakultur sebagai ikan konsumsi. Secara alami
tawes menyebar luas diIndocina dan kepulauan
Sunda. Telah dibudidayakan di kolam-kolam setidaknya semenjak abad ke-19,
tawes juga diintroduksi ke
pulau-pulau lain; misalnya ke Sulawesi.
Sementara, menurut catatan FAO, ikan ini juga
diintroduksi ke Filipina (1956) dan ke India (1972).
Nama-nama lainnya, di antaranya lawak, lalawak (Mly.); turub hawu (Sd.);
dan tawes, badir (Jw.).
Ada juga yang menyebutnyalampam jawa. Dalam bahasa Inggris, ikan ini
dinamai Java Barb, Silver
Barb, atau juga Tawes. Ikan putihan berukuran sedang, panjang
total hingga 330 mm. Gurat sisi 29-31
buah. 3 – 3½ sisik antara gurat sisi dengan sirip perut. Sirip dubur dengan 6½
jari-jari bercabang. Tinggi tubuh di awal sirip punggung 2,4-2,6 berbanding
panjang standar (yakni panjang tanpa sirip ekor). Panjang kepala 4-4,3
berbanding panjang standar. Awal sirip punggung kira-kira sejajar sisik gurat
sisi ke-10, di belakang awal sirip perut, dan terpisah dari ubun-ubun oleh 11
sisik. Rumus sirip punggung IV (jari-jari keras, duri).8 (jari-jari lunak);
sirip dubur III.6; sirip dada I.14-15; dan sirip perut I.8. Jari-jari keras
terakhir (yakni duri terbesar) sirip punggung dengan gerigi kuat di sisi
belakangnya. Batang ekor dikelilingi 16 sisik. Seekor tawes dengan panjang tubuh
hingga 45 cm pernah tertangkap di sebuah waduk. Di alam, tawes ditemukan hidup di jaringan sungai dan anak-anak sungai, dataran banjir,
hingga ke waduk-waduk. Agaknya ikan ini menyukai air yang diam menggenang.
III. METODELOGI
PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
Praktikum ini
dilaksanakan di laboratorium Kimia Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya, Hari Jumat, Tanggal 06 November 2014. Pukul 10:00 – 11:15 WIB.
B.
Bahan dan Alat
a)
Pengamatan subjektif.
Alat dan
bahan yang digunakan pada praktikum adalah 1) Ikan gabus hidup dan ikan gabus
mati 2) Ikan nila hidup dan ikan nila mati 3) Ikan sepat hidup dan ikan sepat
mati 4) Ikan tawes beles hidup dan ikan tawes beles mati.
b) Pengamatan uji H2S.
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah 1) Cawan Petri 2) Kertas Saring 3) Pipet Tetes.
Bahan
yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah 1) Ikan
gabus 2) Ikan nila 3) Ikan sepat 4) Ikan tawes.
Bahan kimia yang digunakan adalah larutan Pb-asetat 10
persen.
C.
Cara Kerja
a)
Pengamatan Subjektif.
Cara kerja praktikum kali ini
adalah :
1. Ambil
sampel ikan (hidup dan mati), setelah itu lakukan pengamatan.
2. Pengamatan
subjektif dilakukan terhadap warna, keadaan mata, kulit, tekstur, sisik, insang, dan
aroma.
3. Catat
hasil pengamatan.
b)
Pengamatan
uji H2S.
Cara kerja
praktikum kali ini adalah :
1. Daging
ikan diiris sebesar kacang tanah dan diletakkan dalam cawan petri.
2. Daging
ikan diletakkan kertas saring dan ditetesi dengan larutan Pb-asetat.
3. Cawan
petri ditutup (sedikit terbuka).
4. Apabila
terbentuk warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat menunjukkan adanya gas H2S
hasil pembusukan ikan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Hasil dari
praktikum kali ini adalah :
a. Tabel Hasil Pengamatan Uji Kesegaran.
No
|
Bahan
|
Warna
|
Mata
|
Kulit
|
Tekstur
|
Sisik
|
Insang
|
Aroma
|
Mutu
|
I
|
Nila Hidup
|
Cerah
|
Gelap, Cembung
|
Sedikit Berlendir
|
Kenyal
|
Melekat kuat
|
Merah Cerah
|
Netral
|
2
|
Nila Mati
|
Pucat
|
Gelap, Cembung
|
Berlendir
|
Kehilangan Kekenyalan
|
Melekat kuat
|
Agak Pudar
|
Busuk
|
3
|
|
II
|
Gabus Hidup
|
Cerah
|
Cembung Jernih
|
Sedikit Berlendir
|
Kenyal
|
Melekat kuat
|
Merah Cerah
|
Khas (Segar)
|
1
|
Gabus Mati
|
Cerah
|
Cekung Gelap
|
Berlendir
|
Kenyal
|
Melekat kuat
|
Agak Pudar
|
Khas (Segar)
|
2
|
|
III
|
Sepat Hidup
|
Cerah
|
Cembung, Jernih
|
Sangat berlendir
|
Kenyal
|
Melekat kuat
|
Merah Hati
|
Khas (Segar)
|
1
|
Sepat Mati
|
Agak Pucat
|
Gelap
|
Berlendir
|
Kehilangan Kekenyalan
|
Melekat kuat
|
Merah Pucat
|
Netral
|
2
|
|
IV
|
Tawes Beles Hidup
|
Cerah
|
Jernih Cembung
|
Sedikit Berlendir
|
Kenyal
|
Melekat kuat
|
Merah Cerah
|
Netral
|
2
|
Tawes Beles Mati
|
Agak Pudar
|
Putih Berlendir
|
Berlendir
|
Kehilangan kekenyalan
|
Mudah Lepas
|
Pudar
|
Busuk
|
3
|
b. Tabel Hasil Pengamatan Uji H2S.
No
|
Bahan
|
Pembentukan H2S
|
I
|
Ikan Nila Hidup
|
Tidak Ada
|
Ikan Nila Mati
|
Tidak Ada
|
|
II
|
Ikan Gabus Hidup
|
Tidak Ada
|
Ikan Gabus Mati
|
Tidak Ada
|
|
III
|
Ikan Sepat Hidup
|
Tidak Ada
|
Ikan Sepat Mati
|
Tidak Ada
|
|
IV
|
Ikan Tawes Hidup
|
Tidak Ada
|
Ikan Tawes Mati
|
Tidak Ada
|
B.
Pembahasan
Dari praktikum yang sudah kita lakukan, Pengamatan yang pertama yaitu uji kesegaran pada setiap
sampel ikan yang berbeda-beda, pada uji kesegaran ini dilihat dari warna, mata,
kulit, tekstur, sisik, insang, aroma, dan mutu. Pada setiap
perbedaan dapat untuk jenis ikan, dapat kita lihat pada table hasil, ikan yang
memiliki nilai mutu yang paling tinggi yaitu ikan gabus dan ikan sepat. Ikan
segar ditunjukkan dengan sedikit berlendir. Pada uji kesegaran ini terdapat tipe ikan
mati, yaitu : pre rigor, rigor mortis,
dan pasca rigor. Pre-rigor adalah
suatu
tahapan yang berlangsung saat ikan mulai
mengalami kematian hingga ikan tersebut benar-benar mati. Pada tahap
ini tekstur ikan lembut kenyal. Pada
tahap ini terjadi penurunan ATP dan keratin fosfat. Ketidakberadaan oksigen
mengakibatkan glikolisis terjadi sehingga glikogen diubah menjadi asam laktat
yang adalah jenis ikan, kondisi ikan,
tingkat kelelahan, ukuran ikan, cara penangkapan dan temperatur penyimpanan. Jenis ikan mati selanjutnya
adalah rigor mortis yang artinya
fase mengejangnya tubuh ikan yang menandai kesegaran ikan. Pada fase ini daging menjadi kaku
(menyebabkan penurunan pH. Faktor yang
memengaruhi lamanya pre-rigor mortis rigid). Biasanya terjadi 1-7 jam setelah ikan mengalami kematian atau 3-120
jam setelah kematian pada ikan yang dibekukan. Mulainya fase ini dipengaruhi
cara kematian dan kondisi penyimpanan. Pada
ikan yang mati dengan cepat fase rigormortisnya akan lebih lambat dibanding
ikan yang mati dengan sendirinya atau ikan yang lama mengalami kematian setelah
dimatikan. Semakin awal terjadinya rigor mortis semakin cepat pula tahapan
tersebut semakin cepat pula tahapan tersebut berakhir. Peningkatan hipoksantin
yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada ikan. Uji yang dilakukan
selanjutnya yaitu uji H2S, uji untuk mengetahui ikan masih baik atau
tidak, dan layak untuk diolah atau tidak, uji ini menggunakan bahan kimia,
seperti larutan Pb-asetat, pada uji ini masing-masing ikan diambil dagingnya
sedikit, baik yang mati maupun yang hidup, lalu diletakkan diatas kertas
saring, dimasukkan kedalam cawan, lalu ditetesi dengan Pb-asetat sebanyak 3
tetes, diamkan lalu amati ada perubahan warna atau tidak, jika ada warna coklat
berarti ikan tersebut memiliki gas H2S. Pada percobaan yang kami
lakukan, hasil yang didapat tidak mengalami perubahan bentuk sama sekali, jadi
hasil yg kami dapat ini error, karena larutan yg dipakai sudah terlalu lama,
jadi tedak menimbulkan reaksi apapun.
V.
KESIMPULAN
Dari
praktikum ikan yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan
hipoksantin yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada ikan.
2.
Semakin awal terjadinya rigor mortis
semakin cepat pula tahapan tersebut semakin cepat pula tahapan tersebut
berakhir
3.
Pada
ikan segar memiliki sedikit berlendir, dan mutu yang baik untuk ikan segar
terdapat pada no
4.
Faktor
yang menyebabkan keadaan kebusukan ikan adalah karena tingginya pH akhir ikan.
5. Reagen
eber digunakan untuk mengetahui adanya gelembung-gelembung gas pada ikan dengan
menggunakan tabung reaksi dan menambahkan larutan reagen eber.
6.
Hasil yang didapat tidak mengalami perubahan bentuk sama sekali, jadi hasil
yg kami dapat ini error, karena larutan yg dipakai sudah terlalu lama, jadi
tedak menimbulkan reaksi apapun.
DAFTAR
PUSTAKA
Saanin,
H., 2008. Taksonomi Dan Identifikasi Ikan
Jilid I Dan Ii. Bina Cipta, Bandung.
508 Hlm. –
Sugiarti, Ir.
2003. Teknik Pembenihan Ikan Mujair Dan Nila. Penerbitan CV Simpleks. Jakarta.
Sumandinata, K. 2008.
Perkembangbiakan Ikan – Ikan Peliharaan Di Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sumantadinata,
K. 2006. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. Jakarta. Sastra Hudaya.
Suseno, D. 2002.
Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan. Jakarta. Penebar Swadaya.
Winarno .2007, Budidaya Ikan. (online) (http//.Budidaya Ikan Patin «
CiAnJur BLoG_. Riva Fauziah.htm diakses 14-10-2013).
0 komentar:
Post a Comment