Monday, 29 June 2015

laporan pengetahuan bahan ikan

LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN
IKAN


 




Oleh
Bayu Apriliawan
05031281320017
KELOMPOK 1II





TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014
I.       PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Salah satu negara yang memiliki hasil laut paling melimpah adalah Indonesia. Dan hasil dari laut yang sangat populer adalah ikan. Ikan merupakan sumber zat protein yang sangat baik, mudah dicerna, mudah dimasak dan cepat matang serta enak rasanya. Lemak atau minyak yang ada pada ikan mengandung asam lemak tak jenuh omega 3, terutama ikan laut, yang dapat mencegah adanya gumpalan trombosit dan dapat menurunkan kandungan lemak dalam darah.(Sumantadinata Komar 2000)
Ikan juga memiliki banyak kandungan protein yang sangat berguna bagi tubuh kita. Kandungan protein yang ada pada ikan sangat bagus bagi perkembangan otak pada anak-anak. Ikan juga sangat bagus bagi orang dewasa karena pada ikan kandungan lemaknya rendah sehingga baik bagi tubuh kita.Ikan yang memiliki sifat tulang bertulang rawan digolongkan ke dalam kelas Chondrichtyes. Ikan sejenis ini merupakan ikan yang kelasnya paling tinggi di antara golongan vetebrata yang lainnya. Contoh ikan yang termasuk ikan bertulang rawan adalah ikan hiu, ikan pari dan ikan hiu kelinci. Nama ikan bertulang rawan ini diambil dari tulang kerangkanya yang tidak mengandung zat kapur, tetapi berwarna putih dan keras yang disebut tulang rawan. Ikan jenis ini mempunyai sisik mirip gigi dan insangnya mempunyai lubang keluar yang terpisah, lubang ini disebut celah insang. (Suseno ,2002).
Pengelompokkan ikan berdasarkan keadaan tulangnya yaitu ikan tidak berahang, ikan bertulang rawan dan ikan bertulang biasa. Ikan tidak berahang termasuk dalam kelas Agnatha. Ikan jenis Agnatha ini merupakan ikan yang paling primitif di antara golongan vetebrata yang lainnya karena telah dari dulu ada. Untuk ikan yang tidak berahang, contohnya ikan lempre dan ikan pasuk yang juga terdapat di perairan Indonesia. (Winarno, 2007)

B.     Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisiologis dan untuk membedakan ikan hidup dan ikan mati.

II.          TINJAUAN PUSTAKA
A.    Ikan Gabus
Ikan Gabus termasuk salah satu jenis ikan konsumsi yang cukup digemari oleh masyarakat yang bernilai ekonomis dan bersifat predator.Ketersediaan ikan ini dialam masih mencukupi untuk kebutuhan konsumsi masyarakat.Ikan gabus ini termasuk jenis ikan yang mempunyai laju perkembangan tinggi,oleh sebab itu ikan ini mudah diperoleh sepanjang tahun. Ikan gabus  mempunyai bentuk badan silindris yang memipih pada bagian ekor. Bagian kepala agak melebar dengan celah mulut yang dalam sehingga menyerupai bentuk ular. Ikan Gabus termasuk kedalam kingdom animalia, Phylum Chordata, Kelas pisces, Ordo Ophiochephaloidae, Famili Ophicepholidae, Genus Channa dan Spesies Channa striata (Saanin, 2008).

B.     Ikan Nila
Ikan Nila memiliki nama latin Oreochomis Niloticus, ikan ini merupakan favorit baru untuk pemancingan di kolam air tawar. Ikan nila memiliki beberapa varietas, yang banyak di kembang biakkan adalah Nila lokal, Nila gift, Nila nifi atau nila merah. Pada saat di budidayakan, nila dapat diberi makanan pengganti seperti pelet. Nila yang dipelihara di kolam biasanya ditujukan untuk konsumsi dan untuk melayani pesanan kolam – kolam pancing yang sekarang banyak menjamur. Untuk pemancingan jenis ikan nila yang merupakan hasil pembenihan di kolam, biasanya pemancing menggunakan umpan buatan juga sebagai selingan selain lumut sebagai umpan utama. (Sugiarti, 2003).

C.    Ikan Sepat
Sepat adalah nama segolongan ikan air tawar yang termasuk kedalam marga Trichogaster. Anggota suku gurami (Osphronemidae). Di Indonesia, ikan ini lebih dikenal sebagai ikan konsumsi, meskipun beberapa jenisnya diperdagangkan sebagai ikan hias. Ikan yang bertubuh pipih jorong, dengan moncong runcing dan mulut kecil. Sisik kecil-kecil, bersusun miring, dalam aneka ukuran. Gurat sisi sempurna, bentuk tabung yang kadang-kadang agak lengkung. Sirip punggung (dorsal) terletak jauh ke belakang, namun berakhir agak jauh di depan sirip ekor. Sirip perut (ventral) berubah bentuk; sepasang jari-jari lunak yang pertama berubah menjadi alat peraba yang menyerupai cambuk panjang sepanjang badan, ditambah dengan sepasang duri pendek dan beberapa pasang jumbai pendek yang tak seberapa terlihat. Sirip dubur (anal) memanjang mulai dari di bawah dada hingga pangkal ekor. Sirip dada (pectoral) kurang lebih meruncing, sementara sirip ekor sedikit membagi. Sepat semula digolongkan ke dalam suku Belontiidae, bersama cupang dan kerabatnya. Akan tetapi sekarang suku ini telah digabungkan ke dalam suku Osphronemidae, yang juga mencakup gurami dan sepat kerdil (Colisa).
D.    Ikan Tawes
Tawes adalah sejenis ikan air tawar anggota suku Cyprinidae. Ikan ini merupakan salah satu jenis yang penting dan populer dikembangkan dalam akuakultur sebagai ikan konsumsi. Secara alami tawes menyebar luas diIndocina dan kepulauan Sunda. Telah dibudidayakan di kolam-kolam setidaknya semenjak abad ke-19, tawes juga diintroduksi ke pulau-pulau lain; misalnya ke Sulawesi. Sementara, menurut catatan FAO, ikan ini juga diintroduksi ke Filipina (1956) dan ke India (1972).
Nama-nama lainnya, di antaranya lawak, lalawak (Mly.); turub hawu (Sd.); dan tawes, badir (Jw.). Ada juga yang menyebutnyalampam jawa. Dalam bahasa Inggris, ikan ini dinamai Java Barb, Silver Barb, atau juga Tawes. Ikan putihan berukuran sedang, panjang total hingga 330 mm. Gurat sisi 29-31 buah. 3 – 3½ sisik antara gurat sisi dengan sirip perut. Sirip dubur dengan 6½ jari-jari bercabang.  Tinggi tubuh di awal sirip punggung 2,4-2,6 berbanding panjang standar (yakni panjang tanpa sirip ekor). Panjang kepala 4-4,3 berbanding panjang standar. Awal sirip punggung kira-kira sejajar sisik gurat sisi ke-10, di belakang awal sirip perut, dan terpisah dari ubun-ubun oleh 11 sisik. Rumus sirip punggung IV (jari-jari keras, duri).8 (jari-jari lunak); sirip dubur III.6; sirip dada I.14-15; dan sirip perut I.8. Jari-jari keras terakhir (yakni duri terbesar) sirip punggung dengan gerigi kuat di sisi belakangnya. Batang ekor dikelilingi 16 sisik. Seekor tawes dengan panjang tubuh hingga 45 cm pernah tertangkap di sebuah waduk. Di alam, tawes ditemukan hidup di jaringan sungai dan anak-anak sungai, dataran banjir, hingga ke waduk-waduk. Agaknya ikan ini menyukai air yang diam menggenang.
III. METODELOGI PRAKTIKUM
A.  Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Kimia Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Hari Jumat, Tanggal 06 November 2014. Pukul 10:00 – 11:15 WIB.

B. Bahan dan Alat
a)      Pengamatan subjektif.
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum adalah 1) Ikan gabus hidup dan ikan gabus mati 2) Ikan nila hidup dan ikan nila mati 3) Ikan sepat hidup dan ikan sepat mati 4) Ikan tawes beles hidup dan ikan tawes beles mati.
b)      Pengamatan uji H2S.
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah 1) Cawan Petri 2) Kertas Saring 3) Pipet Tetes.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah 1) Ikan gabus 2) Ikan nila 3) Ikan sepat 4) Ikan tawes.
Bahan kimia yang digunakan adalah larutan Pb-asetat 10 persen.

C.    Cara Kerja
a)      Pengamatan Subjektif.
Cara kerja praktikum kali ini adalah :
1.      Ambil sampel ikan (hidup dan mati), setelah itu lakukan pengamatan.
2.      Pengamatan subjektif dilakukan terhadap warna, keadaan mata, kulit, tekstur, sisik, insang, dan aroma.
3.      Catat hasil pengamatan.




b)     Pengamatan uji H2S.
Cara kerja praktikum kali ini adalah :
1.      Daging ikan diiris sebesar kacang tanah dan diletakkan dalam cawan petri.
2.      Daging ikan diletakkan kertas saring dan ditetesi dengan larutan Pb-asetat.
3.      Cawan petri ditutup (sedikit terbuka).
4.      Apabila terbentuk warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat menunjukkan adanya gas H2S hasil pembusukan ikan.





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Hasil dari praktikum kali ini adalah :
a.       Tabel Hasil Pengamatan Uji Kesegaran.
No
Bahan
Warna
Mata
Kulit
Tekstur
Sisik
Insang
Aroma
Mutu
I
Nila Hidup
Cerah
Gelap, Cembung
Sedikit Berlendir
Kenyal
Melekat kuat
Merah Cerah
Netral
2
Nila Mati
Pucat
Gelap, Cembung
Berlendir
Kehilangan Kekenyalan
Melekat kuat
Agak Pudar
Busuk
3
II
Gabus Hidup
Cerah
Cembung Jernih
Sedikit Berlendir
Kenyal
Melekat kuat
Merah Cerah
Khas (Segar)
1
Gabus Mati
Cerah
Cekung Gelap
Berlendir
Kenyal
Melekat kuat
Agak Pudar
Khas (Segar)
2
III
Sepat Hidup
Cerah
Cembung, Jernih
Sangat berlendir
Kenyal
Melekat kuat
Merah Hati
Khas (Segar)
1
Sepat Mati
Agak Pucat
Gelap
Berlendir
Kehilangan Kekenyalan
Melekat kuat
Merah Pucat
Netral
2
IV
Tawes Beles Hidup
Cerah
Jernih Cembung
Sedikit Berlendir
Kenyal
Melekat kuat
Merah Cerah
Netral
2
Tawes Beles Mati
Agak Pudar
Putih Berlendir
Berlendir
Kehilangan kekenyalan
Mudah Lepas
Pudar
Busuk
3

b.      Tabel Hasil Pengamatan Uji H2S.
No
Bahan
Pembentukan H2S
I
Ikan Nila Hidup
Tidak Ada
Ikan Nila Mati
Tidak Ada
II
Ikan Gabus Hidup
Tidak Ada
Ikan Gabus Mati
Tidak Ada
III
Ikan Sepat Hidup
Tidak Ada
Ikan Sepat Mati
Tidak Ada
IV
Ikan Tawes Hidup
Tidak Ada
Ikan Tawes Mati
Tidak Ada



B.     Pembahasan
Dari praktikum yang sudah kita lakukan, Pengamatan yang pertama yaitu uji kesegaran pada setiap sampel ikan yang berbeda-beda, pada uji kesegaran ini dilihat dari warna, mata, kulit, tekstur, sisik, insang, aroma, dan mutu. Pada setiap perbedaan dapat untuk jenis ikan, dapat kita lihat pada table hasil, ikan yang memiliki nilai mutu yang paling tinggi yaitu ikan gabus dan ikan sepat. Ikan segar ditunjukkan dengan sedikit berlendir. Pada uji kesegaran ini terdapat tipe ikan mati, yaitu : pre rigor, rigor mortis, dan pasca rigor. Pre-rigor adalah suatu tahapan yang berlangsung saat ikan mulai  mengalami kematian hingga ikan tersebut benar-benar mati. Pada tahap ini  tekstur ikan lembut kenyal. Pada tahap ini terjadi penurunan ATP dan keratin fosfat. Ketidakberadaan oksigen mengakibatkan glikolisis terjadi sehingga glikogen diubah menjadi asam laktat yang adalah jenis ikan, kondisi ikan,  tingkat kelelahan, ukuran ikan, cara penangkapan dan temperatur  penyimpanan. Jenis ikan mati selanjutnya adalah rigor mortis yang artinya fase mengejangnya tubuh ikan yang menandai kesegaran  ikan. Pada fase ini daging menjadi kaku (menyebabkan penurunan pH. Faktor  yang memengaruhi lamanya pre-rigor mortis rigid). Biasanya terjadi 1-7 jam  setelah ikan mengalami kematian atau 3-120 jam setelah kematian pada ikan yang dibekukan. Mulainya fase ini dipengaruhi cara kematian dan kondisi penyimpanan.           Pada ikan yang mati dengan cepat fase rigormortisnya akan lebih lambat dibanding ikan yang mati dengan sendirinya atau ikan yang lama mengalami kematian setelah dimatikan. Semakin awal terjadinya rigor mortis semakin cepat pula tahapan tersebut semakin cepat pula tahapan tersebut berakhir. Peningkatan hipoksantin yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada ikan.  Uji yang dilakukan selanjutnya yaitu uji H2S, uji untuk mengetahui ikan masih baik atau tidak, dan layak untuk diolah atau tidak, uji ini menggunakan bahan kimia, seperti larutan Pb-asetat, pada uji ini masing-masing ikan diambil dagingnya sedikit, baik yang mati maupun yang hidup, lalu diletakkan diatas kertas saring, dimasukkan kedalam cawan, lalu ditetesi dengan Pb-asetat sebanyak 3 tetes, diamkan lalu amati ada perubahan warna atau tidak, jika ada warna coklat berarti ikan tersebut memiliki gas H2S. Pada percobaan yang kami lakukan, hasil yang didapat tidak mengalami perubahan bentuk sama sekali, jadi hasil yg kami dapat ini error, karena larutan yg dipakai sudah terlalu lama, jadi tedak menimbulkan reaksi apapun.


V.  KESIMPULAN
Dari praktikum ikan yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1.      Peningkatan hipoksantin yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada ikan.
2.      Semakin awal terjadinya rigor mortis semakin cepat pula tahapan tersebut semakin cepat pula tahapan tersebut berakhir
3.      Pada ikan segar memiliki sedikit berlendir, dan mutu yang baik untuk ikan segar terdapat pada no 
4.      Faktor yang menyebabkan keadaan kebusukan ikan adalah karena tingginya pH akhir ikan.
5.      Reagen eber digunakan untuk mengetahui adanya gelembung-gelembung gas pada ikan dengan menggunakan tabung reaksi dan menambahkan larutan reagen eber.
6.      Hasil yang didapat tidak mengalami perubahan bentuk sama sekali, jadi hasil yg kami dapat ini error, karena larutan yg dipakai sudah terlalu lama, jadi tedak menimbulkan reaksi apapun.



DAFTAR PUSTAKA
Saanin, H., 2008. Taksonomi Dan Identifikasi Ikan Jilid I Dan Ii. Bina Cipta,    Bandung. 508 Hlm. –
Sugiarti, Ir. 2003. Teknik Pembenihan Ikan Mujair Dan Nila. Penerbitan CV Simpleks. Jakarta.
Sumandinata, K. 2008. Perkembangbiakan Ikan – Ikan Peliharaan Di Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sumantadinata, K. 2006. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia.  Jakarta. Sastra Hudaya.
Suseno, D. 2002. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan. Jakarta. Penebar Swadaya.
Winarno .2007, Budidaya Ikan. (online) (http//.Budidaya Ikan Patin « CiAnJur BLoG_. Riva Fauziah.htm diakses 14-10-2013).



Share:
Lokasi: Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Indonesia

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment