Friday 1 June 2018

Rantau : Aku Harus Pergi (1)


Gambar terkait
Kadang pergi adalah pilihan terbaik, saat bertahan membuatmu sakit (Bayu.A)
Sore itu hujan masih saja dengan manjannya  turun kedemal-kedemil. Aku memutuskan untuk segara meninggalkan rumah ini. Ku cari dimana ibuku. Aku yakin dia sudah tahu bahwa aku akan pergi sejak semalam. Karena semua baju sudah ku packing  setelah keributan antara aku dan bapak semalam.

Ya setelah keributan semalam aku merasa muak berada dirumah ini, bertemu dengan seorang kepala keluarga yang dengan sengaja menjerat anak-anaknya kedalam kubangan kesengsaraan demi obat-obatan terlarang itu. Keluarga ini berada pada kurva ekonomi terburuknya pasca semua kendaraan dan rumah kami terjual, semua karenanya dan karena obatt-obat itu.

Hari sudah semakin sore aku harus bergegas mencari ibu. Ya karena teman yang akan merantau bersamaku sudah menungguku sejak pukul 15.00 tadi. Aku yakin dia mulai jengah dan bosan sekarang. Untung saja tadi sempat hujan sebentar sehingga aku punya cukup alasan untuk terlambat datang.
~°~
Hujan telah reda beberapa detik yang lalu, Indro sahabtku sudah berada didepan pintu rumahku menanti sedari tadi dengan jas hujannya yang mulai mongering tertitup angin.

“ Maaf ya ndro aku lelet banget” sapaku sekenanya sembari menahan BT yang parah abis.

“ Iya , udah biasa bro , kamu kan emang lelet dari dulu apalagi kalau lagi mandi” jawabnya seperti sudah memahamiku.

“ Bentar ya, bentar lagi ini lagi kukemasi beberapa barang terakhir” pintaku padanya.

“ Iya, santai aja bro” timpalnya sembari bermain Hp.

Kulihat ibu ku hanya termangu saja. Aku bisa membaca ketidakrelaanya melepasku pergi. Yah meskipun semasa kecil aku sudah sering berpisah dengannya karena harus bersekolah jauh dari rumah, tapi perpisahan kali ini berbeda.

Ada banyak pesan yang tak mampu ia sampaikan padaku, aku mampu menbaca sebahagianya saja. Selebihnya aku hanya berharap dia tabah menjalani hari-hari tanpaku yang membuat rumah tua ini tentu semakin layu.

Kulihat ia didapur membungkusi beberapa bekal nasi untuk makan ku dijalan nanti. Hufh ,, kalau bukan karena bapak nggak mungkin ibu semenderita ini. Harus hidup seadanya dengan tekanan sosial dari lingkungan yang begitu kuat karena para tetangga yang sudah mem-blacklist bapakku. Dahi –nya sudah tercoreng dan masyarakat disini sudah hampir tak ada lagi yang percaya padannya.

Puji Syukur Allah berikan aku ibu setegar dan sesabar dia. Dimataku tak ada wanita yang lebih sabar selain beliau. Entahlah , aku harus berkata bagaimana lagi untuk menjelaskan betapa tidak beruntungnya nasib ibu harus menjalani kehidupan yang seperti ini.
“ ini ibu bungkus dua, nanti dimakan ya sama temenmu si Indro itu. Jangan nggak dimakan “ kata ibu sembari memasukan dua bungkus nasi kedalam plastic hitam.
“ Iya bu, pasti aku habiskan. Aku akan rindu masakan ibu beberapa hari kedepan “  jawabku sembari memalingkan muka karena tak tahan membendung air mata ini menetes.
            ~°~
Tadi Malam ( dua belas jam yang lalu)
Malam ini aku harus berbicara pada bapak. Kata – kata ini ku ulang ulang beberapa kali sejak selepas sholat ahsar tadi. Darahku sudah sampai di ubun-ubun dan aku tak sanggup lagi menahan semua amarah ini. Meski ini pada bapakku sendiri.

Bersambung...................

Share:

0 komentar:

Post a Comment