ERA ORDE BARU YANG (MUNGKIN) TERULANG DAN DUKA
DEMOKRASI KITA
Oleh : Bayu
Apriliawan
Genap tiga tahun
Jokowi memimpin negeri ini, banyak cerita duka ketimbang sukanya dikalangan
masyarakat bawah yang lambat laun mulai meragukan janji-janji kampanye Jokowi
selama kampanye. Kebijakan-kebijaka yang tidak pro rakyat yang digulirkan
seperti pencabutan subsidi listri, kenaikan harga BBM disaat harga BBM dunia
turun, tebang pilih penanganan proses
korupsi, melemahnya kemandirian pangan dan banyak lagi segudang permasalahan
yang timbul silih bergantian.
Beberapa
kebijakan politik dan ekonomi yang digulirkan pada akhirnya akan bermuara pada
ektor ekonomi, yang kian hari makin melemah sehingga menjadi sebuah
pemebenaraan untuk memperoleh legitimasi dalam mengeruk semakin dalam hutang-
hutang Indonesia ini. Dalam kurang lebih 2,5
tahun pemerintahan Jokowi, jumlah utang pemerintah Indonesia bertambah Rp 1.062
triliun. Rinciannya yaitu pada 2015 bertambah Rp 556,3 triliun dan 2016 bertambah
Rp 320,3 triliun, lalu pada 2017 dimungkinkan utang bertambah Rp 379,5 triliun
menjadi Rp 3.864,9 triliun (Kementrian
keuangan RI).
Rasanya ironis melihat negeri sebesar ini ternyata
tidak mampu membiayai hidupnya sendiri sesuei dengan sesunbarnya semboyan
‘berdikari’ berdiri di kaki sendiri katanya. Apakah memang semiskin ini negeri
Indonesia tercinta sampai-sampai harus membiayai hajat hidupnya dengan hutang.
Bukankah negeri ini tersohor dengan kekayaan alamnya, tongkat kayu dan batu
jadi tanaman katanya. Dimana semua jargon-jargon pemanis itu, apakah hanya
pepesan ksong belaka. Indonesia kita sangat kaya, ada sebuah gunung emas di
papua sana, namun ternyata di era Jokowi inilah kontrak Freeport diperpanjang
hingga 2041, miris.
Kekayaan sumber daya mineral kita sudah mayoritas
dikuasai asing, kemana lagi rakyat berharap dapat membiayai hidup mereka selain
pada sumber daya alam terbarukan dibidang pertanian dan peternakan. Bercocok
tanam, beternak, kambing, sapi, ikan dilaut,padi dan sayur-mayur adalah harapan
terakhir masyarakat di pedesaan dan pesisir untuk bertahan sembari membiayai
hidupnya. Menyediakan pasar, stabilisasi harga dan penyediaan sarana-sarana
pendukung bagi petani adalah beberapa janji kampanye yang sempat di catat oleh
bapak-ibu petani kita.
Kebijakan impor beberapa komoditi pangan oleh
pemerintah seolah menghancurkan semua mimpi-mimpi indah para petani kita. Bagaimana
perasaan peternak sapi negeri ini ketika mendengar 496.430 ekor sapi di impor
Australia. Lalu kebijakan impor garam yang dianggap sebagai lawakan pemerintah
jaman now, apakah laut kita yang dulu membuat kita dijuluki Negara maritime
sedang kemarau? Belum lagi kita bicara impor gula rafinasi pada 2016
silam, beras dari Vietnam, jagung dari
Brazil, kelapa, tembakau bahkan sampai ubi kayu yang harus kita datangkan dari
Thailand.
Dengan kondisi Negara tercinta yang semakin menunjukan
track yang kurang baik akhir-akhir ini, menjadi wajar jika kemudian rakyat
bersuara, mengeluh, menagih janji, dan mengkritik. Perut yang lapar menjadikan
mulut lantang bersuara, dan sebagai pemimpin yang baik, seharusnya Jokowi
menjadi pendengar yang baik sembari mengakomodasi masukan-masukan dan mengkaji
kritikan-kritkan yang masuk. Namun pada kenyataanya banyak penangkapan, dan
tindakan represif lainya yang dilakukan ketika ada kritikan yang masuk.
Pengamalan UUD 1945 di petanyakan di era Jokowi ini terutama untuk pengamalan UUD
1945 pasal 28 E bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat.
Penangkapan belasan mahasiswa dalam aksi peringatan
tiga tahun pemerintahan Jokowi beberapa watu terakhir adalah kisah pilu matinya
demokrasi di negeri ini. Peristiwa penangkapan demi penangkapan mengingatkan
kita paa masa pemerintahan orde baru, dimana pada masa itu pihak-pihalk yang
tak se-iya dan sekata dengan rezim pemerintah akan dijadikan sasaran
penangkpan, apalagi yang berani bersuara dengan lantang. Tidakkah kita melihat
hal serupa terjadi di era Jokowi ini, bahkan semakin parah karna pembungkaman
kritik ini di ikuti dengan tindak-tindak kekerasan aparat.
Source : catatanpringadi.com |
Negeri ini dibangun atas dasar perjuangan rakyat,
dengan pilar-pilar pancasila yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dalam
bingkai kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Para founding
father negeri ini menitipkan negeri ini kepada pundak para pemimpin negeri
yang mampu mengakomodair kepentingan dan kesejahteraan rakyat tanpa melakukan
pembungkaman dan pengkondisian suara-suara rakyat yang berkecamuk. Runtuhnya orde baru sudah cukup menjadi bukti
betapa kekuatan rakyat tidak dapat dihentikan dengan pengkondisian macam
apapun.
0 komentar:
Post a Comment