Tuesday, 19 December 2017

ERA ORDE BARU YANG (MUNGKIN) TERULANG DAN DUKA DEMOKRASI KITA

ERA ORDE BARU YANG (MUNGKIN) TERULANG DAN DUKA DEMOKRASI KITA
Oleh : Bayu Apriliawan



Genap tiga tahun Jokowi memimpin negeri ini, banyak cerita duka ketimbang sukanya dikalangan masyarakat bawah yang lambat laun mulai meragukan janji-janji kampanye Jokowi selama kampanye. Kebijakan-kebijaka yang tidak pro rakyat yang digulirkan seperti pencabutan subsidi listri, kenaikan harga BBM disaat harga BBM dunia turun,  tebang pilih penanganan proses korupsi, melemahnya kemandirian pangan dan banyak lagi segudang permasalahan yang timbul silih bergantian.


Beberapa kebijakan politik dan ekonomi yang digulirkan pada akhirnya akan bermuara pada ektor ekonomi, yang kian hari makin melemah sehingga menjadi sebuah pemebenaraan untuk memperoleh legitimasi dalam mengeruk semakin dalam hutang- hutang Indonesia ini. Dalam kurang lebih 2,5 tahun pemerintahan Jokowi, jumlah utang pemerintah Indonesia bertambah Rp 1.062 triliun. Rinciannya yaitu pada 2015 bertambah Rp 556,3 triliun dan 2016 bertambah Rp 320,3 triliun, lalu pada 2017 dimungkinkan utang bertambah Rp 379,5 triliun menjadi Rp 3.864,9 triliun (Kementrian keuangan RI).

Rasanya ironis melihat negeri sebesar ini ternyata tidak mampu membiayai hidupnya sendiri sesuei dengan sesunbarnya semboyan ‘berdikari’ berdiri di kaki sendiri katanya. Apakah memang semiskin ini negeri Indonesia tercinta sampai-sampai harus membiayai hajat hidupnya dengan hutang. Bukankah negeri ini tersohor dengan kekayaan alamnya, tongkat kayu dan batu jadi tanaman katanya. Dimana semua jargon-jargon pemanis itu, apakah hanya pepesan ksong belaka. Indonesia kita sangat kaya, ada sebuah gunung emas di papua sana, namun ternyata di era Jokowi inilah kontrak Freeport diperpanjang hingga 2041, miris.

Kekayaan sumber daya mineral kita sudah mayoritas dikuasai asing, kemana lagi rakyat berharap dapat membiayai hidup mereka selain pada sumber daya alam terbarukan dibidang pertanian dan peternakan. Bercocok tanam, beternak, kambing, sapi, ikan dilaut,padi dan sayur-mayur adalah harapan terakhir masyarakat di pedesaan dan pesisir untuk bertahan sembari membiayai hidupnya. Menyediakan pasar, stabilisasi harga dan penyediaan sarana-sarana pendukung bagi petani adalah beberapa janji kampanye yang sempat di catat oleh bapak-ibu petani kita.

Kebijakan impor beberapa komoditi pangan oleh pemerintah seolah menghancurkan semua mimpi-mimpi indah para petani kita. Bagaimana perasaan peternak sapi negeri ini ketika mendengar 496.430 ekor sapi di impor Australia. Lalu kebijakan impor garam yang dianggap sebagai lawakan pemerintah jaman now, apakah laut kita yang dulu membuat kita dijuluki Negara maritime sedang kemarau? Belum lagi kita bicara impor gula rafinasi pada 2016 silam,  beras dari Vietnam, jagung dari Brazil, kelapa, tembakau bahkan sampai ubi kayu yang harus kita datangkan dari Thailand.

Dengan kondisi Negara tercinta yang semakin menunjukan track yang kurang baik akhir-akhir ini, menjadi wajar jika kemudian rakyat bersuara, mengeluh, menagih janji, dan mengkritik. Perut yang lapar menjadikan mulut lantang bersuara, dan sebagai pemimpin yang baik, seharusnya Jokowi menjadi pendengar yang baik sembari mengakomodasi masukan-masukan dan mengkaji kritikan-kritkan yang masuk. Namun pada kenyataanya banyak penangkapan, dan tindakan represif lainya yang dilakukan ketika ada kritikan yang masuk. Pengamalan UUD 1945 di petanyakan di era Jokowi ini terutama untuk pengamalan UUD 1945 pasal 28 E bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Penangkapan belasan mahasiswa dalam aksi peringatan tiga tahun pemerintahan Jokowi beberapa watu terakhir adalah kisah pilu matinya demokrasi di negeri ini. Peristiwa penangkapan demi penangkapan mengingatkan kita paa masa pemerintahan orde baru, dimana pada masa itu pihak-pihalk yang tak se-iya dan sekata dengan rezim pemerintah akan dijadikan sasaran penangkpan, apalagi yang berani bersuara dengan lantang. Tidakkah kita melihat hal serupa terjadi di era Jokowi ini, bahkan semakin parah karna pembungkaman kritik ini di ikuti dengan tindak-tindak kekerasan aparat.
Hasil gambar untuk suara dibungkam kartun
Source : catatanpringadi.com

Negeri ini dibangun atas dasar perjuangan rakyat, dengan pilar-pilar pancasila yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dalam bingkai kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Para founding father negeri ini menitipkan negeri ini kepada pundak para pemimpin negeri yang mampu mengakomodair kepentingan dan kesejahteraan rakyat tanpa melakukan pembungkaman dan pengkondisian suara-suara rakyat yang berkecamuk.  Runtuhnya orde baru sudah cukup menjadi bukti betapa kekuatan rakyat tidak dapat dihentikan dengan pengkondisian macam apapun. 
Share:

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment