Wednesday, 15 June 2016

Antara Masjid dan Pasar : Belajar dari Tsa'labah


**Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagian negeri yang paling Allah cintai adalah masjid-masjidnya, dan bagian negeri yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim)**
Malam ini saya berasa menjadi guru BK saja, dengerin curhat   yang panjang kali lebar salah seorang guru ngaji yang ada disekitaran rumah. tepat disela-sela tadarusan malam ke 11 ramadhan 2016 ini. karena yang tadarusan lumayan banyak, jadi bisa gantian saat tasmi' bacaan yang lain. secara garis besar beliau mengeluhakan sulitnya memakmurkan masjid belakangan ini, dengan dua point curhatan besarnya :
  1. sulitnya mengumpulkan anak-anak untuk pergi mengaji, anak-anak lebih tertarik bermain android atau menonton TV dirumah. ditambah orang tua yang cenderung memanjakan anak-anaknya tanpa adanya sikap tegas untuk memerintahkan anaknya berangkat mengaji.
  2. ketiaka anak-anak sudah mau mengaji kemasjid, tidak adanya dukungan dari masyarakat sekitar, dan orag tua sekitar dalam memamurkan masjid. cenderung lepas tangan dan tutup telinga, tidak ikut sholat berjamaah dan meramaikan masjid.
Pertama, sulitnya mengumpulkan anak-anak untuk mau belajar agama, mengaji, dan memakmurkan masjid, hal ini sedikit banyak disebabkan dari pola pendidikan yang diterapkan oleh orang tua, terlalau tolerir terhadap penggunaan teknologi dan terkesan terlalu memanjakan.

Kedua, ketiaka anak-anak sudah mau mengaji kemasjid, tidak adanya dukungan dari masyarakat sekitar, dan orag tua sekitar dalam memamurkan masjid. cenderung lepas tangan dan tutup telinga.Seperti yang dikeluhkan oleh sang guru ngaji ini, orang tua yang sedikit perduli ' , ternyata cukup memerintahkan si-anak untuk berangkat mengaji saja, tanpa adanya dukungan dan partisipasi. sedangakn perkara yang sedang kita bahas ini adalah perkara yang cukup kompleks, antara pendidikan anak, globalisasi dan modernisasi, dan bagaimana cara memamurkan masjid.

Yang mengecewakanya adalah, cuku banyak pemuda sekitar masjid yang mempunyai pengetahuan agama yang cukup mumpuni, tapi seolah acuh dan tidak perduli terhadap kondisi yang ada. sehingga sang guru ngaji harus mengajar anak satu RW seorang diri. ketika waktu sholat tiba, tak jarang sang guru ngaji ini hanya sholat ditemani anak-anak didiknya saja. penduduk sekitar pada kemana pak? entahlah ngger (panggilan nak, dalam bahasa jawa) , mungkin mereka sibuk ngurusin usaha mereka.

Hampir sebagian besar alasan masyarakat islam kita meninggalkan masjid adalah karena kesibukan dunia. dalam hal ini Nabi Muhhammad SAW, pernah bersabda :

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagian negeri yang paling Allah cintai adalah masjid-masjidnya, dan bagian negeri yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim)

Urusan dunia digambarkan dengan pasar, sedangakan perkaran ibadah-akhirat, secara tersirat terwakilkan oleh masjid. kita tidak menyadarinya bahwa selama ini kita lebih sering mementingkan dunia (pasar) ketimbang akhirat ( Masjid). memang benar seorang muslim yang kaya memiliki kesempatan beribadah lebih besar dengan hartanya dibandingkan dengan muslim yang kurang mampu, dengan harta mereka para kaum hartawan bisa tanpa batas untuk bersedekah,tetapi  dunia ini begitu me'lenakan' bagi siapapun yang tidak bisa mengendalikanya. kisah sahabat nabi layak dijadikan pelajaran berharga. 

   "Siang itu Rasululah sedang sholat berjama’ah di masjid bersama para sahabat beliau. Diantara sederetan para sahabat yang makmum di belakang Rasulullah, nampak seorang tengah baya yang kusut rambutnya dengan berpakaian lusuh. Ia dikenal sebagai seorang sahabat Rasululah yang tekun beribadah.setelah Rasulullah menyelesaikan sholat, sahabat berpakaian lusuh itu segera beranjak pulang tanpa membaca wirid dan berdoa terlebih dahulu. Rasulullah menegurnya, “Tsa’labah!… Mengapa engkau tergesa-gesa pulang? Tidakah engkau berdoa terlebih dahulu? Bukankah tergesa-gesa keluar dari masjid adalah kebiasaan orang-orang munafik?”
     Tsa’labah menghentikan langkahnya, ia sangat malu ditegur oleh Rasulullah, tetapi apa mau dikata, terpaksa ia berterus terang kepada Rasulullah,“Wahai Rasululah. Kami hanya memiliki sepasang pakaian untuk sholat dan saat ini istriku di rumah belum melaksanakan sholat karena menunggu pakaian yang aku kenakan ini. Pakaian yang hanya sepasang ini kami pergunakan sholat secara bergantian. Kami sangat miskin. Untuk itu, Wahai Rasul…. jika engkau berkenan, doakanlah kami agar Allah menghilangkan semua kemiskinan kami dan memberi rejeki yang banyak.”
      Rasulullah tersenyum mendengar penuturan Tsa’labah, lalu beliau berkata,
“Tsa’labah sahabatk, engkau dapat mensyukuri hartamu yang sedikit, itu lebih baik daripada engkau bergelimang harta tetapi engkau menjadi manusia yang kufur”.Nasehat Rasulullah sedikit menghibur hati Tsa’labah, karena sesungguhnya yang ada dalam benaknya adalah ia sudah bosan menjalani hidup yang serba kekurangan. Satu-satunya cara agar cepat menjadi kaya adalah memohon doa kepada Rasulullah, karena doa seorang utusan Allah pasti didengar Allah. Itulah yang selalu menjadi angan-angan Tsa’labah, hingga keesokan harinya ia kembali menemui Rasulullah dan memohon agar beliau mau medoakannya agar menjadi orang kaya. Rasulullah kembali menasehati, “Wahai Tsa’labah.. Demi Dzat diriku berada di tanganNya. Seandainya aku memohon kepada Allah agar gunung Uhud menjadi emas, Allah pasti mengabulkan.
    Tetapi apa yang terjadi jika gunung Uhud benar-benar menjadi emas, masjid-masjid akan sepi!. Semua orang akan sibuk menumpuk kekayaan dari gunung itu! Aku khawatir jika engkau menjadi orang kaya, engkau akan lupa beribadah kepada Allah..”Tsa’labah terdiam mendengar nasehat Rasulullah namun dalam hatinya terkecamuk,“Aku mengerti Rasulullah tidak mau mendoakan karena beliau sayang kepadaku. Beliau khawatir jika aku menjadi orang kaya, aku akan menjadi golongannya orang-orang yang kufur. Tetapi aku tidak seburuk itu, justru dengan kekayaan yang kumiliki aku akan membela agama ini dengan hartaku…”Akhirnya Tsa’labah pulang. Ia merasa malu apabila terus memaksa Rasulullah agar mau mendoakannya. Namun keesokan harinya ia tidak kuasa menahan dorongan hatinya untuk segera terbebas dari belenggu kemiskinan yang kian menghimpitnya. Ditemuinya Rasulullah, ia memohon untuk yang ketiga kalinya agar Rasulullah mau mendoakannya. Kali ini Rasulullah tidak bisa menolak keinginan Tsa’labah, beliau mengadahkan tangan ke langit… “Ya Allah… Limpahkanlah rejekiMu kepada Tsa’labah” Kemudian Rasulullah memberikan kambing betina yang sedang bunting kepada Tsa’labah. “Peliharalah kambing ini baik-baik….” pesan Rasulullah.
     Tsa’labah pulang membawa kambing pemberian Rasulullah dengan hati yang berbunga-bunga. “Dengan modal kambing serta doa Rasulullah, aku yakin aku akan menjadi orang yang kaya raya”. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Tsa’labah yang dulu miskin dan lusuh telah berubah menjadi orang kaya yang terpandang. Kambingnya berjumlah ribuan. Disetiap lembah dan bukit terdapat kambing-kambing Tsa’labah. Pagi itu Tsa’labah berjalan-jalan meninjau kandang-kandang kambing yang sudah tidak sesuai dengan jumlah kambing yang terus berkembang biak. “Hmm.. Aku harus pindah dari sini, mencari lahan yang lebih luas untuk menampung kambing-kambingku…”
   
   Akhirnya Tsa’labah menemukan lahan yang luas di pinggiran madinah. Di sana ia membangun kandang-kandang baru yang lebih besar. Namun demikian perkembangan kambing-kambing Tsa’labah bagaikan air bah yang sulit di bendung. Kandang-kandang yang baru dibangun itu pun sudah penuh sesak oleh ribuan kambing. Dengan demikian setiap hari Tsa’labah disibukkan mengurus harta kekayaannya. Ia yang dulu setiap sholat lima waktu selalu berjamaah di masjid, sekarang hanya datang ke masjid pada waktu sholat Dzuhur dan Ashar saja.
     Kini kandang-kandang yang baru dibangun Tsa’ labah di pinggiran Madinah sudah tidak lagi memenuhi syarat. Maka ia memutuskan untuk mencari area yang lebih luas lagi. Tentu saja area yang masih sangat luas itu berada jauh di luar Madinah. Tsa’labah sudah tidak memikirkan lagi bagaimana ibadahnya bila jauh dari Madinah. Kepalanya sudah dipenuhi dengan hubbuddunya, hingga ia datang ke masjid hanya seminggu sekali yaitu pada waktu sholat Jum’at. Dengan semakin derasnya harta yang mengalir dirumah Tsa’labah, kini ia lebih senang tinggal dirumah daripada jauh-jauh datang ke masjid, bahkan sholat Jum’at pun ia tidak datang ke masjid..! Sampai Rasulullah bertanya-tanya, “Wahai sahabatku sudah sekian lama Tsa’labah tidak kelihatan di masjid. Tahukah kalian bagaimana keadaannya sekarang?”“Wahai Rasulullah… Tsa’labah sudah menjadi orang kaya. Lembah-lembah di Madinah maupun diluar Madinah, telah penuh sesak dengan kambing-kambing Tsa’labah…”“Benarkah? Mengapa ia tidak pernah menyerahkan shodakohnya sedikitpun?”
    Setelah Allah menurunkan ayat tentang kewajiban zakat. Rasulullah mengutus dua orang sahabat untuk menjadi amil zakat. Seluruh umat Islam di Madinah yang hartanya dipandang sudah nishob zakat didatangi, tak terkecuali Tsa’labah pun mendapat giliran. Kedua utusan Rasulullah membacakan ayat zakat dihadapan Tsa’labah. Kemudian setelah dihitung dari seluruh harta kekayaannya ternyata memang banyak harta Tsa’labah yang harus diserahkan sebagai zakat. Tak disangka, Tsa’labah mukanya berubah merah, ia berang…
“Apa-apaan ini! Kalian mengatakan ini zakat..! Tetapi menurutku ini lebih tepat disebut upeti! Pajak! Sejak kapan Rasulullah menarik upeti! Hahh..?! Aku bisa rugi! Kalian pulang saja. Aku tidak mau menyerahkan hartaku..!”
    Kedua utusan Rasulullah kembali menghadap Rasulullah dan menceritakan semua perbuatan Tsa’labah. Beliau bersedih telah kehilangan seorang sahabat yang dulu tekun beribadah ketika miskin namun setelah kaya ia telah terpengaruh dengan harta kekayaannya.“Sungguh celaka Tsa’labah! Celakalah ia!”Kemudian Allah menurunkan ayat 75 dalam surat At Taubah, tentang ciri-ciri orang munafik. Ayat itu segera menyebar ke seluruh muslimin di Madinah, hingga ada salah seorang kerabat Tsa’labah yang datang memberitahunya..” Celakalah engkau Tsa’labah! Allah telah menurunkan ayat karena perbuatanmu!”
 Tsa’labah tertegun, ia baru sadar bahwa nafsu angkara murka telah lama memperbudaknya. Kini ia bergegas menghadap Rasulullah dengan membawa zakat dari seluruh hartanya. Namun Rasulullah tidak berkata apa-apa kecuali hanya sepatah kata, “Sebab kedurhakaanmu, Allah melarangku untuk menerima zakatmu!”Rasulullah mengambil segenggam tanah lalu ditaburkan diatas kepala Tsa’labah…“Inilah perumpamaan amalanmu selama ini… sia-sia belaka! Aku telah peintahkan agar engkau menyerahkan zakat, tetapi engkau menolak. Celakalah engkau Tsa’labah!”Tsa’labah berjalan lunglai kembali kerumahnya. Hari-hari dalam hidupnya hanya dipenuhi dengan penyesalan yang tiada arti. Sampai suatu hari terdengar kabar Rasulullah telah wafat, ia semakin bersedih karena taubatnya tidak diterima oleh Rasulullah hingga beliau wafat.
   Tsa’labah mencoba mendatangi khalifah Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah. Ia datang dengan membawa zakatnya. Apakah Abu Bakar menerimanya? Abu Bakar hanya berkata, “Rasulullah saja tidak mau menerima zakatmu, bagaimana mungkin aku menerima zakatmu?”Demikian pula di jaman kekhalifahan Umar bin Khattab, Tsa’labah mencoba menyerahkan zakatnya. Umar pun tidak mau menerima sebagaimana Rasulullah dan Abu Bakar tidak mau menerima zakatnya. Bahkan sampai khalifah Utsman bin Affan juga tidak mau menerima zakat Tsa’labah karena Rasulullah, Abu Bakar dan Umar tidak mau menerima zakatnya.

Sungguh menyedihkan apabila kita hidup hanya menjadi budak dunia, sedangkan dunia ini diibaratkan hanya menjadi tempat 'persinggahan'sementara bagi kita. apalah arti harta yang melimpah jika murka Allah telah sampai kepada kita. Dari kisah ini kita banyak dapat pelajaran saudaraku. Sejahterakan ,makmurkan masjid sebagai ejawantah rasa syukur kita atas nikmat dunia dari-Nya. bukan justru meninggalkan -Nya setelah apa yang kita minta selalu diberinya.
Share:

0 komentar:

Post a Comment